Jakarta (ANTARA) - Ketua KPK, Firli Bahuri, mengingatkan potensi penyimpangan dana penanggulangan Covid-19 dan juga pentingnya penyelenggaraan pilkada yang bersih di wilayah Lampung.

Dalam keterangannya yang diterima di Jakarta, Jumat, dia mengingatkan peran aparat penegak hukum (APH) untuk mendukung implementasi program-program pemerintah dalam penanggulangan Covid-19 maupun terkait penyelenggaraan pilkada mendatang.

Hal tersebut disampaikannya dalam rapat koordinasi dengan jajaran aparat APH di Kejaksaan Tinggi dan Polda Lampung dalam dua agenda terpisah, Jumat.

Menerima kunjungan dia adalah Wakil Ketua Kejaksaan Tinggi Lampung, Haruna, yang mengatakan, arahan dari KPK untuk penguatan upaya pemberantasan korupsi di Provinsi Lampung yang meliputi pendekatan pencegahan dan penindakan.

"Rakor menyangkut penegakan tindak pidana korupsi yang tidak hanya dilakukan melalui penindakan tetapi juga melakukan pencegahan secara terintegrasi di tiga instansi penegak hukum yang bisa melakukan penindakan korupsi," kata Haruna.

Sebelumnya pada Kamis (6/8), dalam kesempatan rakor dan pemantauan evaluasi pencegahan korupsi terintegrasi, dia menyampaikan urgensi perwujudan pilkada yang bersih di hadapan gubernur Lampung, seluruh bupati dan wali kota di Lampung serta kepala kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan kepala kantor pertanahan kabupaten/kota se-Lampung.

Pelaksanaan pilkada bersih, kata Bahuri, sangat penting karena dari pengalaman KPK pilkada bagaikan ajang penciptaan koruptor baru. Ia mengatakan bahwa tidak lama seusai terpilih, sejumlah kepala daerah berbaris bergantian menjadi tersangka atau terdakwa kasus korupsi.

"Dalam catatan KPK sejak pilkada langsung diterapkan pada 2005, sudah 300 kepala daerah di Indonesia yang menjadi tersangka kasus korupsi. 124 di antaranya ditangani KPK. Sementara itu, untuk Lampung, antara 2016 sampai 2019 telah lima kepala daerah tertangkap tangan oleh KPK," kata dia.

Ia menyatakan KPK mengedepankan konsep pendekatan dalam mengawal pilkada yang bersih. "Pertama, pendekatan represif. Cara ini bertujuan menimbulkan efek jera, sehingga orang takut korupsi. Kedua, pendekatan pencegahan, yaitu dengan perbaikan sistem dan tata kelola pemerintahan sehingga orang tidak bisa korupsi," katanya.

Terakhir, kata dia, melalui pendekatan edukasi dan kampanye publik. "Metode ini menyasar perubahan kesadaran masyarakat sehingga orang tidak mau melakukan korupsi," ujar dia. 

Pewarta : Benardy Ferdiansyah
Editor : Samino Nugroho
Copyright © ANTARA 2024