Denpasar (ANTARA) - Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati berpandangan pandemi COVID-19 telah mengajarkan daerah setempat untuk membenahi pariwisata agar lebih mementingkan kualitas dibandingkan kuantitas.
"Saya mengajak pelaku pariwisata untuk terus semangat meningkatkan kualitas pariwisata Bali. Pandemi ini jangan menjadikan semangat kita surut dalam menata pariwisata," kata Wagub Bali yang akrab dipanggil Cok Ace itu, dalam webminar yang diselenggarakan oleh Bali Tourism Board (BTB) bertema "Bali Next Normal – Will Chinese Travels to Bali Again" itu, di Denpasar, Jumat.
Apalagi, menurutnya, wisatawan dari negeri China terkenal dengan wisata massalnya karena mereka datang berbondong-bondong ke Bali. "Hal ini perlu kita pikirkan, di satu sisi kita harus memberikan kenyamanan bagi mereka, namun juga harus memperhatikan alam Bali agar selalu terjaga dan tidak menjadi korban pariwisata," ucapnya.
Dalam acara yang dipandu oleh CEO Bali CEB Levie Lantu,Cok Ace menekankan memang wisatawan dari negeri Tirai Bambu itu memberikan pengaruh yang signifikan untuk pariwisata Bali.
Baca juga: Video storytelling dinilai cara efektif promosikan wisata
"Hingga saat ini wisatawan Tiongkok selalu merajai jumlah kunjungan terbanyak di Bali. Jadi kita harus benar-benar menyiapkan, apa kebutuhan mereka serta upaya untuk pelestarian lingkungan dan kebudayaan Bali juga," ucapnya.
Menurutnya Bali harus bisa memberikan pelayanan yang lebih baik dari sebelumnya. "Kita harus bisa membuat pariwisata yang berkualitas untuk mereka, dan kita diberikan waktu oleh pandemi ini untuk membenahi pariwisata kita," katanya.
Di samping itu, guru besar ISI Denpasar ini juga mengajak pelaku pariwisata untuk tidak memiliki sifat optimisme berlebihan . "Jangan sampai terlalu percaya diri, kita harus menyiapkan segala kemungkinan nanti. COVID-19 ini mengajarkan kita untuk kembali ke nilai luhur, selalu mulat sarira," ujarnya.
Ia mengibaratkan seperti Tahun 1980 ketika Bali membuka pariwisata untuk wisatawan Jepang. Saat itu mereka hanya tahu pantai dan Bali Beach saja, namun setelah tidak henti sosialisasi, baru mereka tahu tentang budaya, adat dan alam Bali secara keseluruhan.
Hal itu juga diharapkan terjadi dalam menyosialisasikan pariwisata ke wisatawan Tiongkok. Mereka harus benar-benar bisa mengeksplorasi Bali secara keseluruhan, agar tidak kalah dengan pariwisata Thailand.
Baca juga: Wagub Tjokorda yakinkan kesiapan pariwisata Bali ke pasar India
Wisatawan dari China itu, kata dia, sangat banyak dan sebagian besar dari mereka butuh pariwisata berkualitas seperti yang ditawarkan oleh negara tetangga. "Jadi mari kita berbenah untuk ke sana," ujarnya.
Sementara Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho menjelaskan bahwa perekonomian Bali di kuartal I Tahun 2020 sangat terpuruk hingga di angka -1,14 persen jauh di bawah nasional yang saat itu di angka 2,97 persen.
Saat ini, katanya, nasional sudah memprediksi penurunan ekonomi lagi pada kuartal kedua menjadi sekitar -0,4 hingga 1 persen.
"Dikhawatirkan perekonomian Bali akan makin terpuruk lagi menyusul penurunan nasional. Apalagi saat ini tingkat kemiskinan di Bali juga semakin besar menyusul bertambahnya pengangguran akibat industri pariwisata yang jalan di tempat," katanya.
Untuk itu, Trisno Nugroho sangat berharap kedatangan wisatawan dari Tiongkok ini bisa menggeliatkan ekonomi lagi jika pariwisata internasional dibuka September mendatang.
Ketika perekonomian babak belur karena pandemi ini, ujarnya, Tiongkok malah menunjukkan pertumbuhan yang cukup positif beberapa bulan ini, sehingga diprediksi akan menjadi penggerak perekonomian dunia pasca-pandemi.
"Di tengah tumbuhnya perekonomian China, banyak warganya yang ingin berwisata kembali, hal itu dilihat dari hasil survei yang menyatakan 60 persen dari mereka akan berwisata Tahun 2020 ini," katanya.
Baca juga: Objek wisata Toya Devasya di Kintamani Bali kembali beroperasi
Ia menambahkan dari yang ingin berwisata, sekitar 58 persen memilih untuk berlibur ke pulau tropis, dengan kata lain Bali menjadi salah satu kategori tersebut.
"Kami berharap, Bali bisa menangkap peluang ini dengan peningkatan kualitas, infrastruktur, dan lain-lain. Jika bisa dijalankan dengan optimal, maka perekonomian Bali bisa digerakkan hingga keluar dari angka minus tersebut," katanya.
Dalam acara webminar ini, pihak travel dari China juga menanyakan kemungkinan Bali membuka penerbangan langsung ke negaranya September mendatang, mengingat angka kasus COVID-19 di Bali relatif jauh dari kasus secara nasional. Hal itu memberikan kepercayaan internasional untuk Bali.
Merespons hal tersebut, Cok Ace menjelaskan kemungkinan tersebut tetap ada, mengingat hubungan Bali dan China sudah terjalin dengan baik sejak lama. "Jika administrasi sudah lengkap dan sudah diizinkan oleh pusat, tentu hal tersebut bukan mustahil lagi," katanya.
"Saya mengajak pelaku pariwisata untuk terus semangat meningkatkan kualitas pariwisata Bali. Pandemi ini jangan menjadikan semangat kita surut dalam menata pariwisata," kata Wagub Bali yang akrab dipanggil Cok Ace itu, dalam webminar yang diselenggarakan oleh Bali Tourism Board (BTB) bertema "Bali Next Normal – Will Chinese Travels to Bali Again" itu, di Denpasar, Jumat.
Apalagi, menurutnya, wisatawan dari negeri China terkenal dengan wisata massalnya karena mereka datang berbondong-bondong ke Bali. "Hal ini perlu kita pikirkan, di satu sisi kita harus memberikan kenyamanan bagi mereka, namun juga harus memperhatikan alam Bali agar selalu terjaga dan tidak menjadi korban pariwisata," ucapnya.
Dalam acara yang dipandu oleh CEO Bali CEB Levie Lantu,Cok Ace menekankan memang wisatawan dari negeri Tirai Bambu itu memberikan pengaruh yang signifikan untuk pariwisata Bali.
Baca juga: Video storytelling dinilai cara efektif promosikan wisata
"Hingga saat ini wisatawan Tiongkok selalu merajai jumlah kunjungan terbanyak di Bali. Jadi kita harus benar-benar menyiapkan, apa kebutuhan mereka serta upaya untuk pelestarian lingkungan dan kebudayaan Bali juga," ucapnya.
Menurutnya Bali harus bisa memberikan pelayanan yang lebih baik dari sebelumnya. "Kita harus bisa membuat pariwisata yang berkualitas untuk mereka, dan kita diberikan waktu oleh pandemi ini untuk membenahi pariwisata kita," katanya.
Di samping itu, guru besar ISI Denpasar ini juga mengajak pelaku pariwisata untuk tidak memiliki sifat optimisme berlebihan . "Jangan sampai terlalu percaya diri, kita harus menyiapkan segala kemungkinan nanti. COVID-19 ini mengajarkan kita untuk kembali ke nilai luhur, selalu mulat sarira," ujarnya.
Ia mengibaratkan seperti Tahun 1980 ketika Bali membuka pariwisata untuk wisatawan Jepang. Saat itu mereka hanya tahu pantai dan Bali Beach saja, namun setelah tidak henti sosialisasi, baru mereka tahu tentang budaya, adat dan alam Bali secara keseluruhan.
Hal itu juga diharapkan terjadi dalam menyosialisasikan pariwisata ke wisatawan Tiongkok. Mereka harus benar-benar bisa mengeksplorasi Bali secara keseluruhan, agar tidak kalah dengan pariwisata Thailand.
Baca juga: Wagub Tjokorda yakinkan kesiapan pariwisata Bali ke pasar India
Wisatawan dari China itu, kata dia, sangat banyak dan sebagian besar dari mereka butuh pariwisata berkualitas seperti yang ditawarkan oleh negara tetangga. "Jadi mari kita berbenah untuk ke sana," ujarnya.
Sementara Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho menjelaskan bahwa perekonomian Bali di kuartal I Tahun 2020 sangat terpuruk hingga di angka -1,14 persen jauh di bawah nasional yang saat itu di angka 2,97 persen.
Saat ini, katanya, nasional sudah memprediksi penurunan ekonomi lagi pada kuartal kedua menjadi sekitar -0,4 hingga 1 persen.
"Dikhawatirkan perekonomian Bali akan makin terpuruk lagi menyusul penurunan nasional. Apalagi saat ini tingkat kemiskinan di Bali juga semakin besar menyusul bertambahnya pengangguran akibat industri pariwisata yang jalan di tempat," katanya.
Untuk itu, Trisno Nugroho sangat berharap kedatangan wisatawan dari Tiongkok ini bisa menggeliatkan ekonomi lagi jika pariwisata internasional dibuka September mendatang.
Ketika perekonomian babak belur karena pandemi ini, ujarnya, Tiongkok malah menunjukkan pertumbuhan yang cukup positif beberapa bulan ini, sehingga diprediksi akan menjadi penggerak perekonomian dunia pasca-pandemi.
"Di tengah tumbuhnya perekonomian China, banyak warganya yang ingin berwisata kembali, hal itu dilihat dari hasil survei yang menyatakan 60 persen dari mereka akan berwisata Tahun 2020 ini," katanya.
Baca juga: Objek wisata Toya Devasya di Kintamani Bali kembali beroperasi
Ia menambahkan dari yang ingin berwisata, sekitar 58 persen memilih untuk berlibur ke pulau tropis, dengan kata lain Bali menjadi salah satu kategori tersebut.
"Kami berharap, Bali bisa menangkap peluang ini dengan peningkatan kualitas, infrastruktur, dan lain-lain. Jika bisa dijalankan dengan optimal, maka perekonomian Bali bisa digerakkan hingga keluar dari angka minus tersebut," katanya.
Dalam acara webminar ini, pihak travel dari China juga menanyakan kemungkinan Bali membuka penerbangan langsung ke negaranya September mendatang, mengingat angka kasus COVID-19 di Bali relatif jauh dari kasus secara nasional. Hal itu memberikan kepercayaan internasional untuk Bali.
Merespons hal tersebut, Cok Ace menjelaskan kemungkinan tersebut tetap ada, mengingat hubungan Bali dan China sudah terjalin dengan baik sejak lama. "Jika administrasi sudah lengkap dan sudah diizinkan oleh pusat, tentu hal tersebut bukan mustahil lagi," katanya.