Yerusalem (ANTARA) - Israel membangun jalan utama di Yerusalem dan menurut beberapa pejabat jalur baru itu akan menguntungkan seluruh warga.
Namun, kelompok oposisi mengatakan proyek tersebut akan jadi hambatan lain bagi rakyat Palestina yang menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negaranya kelak.
Jalan "The American Road" akan menghubungkan permukiman umat Yahudi di Tepi Barat yang diduduki Israel dengan wilayah utara dan selatan Yerusalem. Bagian pusat dan selatan jalan telah masuk tahap pembangunan, sementara tender untuk bagian utara akan diumumkan akhir 2020, demikian keterangan dari seorang pejabat di wilayah Yerusalem yang menolak disebut namanya.
Proyek pembangunan bagian utara jalan "dirancang menelan biaya 187 juta dolar AS (sekitar Rp2,67 triliun)", terang sumber yang sama.
Total biaya pembangunan jalan, yang membentang di sepanjang atau dekat lingkar luar Yerusalem Timur, diprediksi mencapai lebih dari seperempat miliar dolar AS (sekitar Rp3,56 triliun).
Israel menduduki paksa/menganeksasi Yerusalem Timur setelah merebut daerah tersebut, Tepi Barat, dan Jalur Gaza, saat perang pada 1967. Namun, komunitas internasional belum mengakui kekuasaan Israel di Yerusalem Timur.
Pembangunan jalan itu dimulai saat Pemerintah Israel berencana memulai rapat mengenai pendudukan paksa di Tepi Barat mulai 1 Juli. Langkah itu merupakan bagian dari janji politik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu saat mencalonkan diri pada pemilihan umum. Ia berjanji akan menganeksasi permukiman Yahudi di Tepi barat.
Namun, rencana itu menerima banyak kritik dari masyarakat internasional.
Perundingan damai antara Israel dan rakyat Palestina pun gagal dan berakhir pada 2014.
Beberapa pejabat Israel mengatakan jalan itu, di antaranya termasuk terowongan sepanjang 1,6 kilometer (satu mil) di wilayah timur Gunung Olives, akan mengurai kemacetan bagi rakyat Israel dan Palestina yang tinggal di daerah tersebut.
"Jalan itu tidak menyatukan permukiman penduduk. Ini bukan tentang menyatukan perbatasan atau garis wilayah," kata Wakil Wali Kota Yerusalem, Arieh King.
King merupakan tokoh penting yang mendukung para pendatang (warga Israel) di Tepi Barat.
"Jalan itu akan menghubungkan mereka tiap harinya -- mungkin dari aktivitas pendidikan, wisata, atau dagang. Praktiknya nanti, masyarakat metropolis yang besar pun akan terbentuk di Yerusalem," terang King.
Namun, rakyat Palestina mengatakan jalan baru itu hanya akan menguntungkan para penghuni (warga Israel) , tetapi menghambat rencana Palestina menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara.
Palestina menghendaki wilayah Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur sebagai bagian dari negaranya.
"Proyek ini memutus akses pemukiman Palestina dari satu kota ke daerah lain," kata Menteri Palestina untuk Urusan Yerusalem, Fadi Al-Hidmi, via surat elektronik.
Al-Hidmi mengatakan "The American Road" merupakan bagian dari proyek pembangunan jalan "ilegal". Jalur itu mengelilingi wilayah Yerusalem Timur yang saat ini diduduki Israel dan jalan itu akan menghubungkan pemukiman warga Israel.
Namun di balik itu, jalur baru tersebut akan menjauhkan wilayah ibu kota Palestina dari daerah lainnya di Tepi Barat.
Permukiman warga Israel di Tepi Barat dibangun oleh pemerintah di atas lahan yang direbut pada perang 1967. Lebih dari 400.000 warga Israel tinggal di Tepi Barat dan 200.000 lainnya tinggal di Yerusalem Timur.
Warga Palestina mengatakan permukiman itu membuat rencana mereka membentuk sebuah negara sulit terwujud. Sebagian besar negara-negara di dunia meyakini langkah Israel itu merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional.
Namun, Israel bersikeras membangun permukiman di Tepi Barat karena alasan keamanan, sejarah, dan alasan religius, yang membuat warganya seolah-olah terikat dengan lahan tersebut.
King mengatakan jalanan dapat menjadi "koridor penting" yang menghubungkan kompleks perumahan di Gush Etzion di wilayah selatan Tepi Barat, permukiman di Har Homa si wilayah selatan pusat kota, dengan daerah timur dan utara Yerusalem, di antaranya termasuk Maale Adumim.
Maale Adumim saat ini dihuni oleh 40.000 penduduk.
Penduduk Arab di Yerusalem Timur, misalnya di Umm Tuba dan Sur Baher, juga akan diuntungkan dengan pembangunan jalan, kata KIng. Pasalnya, jalan baru akan mengurangi waktu tempuh saat bepergian.
Kementerian Perhubungan Israel tidak bersedia menjawab pertanyaan dan mengarahkannya ke kantor wilayah Yerusalem.
Daniel Seidemann, seorang pengacara asal Israel yang mewakili beberapa keluarga di Palestina, korban pembangunan jalan, mengatakan proyek itu sejalan dengan strategi Israel untuk menduduki paksa suatu wilayah. Ia menyebut Israel kerap menggunakan proyek-proyek infrastruktur untuk "menganeksasi secara de facto" Yerusalem Timur.
"Yang kita lihat saat ini, lagi-lagi, upaya penyatuan wilayah utara Tepi Barat, Yerusalem Timur, di bawah kekuasaan Israel, dan wilayah selatan Tepi Barat untuk kepentingan para penduduk," kata Seidemann. Pengacara itu juga banyak mengetahui isu geopolitik di Yerusalem.
"Ini adalah motivasi (Israel), dan fakta bahwa ini akan menguntungkan warga Palestina, itu hanya dampak tak sengaja, tapi tak akan lebih dari itu," terang dia.
Dokumen perencanaan jalan menunjukkan Israel akan membangun jalur baru sepanjang lebih dari delapan kilometer (lima mil). Puluhan warga Palestina yang tinggal di sepanjang jalan "The American Road" akan tersudut, mengingat jalan itu dirancang untuk kepentingan para penghuni (warga Israel).
The American Road mulai terlihat membentang sepanjang empat kilometer dari pusat kota. Nama jalan itu diambil dari sebutan jalur lama di Yerusalem Tenggara. Di lokasi pembangunan, jembatan besar terlihat dibangun di lembah terpencil.
Bangunan berwarna abu-abu, yang tidak dapat terlihat dari luar lembah, juga ikut tampak, sementara itu, tiang-tiang menjulang di atas tanah pedesaan.
Di lokasi itu, suara mesin pencampur semen terdengar dari ke permukiman warga Palestina di Sur Baher dan Jabal al-Mukabar sampai ke struktur bangunan sepanjang 230 meter itu.
Beberapa papan iklan yang terpasang menunjukkan pembangunan jalan rencananya selesai pada Agustus 2021, khususnya untuk wilayah dekat Har Homa.
Har Homa merupakan permukiman yang dibangun oleh Netanyahu pada 1990-an. Wilayah itu menghadap kota Bethlehem di Palestina.
"Kami pernah tinggal di surga, dan sekarang kami akan hidup di bawah jalan raya," kata Khader Attoun, yang rumahnya menghadap jembatan.
"Israel ingin mengusir kami dari tanah kami dan mengurung kami di rumah-rumah mungil kami, (semua itu) agar para penghuni Israel dapat mengendarai mobilnya di jalan yang dibangun di atas tanah lembah para leluhur," kata Attoun.
Sumber: Reuters
Namun, kelompok oposisi mengatakan proyek tersebut akan jadi hambatan lain bagi rakyat Palestina yang menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negaranya kelak.
Jalan "The American Road" akan menghubungkan permukiman umat Yahudi di Tepi Barat yang diduduki Israel dengan wilayah utara dan selatan Yerusalem. Bagian pusat dan selatan jalan telah masuk tahap pembangunan, sementara tender untuk bagian utara akan diumumkan akhir 2020, demikian keterangan dari seorang pejabat di wilayah Yerusalem yang menolak disebut namanya.
Proyek pembangunan bagian utara jalan "dirancang menelan biaya 187 juta dolar AS (sekitar Rp2,67 triliun)", terang sumber yang sama.
Total biaya pembangunan jalan, yang membentang di sepanjang atau dekat lingkar luar Yerusalem Timur, diprediksi mencapai lebih dari seperempat miliar dolar AS (sekitar Rp3,56 triliun).
Israel menduduki paksa/menganeksasi Yerusalem Timur setelah merebut daerah tersebut, Tepi Barat, dan Jalur Gaza, saat perang pada 1967. Namun, komunitas internasional belum mengakui kekuasaan Israel di Yerusalem Timur.
Pembangunan jalan itu dimulai saat Pemerintah Israel berencana memulai rapat mengenai pendudukan paksa di Tepi Barat mulai 1 Juli. Langkah itu merupakan bagian dari janji politik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu saat mencalonkan diri pada pemilihan umum. Ia berjanji akan menganeksasi permukiman Yahudi di Tepi barat.
Namun, rencana itu menerima banyak kritik dari masyarakat internasional.
Perundingan damai antara Israel dan rakyat Palestina pun gagal dan berakhir pada 2014.
Beberapa pejabat Israel mengatakan jalan itu, di antaranya termasuk terowongan sepanjang 1,6 kilometer (satu mil) di wilayah timur Gunung Olives, akan mengurai kemacetan bagi rakyat Israel dan Palestina yang tinggal di daerah tersebut.
"Jalan itu tidak menyatukan permukiman penduduk. Ini bukan tentang menyatukan perbatasan atau garis wilayah," kata Wakil Wali Kota Yerusalem, Arieh King.
King merupakan tokoh penting yang mendukung para pendatang (warga Israel) di Tepi Barat.
"Jalan itu akan menghubungkan mereka tiap harinya -- mungkin dari aktivitas pendidikan, wisata, atau dagang. Praktiknya nanti, masyarakat metropolis yang besar pun akan terbentuk di Yerusalem," terang King.
Namun, rakyat Palestina mengatakan jalan baru itu hanya akan menguntungkan para penghuni (warga Israel) , tetapi menghambat rencana Palestina menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara.
Palestina menghendaki wilayah Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur sebagai bagian dari negaranya.
"Proyek ini memutus akses pemukiman Palestina dari satu kota ke daerah lain," kata Menteri Palestina untuk Urusan Yerusalem, Fadi Al-Hidmi, via surat elektronik.
Al-Hidmi mengatakan "The American Road" merupakan bagian dari proyek pembangunan jalan "ilegal". Jalur itu mengelilingi wilayah Yerusalem Timur yang saat ini diduduki Israel dan jalan itu akan menghubungkan pemukiman warga Israel.
Namun di balik itu, jalur baru tersebut akan menjauhkan wilayah ibu kota Palestina dari daerah lainnya di Tepi Barat.
Permukiman warga Israel di Tepi Barat dibangun oleh pemerintah di atas lahan yang direbut pada perang 1967. Lebih dari 400.000 warga Israel tinggal di Tepi Barat dan 200.000 lainnya tinggal di Yerusalem Timur.
Warga Palestina mengatakan permukiman itu membuat rencana mereka membentuk sebuah negara sulit terwujud. Sebagian besar negara-negara di dunia meyakini langkah Israel itu merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional.
Namun, Israel bersikeras membangun permukiman di Tepi Barat karena alasan keamanan, sejarah, dan alasan religius, yang membuat warganya seolah-olah terikat dengan lahan tersebut.
King mengatakan jalanan dapat menjadi "koridor penting" yang menghubungkan kompleks perumahan di Gush Etzion di wilayah selatan Tepi Barat, permukiman di Har Homa si wilayah selatan pusat kota, dengan daerah timur dan utara Yerusalem, di antaranya termasuk Maale Adumim.
Maale Adumim saat ini dihuni oleh 40.000 penduduk.
Penduduk Arab di Yerusalem Timur, misalnya di Umm Tuba dan Sur Baher, juga akan diuntungkan dengan pembangunan jalan, kata KIng. Pasalnya, jalan baru akan mengurangi waktu tempuh saat bepergian.
Kementerian Perhubungan Israel tidak bersedia menjawab pertanyaan dan mengarahkannya ke kantor wilayah Yerusalem.
Daniel Seidemann, seorang pengacara asal Israel yang mewakili beberapa keluarga di Palestina, korban pembangunan jalan, mengatakan proyek itu sejalan dengan strategi Israel untuk menduduki paksa suatu wilayah. Ia menyebut Israel kerap menggunakan proyek-proyek infrastruktur untuk "menganeksasi secara de facto" Yerusalem Timur.
"Yang kita lihat saat ini, lagi-lagi, upaya penyatuan wilayah utara Tepi Barat, Yerusalem Timur, di bawah kekuasaan Israel, dan wilayah selatan Tepi Barat untuk kepentingan para penduduk," kata Seidemann. Pengacara itu juga banyak mengetahui isu geopolitik di Yerusalem.
"Ini adalah motivasi (Israel), dan fakta bahwa ini akan menguntungkan warga Palestina, itu hanya dampak tak sengaja, tapi tak akan lebih dari itu," terang dia.
Dokumen perencanaan jalan menunjukkan Israel akan membangun jalur baru sepanjang lebih dari delapan kilometer (lima mil). Puluhan warga Palestina yang tinggal di sepanjang jalan "The American Road" akan tersudut, mengingat jalan itu dirancang untuk kepentingan para penghuni (warga Israel).
The American Road mulai terlihat membentang sepanjang empat kilometer dari pusat kota. Nama jalan itu diambil dari sebutan jalur lama di Yerusalem Tenggara. Di lokasi pembangunan, jembatan besar terlihat dibangun di lembah terpencil.
Bangunan berwarna abu-abu, yang tidak dapat terlihat dari luar lembah, juga ikut tampak, sementara itu, tiang-tiang menjulang di atas tanah pedesaan.
Di lokasi itu, suara mesin pencampur semen terdengar dari ke permukiman warga Palestina di Sur Baher dan Jabal al-Mukabar sampai ke struktur bangunan sepanjang 230 meter itu.
Beberapa papan iklan yang terpasang menunjukkan pembangunan jalan rencananya selesai pada Agustus 2021, khususnya untuk wilayah dekat Har Homa.
Har Homa merupakan permukiman yang dibangun oleh Netanyahu pada 1990-an. Wilayah itu menghadap kota Bethlehem di Palestina.
"Kami pernah tinggal di surga, dan sekarang kami akan hidup di bawah jalan raya," kata Khader Attoun, yang rumahnya menghadap jembatan.
"Israel ingin mengusir kami dari tanah kami dan mengurung kami di rumah-rumah mungil kami, (semua itu) agar para penghuni Israel dapat mengendarai mobilnya di jalan yang dibangun di atas tanah lembah para leluhur," kata Attoun.
Sumber: Reuters