Bandar Lampung (ANTARA) - Sulastri Oktavia salah seorang pelaku UMKM batik Lampung kembangkan batik pewarna alami dengan bahan kulit jengkol sebagai batik khas Lampung.

"Semua batik yang saya produksi menggunakan bahan pewarna alami yang berasal dari berbagai daun, kayu mahoni, ataupun kulit buah tertentu, tetapi yang menjadi prioritas adalah kulit jengkol, " ujar salah seorang pelaku UMKM Batik Lampung, Sulastri Oktavia, di Bandarlampung, Jumat.

Menurutnya, pemanfaatan kulit jengkol sebagai bahan pewarna batik dipilih sebab Lampung kaya akan jengkol serta banyaknya limbah jengkol yang ia temukan di sekitar rumah.

"Selain ingin menjaga lingkungan, penggunaan pewarna alami pada batik juga terinspirasi setelah melihat banyaknya limbah jengkol di sekitar rumah saudara yang sampai berkarung-karung, " katanya.

Batik tulis dengan pewarna alam selain di gunakan sebagai salah satu bentuk kampanye kelestarian lingkungan juga sebagai salah satu bentuk menjaga kelestarian budaya.

"Selain supaya ramah lingkungan, batik tulis dengan pewarna alami ini juga merupakan jadi salah satu bentuk komitmen saya untuk menjaga budaya Lampung melalui motif yang tertuang di kain yang tetap memperkenalkan motif siger, gajah, biji kopi, gunung Krakatau, " ujarnya.

Ia menjelaskan, satu kain batik tulis dengan pewarna kulit jengkol, ia produksi empat hingga lima helai setiap bulannya.

"Ini pembuatannya di rebus selama lima jam dengan menggunakan kayu bakar agar warna lebih pekat, sehingga lamanya proses produksi saat ini baru berkisar empat hingga lima lembar kain yang di produksi setiap bulannya, dengan manfaatkan media sosial sebagai media promosi," ujarnya.

Menurut dia, dengan mengunakan pewarna alami serta pembuatannya dengan teknik cating, harga per lembar kain batik sedikit lebih mahal dibandingkan dengan batik pewarna sintetis ataupun batik cap.

"Satu lembar batik pewarna alami saya bandrol dengan harga Rp500.000 hingga Rp800.000 per lembar, harganya lebih mahal di banding dengan batik pewarna sintetis, ataupun batik cap, sebab proses produksi serta pewarnaan yang di lakukan jauh lebih lama dan rumit dibanding batik biasa, " katanya.
 

Baca juga: Batik kian diminati di Rusia


Pewarta : Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor : Agus Wira Sukarta
Copyright © ANTARA 2024