Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Banda Aceh sebagai salah satu daerah yang luluhlantak akibat gempa bumi dan gelombang tsunami 15 tahun silam, sepakat berbagi pengelolaan kawasan wisata heritage (warisan) dengan Pemko Sawahlunto, Sumatera Barat (Sumbar).
"Kami siap menjalin kerja sama, dan saling berbagi 'best practice' dengan Sawahlunto demi kemajuan kedua kota pada masa mendatang," ujar Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman di Banda Aceh, Senin.
Hal itu diungkapkan Wali Kota Banda Aceh terkait kunjungan kerja Wakil Wali Kota Sawahlunto, Zohirin Sayuti yang datang bersama tiga orang anggota Komisi II DPRD Sawahlunto pekan lalu atau tepatnya Jumat (24/1).
Baca juga: Menurut Asita, industri pariwisata halal telah lama berjalan di Aceh
Aminullah menjelaskan, sebagai ibu kota Provinsi Aceh yang dijuluki "Kota Serambi Mekkah" menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial, dan budaya tak berarti apa-apa ketika bencana gempa bumi dan gelombang tsunami terjadi akhir Desember tahun 2004.
Banda Aceh juga tercatat sebagai kota Islam tertua pada kawasan negara-negara di Asia Tenggara, dan merupakan ibu kota dari Kesultanan Aceh Darussalam yang berdiri pada abad ke-14.
"Destinasi atau objek destinasi 'heritage' mulai dari zaman kerajaan, Hindia Belanda, hingga pascatsunami, dan merupakan salah satu nilai jual Banda Aceh yang tak dimiliki daerah lain," terang dia.
"Pascabencana maha dahsyat 2004, donasi dari seluruh negara di dunia sangat besar untuk Banda Aceh. Dan pembenahan serta pengelolaan kawasan 'heritage' menjadi 'concern' kita, yang sekarang turut kita kuatkan qanun (peraturan daerah) kawasan heritage," jelas Aminullah.
Wakil Wali Kota Sawahlunto, Zohirin pekan lalu mengatakan, kehadiran pihaknya untuk mempelajari kebangkitan Banda Aceh pasca-tsunami, khususnya pengelolaan kawasan heritage.
"Apalagi pada Juli 2019 Kota Sawahlunto telah dinobatkan sebagai warisan dunia oleh Unesco, karena sejarah pertambangan batu bara yang pernah menjadi tulang punggung ekonomi Sumatera Barat," ungkapnya.
Baca juga: Pemprov Aceh-Pemkab Aceh Besar diminta promosikan pariwisata Pulau Nasi
Menurutnya, seiring dengan berakhirnya era keemasan diindustri tambang, Sawahlunto hampir menjadi kota mati. "Pernah terjadi eksodus penduduk besar-besaran dan pertumbuhan ekonomi sempat menyentuh level minus enam," kata dia.
Namun kondisi mulai membaik tatkala memasuki tahun 2001 lewat Sawahlunto mencanangkan visi kota wisata tambang pada 2020.
"Dan Alhamdulilah, pengakuan dari Unesco mampu kita raih tahun lalu. Untuk itu kami ingin belajar banyak dari Banda Aceh yang terkenal akan wisata 'heritage-nya'," tegas Wakil Wali Kota Zohirin.
"Kami siap menjalin kerja sama, dan saling berbagi 'best practice' dengan Sawahlunto demi kemajuan kedua kota pada masa mendatang," ujar Wali Kota Banda Aceh, Aminullah Usman di Banda Aceh, Senin.
Hal itu diungkapkan Wali Kota Banda Aceh terkait kunjungan kerja Wakil Wali Kota Sawahlunto, Zohirin Sayuti yang datang bersama tiga orang anggota Komisi II DPRD Sawahlunto pekan lalu atau tepatnya Jumat (24/1).
Baca juga: Menurut Asita, industri pariwisata halal telah lama berjalan di Aceh
Aminullah menjelaskan, sebagai ibu kota Provinsi Aceh yang dijuluki "Kota Serambi Mekkah" menjadi pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial, dan budaya tak berarti apa-apa ketika bencana gempa bumi dan gelombang tsunami terjadi akhir Desember tahun 2004.
Banda Aceh juga tercatat sebagai kota Islam tertua pada kawasan negara-negara di Asia Tenggara, dan merupakan ibu kota dari Kesultanan Aceh Darussalam yang berdiri pada abad ke-14.
"Destinasi atau objek destinasi 'heritage' mulai dari zaman kerajaan, Hindia Belanda, hingga pascatsunami, dan merupakan salah satu nilai jual Banda Aceh yang tak dimiliki daerah lain," terang dia.
"Pascabencana maha dahsyat 2004, donasi dari seluruh negara di dunia sangat besar untuk Banda Aceh. Dan pembenahan serta pengelolaan kawasan 'heritage' menjadi 'concern' kita, yang sekarang turut kita kuatkan qanun (peraturan daerah) kawasan heritage," jelas Aminullah.
Wakil Wali Kota Sawahlunto, Zohirin pekan lalu mengatakan, kehadiran pihaknya untuk mempelajari kebangkitan Banda Aceh pasca-tsunami, khususnya pengelolaan kawasan heritage.
"Apalagi pada Juli 2019 Kota Sawahlunto telah dinobatkan sebagai warisan dunia oleh Unesco, karena sejarah pertambangan batu bara yang pernah menjadi tulang punggung ekonomi Sumatera Barat," ungkapnya.
Baca juga: Pemprov Aceh-Pemkab Aceh Besar diminta promosikan pariwisata Pulau Nasi
Menurutnya, seiring dengan berakhirnya era keemasan diindustri tambang, Sawahlunto hampir menjadi kota mati. "Pernah terjadi eksodus penduduk besar-besaran dan pertumbuhan ekonomi sempat menyentuh level minus enam," kata dia.
Namun kondisi mulai membaik tatkala memasuki tahun 2001 lewat Sawahlunto mencanangkan visi kota wisata tambang pada 2020.
"Dan Alhamdulilah, pengakuan dari Unesco mampu kita raih tahun lalu. Untuk itu kami ingin belajar banyak dari Banda Aceh yang terkenal akan wisata 'heritage-nya'," tegas Wakil Wali Kota Zohirin.