Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) memproyeksikan kebutuhan investasi pada 2020-2024 mencapai Rp35.428 triliun untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar enam persen.
"Pemerintah dengan target yang cukup besar, untuk pembiayaan saya pikir skema pembiayaan yang relatif baru dan bersifat alternatif," kata Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan Kementerian PPN/Bappenas Velix Vernando Wanggai di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pemerintah mendorong skema pembiayaan beragam bisa datang dari pihak swasta, kerja sama pemerintah dan badan usaha, BUMN/BUMD hingga menggunakan APBN.
Dalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Kementerian PPN/Bappenas menyebutkan dari total kebutuhan investasi itu pemerintah dan BUMN akan menyumbang masing-masing sebesar 9,4 persen dan 8,8 persen.
Sedangkan sisanya akan dipenuhi oleh masyarakat dan swasta.
Pembiayaan kebutuhan investasi pada 2020-2024 diupayakan dengan pendalaman sektor keuangan baik bank maupun nonbank di antaranya melalui peningkatan inklusi keuangan.
Selain itu, perluasan inovasi produk keuangan, pengembangan infrastruktur sektor jasa keuangan dan optimalisasi alternatif pembiayaan.
Kementerian PPN/Bappenas memproyeksi pertumbuhan ekonomi RI rata-rata mencapai 6 persen dalam rancangan RPJMN 2020-2024.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto menjelaskan strategi mencapai pertumbuhan enam persen itu di antaranya mendorong pertumbuhan tinggi investasi khususnya sektor manufaktur.
Baca juga: BI perkirakan neraca pembayaran 2019 surplus 1,5 miliar dolar
Sektor manufaktur, kata dia, karena memiliki nilai tambah yang tinggi dan hilirisasi masih potensial digarap dengan mengupayakan teknologi tinggi dan investasi yang besar.
Strategi lain, lanjut dia, memperbaiki iklim investasi melalui penyederhanaan regulasi dan prosedur investasi terutama di daerah.
Selain itu, pemilihan lokasi yang difokuskan di kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK).
Sementara itu, untuk mendorong stimulus bagi ekonomi RI, kebijakan fiskal akan diarahkan lebih longgar dan kebijakan yang pro investasi khususnya manufaktur.
Untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan, lanjut dia, pemerintah akan menggenjot sektor pariwisata karena mendatangkan devisa bagi negara.
Selain itu, pemerintah mengembangkan produk yang menggantikan produk impor.
Dari sisi produksi, pemetintah akan mendorong industrialiasi dengan mengembangkan inovasi dan transfer teknologi untuk menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat ekonomi domestik.
Baca juga: BI proyeksi defisit transaksi berjalan 2019 capai 2,7 persen PDB
"Pemerintah dengan target yang cukup besar, untuk pembiayaan saya pikir skema pembiayaan yang relatif baru dan bersifat alternatif," kata Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi, dan Perdesaan Kementerian PPN/Bappenas Velix Vernando Wanggai di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pemerintah mendorong skema pembiayaan beragam bisa datang dari pihak swasta, kerja sama pemerintah dan badan usaha, BUMN/BUMD hingga menggunakan APBN.
Dalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Kementerian PPN/Bappenas menyebutkan dari total kebutuhan investasi itu pemerintah dan BUMN akan menyumbang masing-masing sebesar 9,4 persen dan 8,8 persen.
Sedangkan sisanya akan dipenuhi oleh masyarakat dan swasta.
Pembiayaan kebutuhan investasi pada 2020-2024 diupayakan dengan pendalaman sektor keuangan baik bank maupun nonbank di antaranya melalui peningkatan inklusi keuangan.
Selain itu, perluasan inovasi produk keuangan, pengembangan infrastruktur sektor jasa keuangan dan optimalisasi alternatif pembiayaan.
Kementerian PPN/Bappenas memproyeksi pertumbuhan ekonomi RI rata-rata mencapai 6 persen dalam rancangan RPJMN 2020-2024.
Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto menjelaskan strategi mencapai pertumbuhan enam persen itu di antaranya mendorong pertumbuhan tinggi investasi khususnya sektor manufaktur.
Baca juga: BI perkirakan neraca pembayaran 2019 surplus 1,5 miliar dolar
Sektor manufaktur, kata dia, karena memiliki nilai tambah yang tinggi dan hilirisasi masih potensial digarap dengan mengupayakan teknologi tinggi dan investasi yang besar.
Strategi lain, lanjut dia, memperbaiki iklim investasi melalui penyederhanaan regulasi dan prosedur investasi terutama di daerah.
Selain itu, pemilihan lokasi yang difokuskan di kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK).
Sementara itu, untuk mendorong stimulus bagi ekonomi RI, kebijakan fiskal akan diarahkan lebih longgar dan kebijakan yang pro investasi khususnya manufaktur.
Untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan, lanjut dia, pemerintah akan menggenjot sektor pariwisata karena mendatangkan devisa bagi negara.
Selain itu, pemerintah mengembangkan produk yang menggantikan produk impor.
Dari sisi produksi, pemetintah akan mendorong industrialiasi dengan mengembangkan inovasi dan transfer teknologi untuk menciptakan lapangan kerja baru dan memperkuat ekonomi domestik.
Baca juga: BI proyeksi defisit transaksi berjalan 2019 capai 2,7 persen PDB