Jakarta (ANTARA) - Modal asing yang masuk pasar keuangan Indonesia makin besar dan telah mencapai Rp217,04 triliun sejak awal tahun hingga 31 Oktober 2019.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, masih tingginya aliran modal asing yang masuk menunjukkan kepercayaan dan respons positif terhadap tata kelola perekonomian Indonesia.
Dia mengatakan bahwa tingginya modal asing yang masuk ini juga menunjukkan keyakinan investor terhadap kepemimpinan pemerintahan di Indonesia, termasuk pada figur menteri yang mengisi Kabinet Indonesia Maju selama lima tahun ke depan.
"Ini menunjukkan kepercayaan terhadap prospek ekonomi Indonesia, terhadap kebijakan Indonesia, dan juga tentu saja dengan kepemimpinan di Indonesia, dari Presiden, Menteri-Menteri dan kami semua," katanya.
Secara rinci, selama tahun kalender berjalan, aliran modal masuk melalui obligasi pemerintah sebesar Rp165,2 triliun. Kemudian, Rp49,9 triliun melalui pasar saham dan obligasi korporasi Rp2,06 triliun.
Dalam sepekan terakhir atau 24-31 Oktober 2019 aliran modal asing yang masuk ke Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp4,45 triliun. Namun, dalam pekan ini, Perry mengakui investor justru menarik modalnya keluar dari pasar saham sebesar Rp190 miliar.
Meski ada dana keluar dari instrumen saham, Perry meyakini ke depan aliran modal masuk akan jauh lebih tinggi. Besarnya modal asing yang masuk itu, kata Perry, bakal membuat nilai tukar rupiah relatif stabil.
"Mekanisme pasar berkembang secara baik menangani pasokan dan demand (permintaan)," katanya.
Perry mengatakan penurunan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) alias Fed Fund Rate oleh The Federal Reserve (The Fed) sebesar 25 basis poin pada Kamis tak terlalu memengaruhi pergerakan mata uang rupiah. Perry menilai arah kebijakan The Fed ke depan adalah penurunan suku bunga acuan yang lebih kecil ke depan.
"Ini menunjukkan bahwa The Fed akan melakukan 'hawkish cut'," katanya.
Oleh karena itu pula, dia memberi sinyal ada peluang rupiah akan terus menguat hingga di bawah Rp14.000 per dolar AS. Musababnya, faktor dalam negeri seperti inflasi yang rendah, prospek ekonomi yang baik, serta kredibilitas dan kepercayaan pasar terhadap kebijakan berpengaruh terhadap rupiah.
Baca juga: BI : Tren globalisasi menyusut, digitalisasi yang melesat