London (ANTARA) - Menteri Komunikasi dan Informatika RI (Menkominfo) Rudiantara mengatakan, media massa, terutama media cetak, harus kembali dapat memenangkan kepercayaan publik, dan membedakan diri dari media sosial yang lebih bebas karena tidak diwajibkan untuk memenuhi aturan pers.
Rudiantara menyampaikan pernyataan sikap pemerintah Indonesia berkaitan dengan kebebasan pers dalam Konferensi Global tentang Kebebasan Media yang digelar di gedung Printworks, London selama dua hari 10 dan 11 Juli.
Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt dan Menteri Luar Negeri Kanada Chrystia Freeland menjadi tuan rumah konferensi yang membahas isu perlindungan jurnalis dan media di London yang diikuti 1.000 peserta, termasuk menteri dan pejabat pemerintah, komunitas diplomatik, lembaga internasional, jurnalis, masyarakat sipil, dan akademisi.
Dalam pernyataan sikap pemerintah Indonesia itu, Menteri Rudiantara mengakui akurasi, kedalaman, kemandirian, keseimbangan, masih merupakan kekuatan jual media massa dalam jangka panjang.
“Sayangnya, apa yang sering terjadi sekarang adalah bahwa pers secara stylistically (gaya bahasa) seperti media sosial, baik dalam gaya presentasi maupun kurangnya akurasi."
Mengutip survei Q3 Nielsen Consumer & Media 2017, Menteri Rudiantara mengakui berita andal dan berita utama yang menarik adalah dua hal yang membuat pembaca tetap memilih koran. Sedangkan untuk majalah atau tabloid, audiens menantikan artikel seperti kisah nyata dan informasi mode. Artinya, penonton media masih merindukan kehadiran sensasi yang agak kuno, ujarnya.
Dalam bisnis, media massa memang terganggu, seperti di bidang bisnis lainnya, karena itu juga harus mencari model bisnis.
“Belum banyak solusi yang muncul untuk masalah penurunan sirkulasi media cetak, meskipun bisnis ini menyangkut kehidupan banyak orang dan menjadi masalah yang terlihat di depan mata. Tidak ada yang mampu mengangkat tantangan menjadi peluang yang dicontohkan oleh star tup dan unicorn yang mampu mengatasi masalah sosial, ujarnya.
"Sungguh luar biasa jika bisnis media cetak dapat berinovasi untuk mengambil gaya 'start-up' dalam menghadapi gangguan bisnis media.
Menteri menekankan mengenai gangguan digital, yang paling penting bukanlah teknologinya, seperti yang dinyatakan Clayton M Christensen, pencetus teori gangguan: "Teknologi yang mengganggu harus disebut sebagai tantangan pemasaran, bukan satu teknologi ", tetapi sumber daya manusia dan kompetensi yang dapat menciptakan inovasi pemasaran.
Rudiantara percaya kerja sama yang kuat dan upaya kolaborasi menjadi modal utama kesuksesan dalam mengejar media yang bebas dan independen sebagai komponen penting dari demokrasi.
Sebelumnya Rudiantara tampil dalam diskusi panel yang berjudul Asia Region Study “Laws, Lies and Liberty the Landscape of Media Freedom in South East Asia.
Baca juga: Kebebasan media di wilayah Asia jadi sorotan
Baca juga: ANTARA dukung Dinas Kominfo menjaga NKRI dan menyatukan negeri