Bengkulu Selatan (Antaranews Lampung) - Kulit jengkol yang selama ini terbuang percuma ternyata bisa dijadikan pestisida alami untuk tanaman. Sejumlah pelajar yang tergabung dalam Science Club (SC) SMA Negeri 1 Kabupaten Bengkulu Selatan, Provinsi Bengkulu yang menciptakan pestisida alami tersebut.
Mohammad Zaky Nugraha, salah satu penemu pestisida organik, menuturkan proses pembuatan pestisida ini terbilang sederhana. Kulit jengkol digiling halus, setelah itu dilakukan fermentasi selama sepuluh hari untuk mengaktifkan zat organik yang terdapat pada kulit buah yang bernama latin Archidendron pauciflorum tersebut.
"Olahan tiga kilogram kulit jengkol dapat menghasilkan 48 liter pestisida alami yang baik untuk pertumbuhan tanaman dan kesehatan manusia," katanya, Senin.
Dia menjelaskan kulit jengkol memiliki empat senyawa yang baik bagi pertumbuhan tanaman, yaitu zat tanin yang berfungsi sebagai anti serangga, asam fenolat untuk mengatasi gulma, asam steroit sebagai senyawa penyubur tanah dan asam jengkolat yang bertugas membasmi hama dan penyakit.
"Pestisida berbahan kulit jengkol ini dapat menjadi herbisida dan insektisida alami yang ramah terhadap lingkungan dan kesehatan manusia," ucapnya.
Zaky mengatakan, Dinas Pertanian setempat pernah mengapresiasi inovasi kreatif tersebut. Mereka juga pernah mengikuti lomba karya ilmiah remaja dan berhasil menyabet juara.
"Kami sudah mengujicoba pestisida ini pada tanaman cabai, ternyata hasilnya mengesankan. Tanaman menjadi lebih subur, resisten terhadap hama meningkat dan jumlah produksinya bertambah," ujarnya.
Guru Pembimbing Science Club SMA Negeri 1 Kabupaten Bengkulu Selatan Fenty Suryerny menuturkan ide dasar pembuatan pestisida nabati ini karena siswa perihatin terhadap kulit jengkol yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Selain itu, mayoritas pekerjaan masyarakat di Bengkulu Selatan adalah petani, sehingga para siswa terpicu mencari formula pestisida yang ramah lingkungan.
"Di sekolah, saya mengajar biologi. Untuk mendapatkan nilai pada mata pelajaran itu, siswa dituntut harus membuat karya tulis ilmiah. Tujuannya untuk merangsang keingintahuan mereka terhadap ilmu pengetahuan, sekaligus meningkatkan minat riset generasi muda," tutur Fenty.
Lebih lanjut, dia berharap produk pestisida organik hasil penelitian ilmiah pelajarnya ini dapat menjadi inspirasi masyarakat agar menjaga keberlangsungan lingkungan dalam dunia usaha pertanian.
Mohammad Zaky Nugraha, salah satu penemu pestisida organik, menuturkan proses pembuatan pestisida ini terbilang sederhana. Kulit jengkol digiling halus, setelah itu dilakukan fermentasi selama sepuluh hari untuk mengaktifkan zat organik yang terdapat pada kulit buah yang bernama latin Archidendron pauciflorum tersebut.
"Olahan tiga kilogram kulit jengkol dapat menghasilkan 48 liter pestisida alami yang baik untuk pertumbuhan tanaman dan kesehatan manusia," katanya, Senin.
Dia menjelaskan kulit jengkol memiliki empat senyawa yang baik bagi pertumbuhan tanaman, yaitu zat tanin yang berfungsi sebagai anti serangga, asam fenolat untuk mengatasi gulma, asam steroit sebagai senyawa penyubur tanah dan asam jengkolat yang bertugas membasmi hama dan penyakit.
"Pestisida berbahan kulit jengkol ini dapat menjadi herbisida dan insektisida alami yang ramah terhadap lingkungan dan kesehatan manusia," ucapnya.
Zaky mengatakan, Dinas Pertanian setempat pernah mengapresiasi inovasi kreatif tersebut. Mereka juga pernah mengikuti lomba karya ilmiah remaja dan berhasil menyabet juara.
"Kami sudah mengujicoba pestisida ini pada tanaman cabai, ternyata hasilnya mengesankan. Tanaman menjadi lebih subur, resisten terhadap hama meningkat dan jumlah produksinya bertambah," ujarnya.
Guru Pembimbing Science Club SMA Negeri 1 Kabupaten Bengkulu Selatan Fenty Suryerny menuturkan ide dasar pembuatan pestisida nabati ini karena siswa perihatin terhadap kulit jengkol yang tidak dimanfaatkan oleh masyarakat.
Selain itu, mayoritas pekerjaan masyarakat di Bengkulu Selatan adalah petani, sehingga para siswa terpicu mencari formula pestisida yang ramah lingkungan.
"Di sekolah, saya mengajar biologi. Untuk mendapatkan nilai pada mata pelajaran itu, siswa dituntut harus membuat karya tulis ilmiah. Tujuannya untuk merangsang keingintahuan mereka terhadap ilmu pengetahuan, sekaligus meningkatkan minat riset generasi muda," tutur Fenty.
Lebih lanjut, dia berharap produk pestisida organik hasil penelitian ilmiah pelajarnya ini dapat menjadi inspirasi masyarakat agar menjaga keberlangsungan lingkungan dalam dunia usaha pertanian.