Bandarlampung (ANTARA Lampung) - Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Lampung Marzuki Yazid menyatakan pemerintah daerah belum tentu mengikuti instruksi presiden (inpres) tentang mempermudah perizinan bagi kapal nelayan di bawah 10 GT.
"Belum tentu semua akan mengikuti inpres tersebut sebab pemerintah daerah akan kehilangan pendapatan asli daerah," kata dia di Bandarlampung, Jumat.
Ia mengatakan, seharusnya menteri menuangkan ini ke peraturan presiden (perpres) agar lebih kuat sehingga akan diikuti oleh pemerintah pusat.
Jika hanya inpres, pemerintah daerah tidak akan mengikutinya karena permasalahan ini berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
"Yang di bawah lima GT saja sulit terwujud itu dasarnya masuk dalam perlindungan nelayan," kata dia.
Ia melanjutkan, padahal kapal nelayan di bawah 10 GT masih mengurus perizinan tangkap di instansi terkait.
Menurut dia, minimal pemerintah harus mengeluarkan perpres agar nelayan kecil tidak perlu lagi mengurus izin dan pemda tunduk pada aturan yang telah ditetapkan tersebut.
"Karena banyak daerah tidak mau mendengar, jadi presiden harus membuat perpres untuk membebaskan kapal di bawah 10 GT untuk tidak perlu lagi izin," kata dia.
Ia melanjutkan total kapal nelayan yang dimiliki mayoritas 70 persen di bawah lima GT, 25 persen di bawah 10 GT, lainnya baru di atas 10 GT.
Selama ini, nelayan sudah terkendala perizinan retribusi saat mengurus sangat memberatkan sehingga diputuskan untuk tidak mengurus izin.
"Tidak ada izin, itu yang menjadikan nelayan bulan-bulanan aparat di laut dalam proses penegakan hukum," kata dia,
Menurut dia, masih banyak nelayan yang belum mendapat jaminan perlindungan hukum dari negara.
"Nelayan kita pintar dan sanggup operasikan kapal di atas 60 GT tapi kapalnya belum pernah dipercayakan pemerintah pada nelayan. Koordinasi antarlingkungan baik dari pemerintah daerah dan pemerintah provinsi saja belum ada," kata dia.
Ia mengharapkan, pengurusan izin kapal nelayan bukan hanya dipermudah tetapi dalam mengurusnya harus cukup di satu gedung saja atau kantor satu atap.
"Pengurusan perizinan kapal nelayan sangat banyak surat-suratnya jadi kami minta kantor satu atap," kata dia. (Ant)
"Belum tentu semua akan mengikuti inpres tersebut sebab pemerintah daerah akan kehilangan pendapatan asli daerah," kata dia di Bandarlampung, Jumat.
Ia mengatakan, seharusnya menteri menuangkan ini ke peraturan presiden (perpres) agar lebih kuat sehingga akan diikuti oleh pemerintah pusat.
Jika hanya inpres, pemerintah daerah tidak akan mengikutinya karena permasalahan ini berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
"Yang di bawah lima GT saja sulit terwujud itu dasarnya masuk dalam perlindungan nelayan," kata dia.
Ia melanjutkan, padahal kapal nelayan di bawah 10 GT masih mengurus perizinan tangkap di instansi terkait.
Menurut dia, minimal pemerintah harus mengeluarkan perpres agar nelayan kecil tidak perlu lagi mengurus izin dan pemda tunduk pada aturan yang telah ditetapkan tersebut.
"Karena banyak daerah tidak mau mendengar, jadi presiden harus membuat perpres untuk membebaskan kapal di bawah 10 GT untuk tidak perlu lagi izin," kata dia.
Ia melanjutkan total kapal nelayan yang dimiliki mayoritas 70 persen di bawah lima GT, 25 persen di bawah 10 GT, lainnya baru di atas 10 GT.
Selama ini, nelayan sudah terkendala perizinan retribusi saat mengurus sangat memberatkan sehingga diputuskan untuk tidak mengurus izin.
"Tidak ada izin, itu yang menjadikan nelayan bulan-bulanan aparat di laut dalam proses penegakan hukum," kata dia,
Menurut dia, masih banyak nelayan yang belum mendapat jaminan perlindungan hukum dari negara.
"Nelayan kita pintar dan sanggup operasikan kapal di atas 60 GT tapi kapalnya belum pernah dipercayakan pemerintah pada nelayan. Koordinasi antarlingkungan baik dari pemerintah daerah dan pemerintah provinsi saja belum ada," kata dia.
Ia mengharapkan, pengurusan izin kapal nelayan bukan hanya dipermudah tetapi dalam mengurusnya harus cukup di satu gedung saja atau kantor satu atap.
"Pengurusan perizinan kapal nelayan sangat banyak surat-suratnya jadi kami minta kantor satu atap," kata dia. (Ant)