Bandarlampung (ANTARA LAMPUNG) - Penetapan Syamsul Arifin (51), mantan Ketua Asosiasi Kontraktor Listrik Indonesia (AKLI) Provinsi Lampung masuk Daftar Pencarian Orang kasus pencemaran nama baik oleh Polda Lampung dinilai tidak adil dan berlebihan, mengingat masih banyak perkara lain lebih penting seharusnya ditangani kepolisian.

"Kami menilai langkah Polda yang melakukan publikasi DPO atas perkara pencemaran nama baik itu satu kewajiban kepolisian, tapi hal itu merupakan sikap kepolisian yang terlalu berlebihan atas penetapan DPO atas Syamsul Airifn, terlebih untuk perkara yang jauh dari kepentingan publik," kata Ketua Lampung Police Watch (LPW) MD Rinzani, di Bandarlampung, Selasa (17/9).

Dia mengatakan, Syamsul Arifin itu hanya merugikan atau membahayakan untuk satu orang saja, padahal masih banyak perkara yang tersangkanya membahayakan orang banyak tapi tidak ada status DPO atau dilakukan eskpose.

Dia mengakui, supremasi hukum itu tidak melihat perkara, pasal atau akibat hukum yang ditimbulkan.

"Tapi, alangkah hebatnya Syamsul jika polisi harus melakukan konferensi pers hanya untuk mengumumkan DPO itu. Apa tidak ada perkara lain yang justru harus transparan dan diinformasikan ke publik," kata dia lagi.

Menurut dia, berdasarkan data yang dihimpun LPW dalam dua tahun terakhir, Polda Lampung belum daat menuntaskan sejumlah perkara besar bahkan tersangka korupsi pun masih dibiarkan bebas berkeliaran.

"Beberapa tunggakan kasus seperti korupsi Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Lampung dan juga penggrebekan BBM illegal, serta penimbunanan BBM bersubsidi yang hingga kini tidak jelas penanganan hukumnya," kata Rinzani pula.

Ia mengungkapkan pula, kasus paling menonjol adalah empat tersangka korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan, sudah tiga tahun ini tidak ada kejelasan untuk statusnya.

Padahal seharusnya Polda Lampung dapat lebih konsen dalam hal seperti itu, bukan masalah pencemaran nama baik yang tidak merugikan orang banyak, katanya.

Seharusnya, Polda Lampung saat ini lebih memfokuskan diri terhadap kasus pembegalan para pemilik kendaraan bermotor yang saat ini sedang marak di sejumlah kabupaten di Lampung, mengingat hal itu lebih penting karena telah mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat umum.

Dia mengingatkan, dalam semua perkara, seharusnya dapat transparan terlebih pada era keterbukaan publik, sehingga semua untuk kepentingan masyarakat harus dibuka secara penuh.

Jangan hanya hal kecil, Polda Lampung baru melakukan ekspose secara menyeluruh melalui media massa yang ada, ujar dia lagi.

"Pembegalan di Lampung sedang marak bahkan di ibu kota Provinsi Lampung di Bandarlampung saat ini sering terjadi pembegalan, polisi harus fokus terhadap hal tersebut," katanya lagi.

Polda Lampung telah menyatakan Syamsul Arifin yang juga berprofesi sebagai pengacara ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 9 September 2013 berdasarkan surat No. DPO/09/IX/2014/Ditreskrimsus.

Syamsul merupakan tersangka atas LP/84/II/2013/LPG/SPKT pada 12 Februari 2013 tentang tindak pidana informasi dan transaksi elektronik (ITE).

Dia dinyatakan telah melanggar pasal 27 ayat 3 jo pasal 45 UU RI No. 11/2008 tentang ITE atau pasal 335 KUHP dan/atau pasal 310 KUHP dengan ancaman maksimal 6 tahun serta denda Rp1 miliar.

"Selain laporan polisi, terdapat dua surat yang menjadi rujukan untuk penetapan Syamsul sebagai DPO, yakni surat perintah penyidikan No. Sp.Sidik/50/II/2013/Ditreskrimsus tanggal 15 Februari 2013 dan surat Kajati Lampung No. B-2271.N.8.4/Euh.1/6/2013 tanggal 21 Juni 2013 perihal hasil penyidikan tersangka Syamsul Arifin dinyatakan lengkap," ujar Kabid Humas Polda Lampung AKBP Sulistyaningsih.

Ia menjelaskan bahwa berkas perkara warga Telukbetung Utara Bandarlampung ini telah dinyatakan lengkap oleh Kejati Lampung.

Namun, pelimpahan berkas perkaranya terhalang oleh ketidakhadiran Syamsul.

Penyidik Polda Lampung telah mengirimkan tiga kali surat panggilan, namun Syamsul tak kunjung hadir tanpa alasan yang jelas.

"Surat DPO telah disebarkan ke seluruh jajaran Polda Lampung, dan diminta apabila yang bersangkutan berada di wilayah hukum polres masing-masing untuk dapat membantu mengawasi dan menangkap DPO itu. Jika ada masyarakat yang mengetahui, diminta untuk menginformasikannya kepada penyidik," ujar Sulistyaningsih pula.

Pewarta : Roy Baskara
Editor :
Copyright © ANTARA 2024