Bandarlampung (ANTARA) - Pakar Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Agus Prihartono mengharapkan hakim Mahkamah Agung (MA) yang memutus perkara Peninjauan Kembali (PK) terpidana korupsi Mardani Maming tidak terpengaruh upaya eksaminasi para ahli hukum.
"Jangan sampai hakim-hakim di MA terintimidasi, terprovokasi atau terpengaruh terhadap eksaminasi ini," kata Agus dalam pernyataan di Bandarlampung, Kamis.
Agus menyayangkan adanya eksaminasi sejumlah ahli hukum terhadap perkara terpidana korupsi tersebut karena seperti menyalahkan putusan inkrah dari pengadilan tingkat pertama, banding hingga kasasi.
"Apalagi (eksaminasi) misalkan, menjudgment istilahnya, lalu memvonis putusan yang sebelumnya salah dan lain sebagainya, itu sudah menyalahi norma hukum. Karena pendapat pakar hukum itu tidak boleh menyalahkan pendapat apalagi putusan inkrah pengadilan sebelumnya," ungkap Agus.
Agus juga tidak memungkiri eksaminasi yang dilakukan para ahli hukum terhadap perkara Mardani Maming merupakan upaya untuk mendapatkan keringanan hukuman dari proses PK yang sedang berjalan.
"Eksaminasi ini bukan rangkaian dari suatu proses hukum bukan, tapi itu upaya pihak Mardani Maming supaya mempengaruhi proses hukum yang sedang jalan PK ini," katanya.
Sementara itu, mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Haryono Umar juga menilai proses eksaminasi tidak bisa dilakukan hanya dengan asumsi, karena harus didukung dengan dua alat bukti baru.
Menurut dia, eksaminasi yang didorong para ahli hukum terhadap perkara terpidana korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani Maming di tengah proses PK tidak bisa dilakukan hanya dengan pemikiran.
"Pernyataan (eksaminasi) harus didukung dengan minimal dua alat bukti baru. Tidak bisa hanya asumsi atau pemikiran," ujar Haryono.
Haryono juga mengharapkan agar semua pihak dapat menghormati keputusan hakim, baik dari tingkat pengadilan pertama hingga kasasi, terkait perkara Mardani Maming.
Sebelumnya, terpidana korupsi Mardani Maming kembali mendaftarkan PK bernomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2024 pada 6 Juni 2024 kepada MA dengan status saat ini dalam proses pemeriksaan majelis hakim.
Padahal, pengusaha asal Kalimantan Selatan tersebut terbukti menerima suap atas penerbitan SK Pengalihan IUP OP dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) dan telah divonis 10 tahun dengan denda Rp500 juta.
Mardani Maming sempat mengajukan banding atas putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin, tetapi justru mendapatkan tambahan hukuman menjadi 12 tahun.
Kemudian, mantan Bupati Tanah Bumbu tersebut mengajukan kasasi ke MA. Namun, Hakim Agung Suhadi didampingi Hakim Agung Agustinus Purnomo Hadi dan Hakim Agung Suharto, tegas menolak kasasi tersebut.
Untuk proses pengajuan PK terbaru, Komisi Yudisial (KY) telah menyurati pimpinan MA untuk memantau persidangan guna mencegah terjadinya pelanggaran kode etik dari majelis hakim.
"Jangan sampai hakim-hakim di MA terintimidasi, terprovokasi atau terpengaruh terhadap eksaminasi ini," kata Agus dalam pernyataan di Bandarlampung, Kamis.
Agus menyayangkan adanya eksaminasi sejumlah ahli hukum terhadap perkara terpidana korupsi tersebut karena seperti menyalahkan putusan inkrah dari pengadilan tingkat pertama, banding hingga kasasi.
"Apalagi (eksaminasi) misalkan, menjudgment istilahnya, lalu memvonis putusan yang sebelumnya salah dan lain sebagainya, itu sudah menyalahi norma hukum. Karena pendapat pakar hukum itu tidak boleh menyalahkan pendapat apalagi putusan inkrah pengadilan sebelumnya," ungkap Agus.
Agus juga tidak memungkiri eksaminasi yang dilakukan para ahli hukum terhadap perkara Mardani Maming merupakan upaya untuk mendapatkan keringanan hukuman dari proses PK yang sedang berjalan.
"Eksaminasi ini bukan rangkaian dari suatu proses hukum bukan, tapi itu upaya pihak Mardani Maming supaya mempengaruhi proses hukum yang sedang jalan PK ini," katanya.
Sementara itu, mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Haryono Umar juga menilai proses eksaminasi tidak bisa dilakukan hanya dengan asumsi, karena harus didukung dengan dua alat bukti baru.
Menurut dia, eksaminasi yang didorong para ahli hukum terhadap perkara terpidana korupsi izin usaha pertambangan (IUP) Mardani Maming di tengah proses PK tidak bisa dilakukan hanya dengan pemikiran.
"Pernyataan (eksaminasi) harus didukung dengan minimal dua alat bukti baru. Tidak bisa hanya asumsi atau pemikiran," ujar Haryono.
Haryono juga mengharapkan agar semua pihak dapat menghormati keputusan hakim, baik dari tingkat pengadilan pertama hingga kasasi, terkait perkara Mardani Maming.
Sebelumnya, terpidana korupsi Mardani Maming kembali mendaftarkan PK bernomor 784/PAN.PN/W15-U1/HK2.2/IV/2024 pada 6 Juni 2024 kepada MA dengan status saat ini dalam proses pemeriksaan majelis hakim.
Padahal, pengusaha asal Kalimantan Selatan tersebut terbukti menerima suap atas penerbitan SK Pengalihan IUP OP dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) dan telah divonis 10 tahun dengan denda Rp500 juta.
Mardani Maming sempat mengajukan banding atas putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi (PT) Banjarmasin, tetapi justru mendapatkan tambahan hukuman menjadi 12 tahun.
Kemudian, mantan Bupati Tanah Bumbu tersebut mengajukan kasasi ke MA. Namun, Hakim Agung Suhadi didampingi Hakim Agung Agustinus Purnomo Hadi dan Hakim Agung Suharto, tegas menolak kasasi tersebut.
Untuk proses pengajuan PK terbaru, Komisi Yudisial (KY) telah menyurati pimpinan MA untuk memantau persidangan guna mencegah terjadinya pelanggaran kode etik dari majelis hakim.