Palembang (ANTARA) - Tiga perusahaan di Sumatera Selatan yang diduga penyebab polusi kabut asap akibat kebakaran pada lahan konsesinya pada setiap musim kemarau, digugat masyarakat yang mengalami pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan akibat polusi itu ke Pengadilan Negeri Palembang.

Sebanyak 12 orang warga Sumatera Selatan didampingi kuasa hukumnya dari LBH Palembang Ipan Widodo dan sejumlah aktivis lingkungan yang tergabung dalam Inisiasi Sumatera Selatan Penggugat Asap (ISSPA) mendatangi Pengadilan Negeri Palembang, Kamis, untuk mendaftarkan gugatan terhadap tiga perusahaan atas kasus kabut asap yang diduga berasal dari lahan yang dikuasai perusahaan itu.

Ketiga perusahaan yang digugat warga tersebut yakni PT Bumi Mekar Hijau (BMH), PT Bumi Andalas Permai (BAP), dan PT Sebangun Bumi Andalas Wood Industries (SBA Wood Industries).

Ipan Widodo dari LBH Palembang selaku kuasa hukum warga penggugat perusahaan tersebut mengatakan pihaknya bersama aktivis ISSPA berupaya mengawal masyarakat hingga gugatannya diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Inisiasi Sumatera Selatan Penggugat Asap (ISSPA) yakni Greenpeace Indonesia, Pantau Gambut, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), YLBHI-LBH Palembang, Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), Public Interest Lawyer Network (PIL-Net) Indonesia.

Kemudian Spora Institute, Perkumpulan Rawang, Perkumpulan Tanah Air, Dewan Pimpinan Wilayah Serikat Petani Indonesia Sumatera Selatan, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Wilayah Sumatera Selatan, Solidaritas Perempuan Palembang, Sarekat Hijau Indonesia Sumatera Selatan, Spektakel Klab, Kontra Visual, Diskomik, Himpunan Mahasiswa Pertanian Universitas Sriwijaya (Himasperta Unsri), Aksi Kamisan Sriwijaya, BEM FH dan FE Unsri.

"Kami akan bersama-sama masyarakat korban perusahaan penyebab kabut asap menempuh jalur hukum. Masyarakat sudah lama diam menghadapi dampak buruk asap dari kebakaran hutan dan lahan gambut (karhutla)," ujarnya.

Gugatan masyarakat itu merupakan yang pertama kalinya didaftarkan ke Pengadilan Negeri Palembang.

Masyarakat menuntut pertanggungjawaban mutlak atau 'strict liability' dari badan hukum atas kerugian akibat pencemaran atau perusakan lingkungan yang diperbuat badan hukum tersebut.

Perjuangan ini akan jadi babak baru dalam perkembangan hukum lingkungan di Indonesia dan gaya baru perjuangan rakyat melawan krisis iklim, kata kuasa hukum penggugat.

Sementara Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Belgis Habiba pada kesempatan mendampingi masyarakat menggugat perusahaan itu mengatakan karhutla yang terjadi di wilayah izin para tergugat telah berkontribusi signifikan memicu kabut asap di Kota Palembang pada 2015, 2019, dan 2023.

Luas areal terbakar dalam konsesi para tergugat pada 2015-2020 seluas 254.787 hektare—setara hampir empat kali luas DKI Jakarta.

Ketiga perusahaan itu, pernah dikenai sanksi hingga denda akibat terbukti tidak dapat menjaga lahan yang dikuasainya/konsesi dari karhutla berulang,

“Konsesi PT BMH, PT BAP, dan PT SBA Wood Industries berada pada lanskap gambut, yang sebenarnya mempunyai peran penting menyimpan karbon. Rusaknya gambut di lanskap tersebut, yang lantas memicu karhutla dan kabut asap terus-menerus, tentu sangat memperburuk krisis iklim," jelas Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia itu.

Para penggugat adalah warga yang bermukim atau berasal dari beberapa daerah yakni dari Desa Bangsal, Kecamatan Pampangan, Ogan Komering Ilir (OKI), Desa Lebung Itam, Kecamatan Tulung Selapan, OKI, dan Kota Palembang.

Latar belakang mereka beragam, mulai dari petani, penyadap karet, nelayan, peternak kerbau rawa, ibu rumah tangga, pekerja lepas, hingga pegiat lingkungan.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Tiga perusahaan penyebab kabut asap digugat ke PN Palembang

Pewarta : Yudi Abdullah
Editor : Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024