Jakarta (ANTARA) - Sampah plastik yang kita buang dengan sembarang beberapa tahun lalu, alih-alih terurai sempurna, dapat melepaskan partikel-partikel kecil yang kemudian dimakan ikan-ikan di laut.

Kita mungkin saja memakan mikroplastik dengan cara yang tak terbayangkan sebelumnya. Kemungkinan buruk itu terjadi jika ikan-ikan di laut memakan sampah-sampah plastik yang tergenang di lautan, dan kita menyantap ikan tersebut di atas meja makan.

Persoalan itu menjadi topik utama dalam pembahasan di kegiatan From Reel to Real: Screening and Training for a Plastic-Free Future  di Volunteer Hub, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta, beberapa waktu lalu.

Kegiatan yang berisikan diskusi panel dan training ini diselenggarakan oleh Youth Health Hub Indonesia bekerja sama dengan Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa.

"Jadi kita hari ini ada screening film dokumenter film pulau plastik di Netflix. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi panel untuk membahas dari film dokumenter itu ada apa aja sih, insight-nya bagaimana dan apa yang bisa kita lakukan," ujar Founder dan CEO Youth Health Hub Indonesia Irene Bougenville Martin.

"Setelah itu dilanjutkan dengan workshop yang dihadiri oleh beberapa influencer lingkungan untuk melatih teman-teman untuk bisa mengadvokasi juga permasalahan mikroplastik," tambahnya.

“Harapanku dan juga teman-teman dari Youth Health Hub Indonesia—terutama karena kita dari organisasi yang bergerak di bidang kesehatan—kita mau bahwa anak-anak muda tahu bahwa permasalahan mikroplastik itu berhubungan dengan kesehatan kita sendiri,” lanjut Irene. 

Kegiatan yang dimulai dengan screening film dokumenter Pulau Plastik, kemudian dilanjutkan dengan diskusi tentang film tersebut dan isu-isu seputar sampah plastik bersama para panelis yang hadir.

Beberapa panelis yang hadir adalah Tiza Mafira (Director at Climate Policy Initiative, Cast Dokumenter “Pulau Plastik”), Zulfikar (Kemenko Marves), Ibar Akbar (Greenpeace Indonesia) dan Ika Akmala (Enviromental Specialist at Dompet Dhuafa).

Ika Akmala dari Dompet Dhuafa, dalam sesi diskusi menjelaskan tentang peran lembaga filantropi Islam dalam mengatasi persoalan sampah plastik di Indonesia. Menurutnya, Dompet Dhuafa sebagai lembaga filantropi di Indonesia turut mempunyai kepedulian terhadap lingkungan. 

"Ketika kita melakukan riset di lapangan bahwa sebenarnya masalah lingkungan apa sih yang saat ini menjadi keresahan bersama khususnya para pemuda. Ternyata sampah, nih. Dan sampah itu segmentasinya sampah plastik," ujarnya.

"Karena dari aktivitas brand audit dan aksi bersih yang sudah kita lakukan dari 2019 sampai 2023 ternyata temuan sampah plastik yang ada di Aceh sampai Papua itu didominasi sampah plastik sekali pakai," lanjut Ika. 

Ika menjelaskan bagaimana komitmen Dompet Dhuafa dalam menjaga lingkungan diimplementasikan ke dalam penyaluran bantuan yang dalam pengemasannya menggunakan kemasan ramah lingkungan dan berupaya mengurangi penggunaan kemasan plastik satu kali pakai ketika momen hari-hari besar seperti bulan suci Ramadan dan Idul Adha. 

“Mengganti kemasan plastik sekali pakai dengan kemasan ramah lingkungan sesuai dengan kemasan yang ada di daerahnya masing-masing. Misalnya ada daun pisang, daun jati, besek dan lain sebagainya," lanjut Ika.

"kita sudah mengganti kemasan plastik sekali pakai sebanyak sekitar 176 ribu di 24 chapter provinsi di seluruh Indonesia bersama dengan seluruh kawan-kawan DDVolunteer dan lintas organisasi lainnya dan pesan saya: teman-teman, ayo kita berubah bareng-bareng untuk menjaga gerakan asik tanpa sampah plastik, Karena Bumi Cuma Satu!” pungkas Ika.    

Berita kerja sama


 

Pewarta : Muklasin
Editor : Satyagraha
Copyright © ANTARA 2024