Bandarlampung (ANTARA) - Pengamat ekonomi politik Salamuddin Daeng mengatakan penanganan dugaan kasus biaya denda impor atau demurrage di pelabuhan dapat menunjukkan adanya keberpihakan kepada petani.
Menurut dia, kasus kontainer yang tertahan di pelabuhan, termasuk diantaranya berisi beras impor, memperlihatkan masih adanya masalah dalam pengadaan beras dari luar negeri dan tidak menunjukkan adanya dukungan bagi petani.
"Aparat penegak hukum harus punya perspektif menyelamatkan petani, jadi serius menangani masalah skandal demurrage," ujarnya dalam pernyataan di Bandarlampung, Rabu.
Ia juga menilai seharusnya impor beras tersebut tidak dilakukan menjelang masa panen, karena kebijakan itu tidak menunjukkan adanya keberpihakan kepada petani.
"Sementara sekarang harga gabah petani anjlok, jauh di bawah harga gabah tahun lalu. Seharusnya pemerintah membantu petani dengan tidak impor beras di masa panen," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mencatat adanya sekitar 26.425 peti kemas yang masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Dari peti kemas tersebut, sebanyak 1.600 diantaranya diduga merupakan beras impor.
Sementara itu, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.
Meski demikian, belum ada perkembangan lanjutan terkait penanganan kasus tersebut, karena penyelidikan yang dilakukan oleh KPK masih bersifat rahasia.
Dugaan kerugian demurrage senilai Rp294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda peti kemas di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Menurut dia, kasus kontainer yang tertahan di pelabuhan, termasuk diantaranya berisi beras impor, memperlihatkan masih adanya masalah dalam pengadaan beras dari luar negeri dan tidak menunjukkan adanya dukungan bagi petani.
"Aparat penegak hukum harus punya perspektif menyelamatkan petani, jadi serius menangani masalah skandal demurrage," ujarnya dalam pernyataan di Bandarlampung, Rabu.
Ia juga menilai seharusnya impor beras tersebut tidak dilakukan menjelang masa panen, karena kebijakan itu tidak menunjukkan adanya keberpihakan kepada petani.
"Sementara sekarang harga gabah petani anjlok, jauh di bawah harga gabah tahun lalu. Seharusnya pemerintah membantu petani dengan tidak impor beras di masa panen," ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mencatat adanya sekitar 26.425 peti kemas yang masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Dari peti kemas tersebut, sebanyak 1.600 diantaranya diduga merupakan beras impor.
Sementara itu, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.
Meski demikian, belum ada perkembangan lanjutan terkait penanganan kasus tersebut, karena penyelidikan yang dilakukan oleh KPK masih bersifat rahasia.
Dugaan kerugian demurrage senilai Rp294,5 miliar muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap, sehingga menimbulkan biaya denda peti kemas di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.