Bandarlampung (ANTARA) - Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie mengingatkan pentingnya akuntabilitas dalam pengadaan impor beras untuk mencegah terjadinya kelebihan biaya akibat keterlambatan pengembalian peti kemas (demurrage).
"Kasus-kasus yang sekarang sedang dihadapi Bulog, seperti kasus demurrage harus di-clear-kan dulu. Selesaikan dulu semua secara transparan," ujarnya dalam pernyataan di Bandarlampung, Rabu.
Menurut dia, kasus pengadaan impor beras yang diduga bermasalah tersebut, muncul karena belum ada akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan tata kelola pengadaan beras, terutama dari luar negeri.
Kondisi itu yang menyebabkan munculnya laporan bahwa pengadaan beras impor bermasalah, sehingga terdapat dugaan penggelembungan harga serta biaya tambahan demurrage, yang berpotensi menyebabkan kerugian negara.
"Kita juga tidak tahu, siapa yang diberikan kepercayaan untuk mengimpor, harganya berapa saat diimpor, saat dijual berapa. Tiba-tiba dinyatakan harus impor untuk menjaga cadangan pangan," ujarnya.
Selain mengharapkan adanya evaluasi dalam pengadaan beras impor, ia juga meminta pengawasan ekstra atas perawatan beras yang selama ini tersimpan di gudang agar tetap awet dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
"Selama ini kita tidak pernah tahu flow gudangnya Bulog. Pernah kan ada beras yang dibuang, karena rusak, sekitar 200 ribu ton. Kita mengandalkan impor tapi logistiknya tidak pernah dibenahi," katanya.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.
Dugaan kerugian akibat demurrage muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap sehingga menimbulkan biaya denda di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan mekanisme lelang impor sudah dilaksanakan secara terbuka dan ketat, yang diawali dengan pengumuman bahwa Perum Bulog akan membeli sejumlah beras dari luar negeri.
Para peminat lelang tersebut biasanya tercatat mencapai 80-100 importir. Namun, perusahaan yang mengikuti proses lelang lanjutan umumnya hanya mencapai 40-50 perusahaan, seiring dengan seleksi ketat yang telah diterapkan Perum Bulog.
"Kasus-kasus yang sekarang sedang dihadapi Bulog, seperti kasus demurrage harus di-clear-kan dulu. Selesaikan dulu semua secara transparan," ujarnya dalam pernyataan di Bandarlampung, Rabu.
Menurut dia, kasus pengadaan impor beras yang diduga bermasalah tersebut, muncul karena belum ada akuntabilitas dan transparansi dalam pelaksanaan tata kelola pengadaan beras, terutama dari luar negeri.
Kondisi itu yang menyebabkan munculnya laporan bahwa pengadaan beras impor bermasalah, sehingga terdapat dugaan penggelembungan harga serta biaya tambahan demurrage, yang berpotensi menyebabkan kerugian negara.
"Kita juga tidak tahu, siapa yang diberikan kepercayaan untuk mengimpor, harganya berapa saat diimpor, saat dijual berapa. Tiba-tiba dinyatakan harus impor untuk menjaga cadangan pangan," ujarnya.
Selain mengharapkan adanya evaluasi dalam pengadaan beras impor, ia juga meminta pengawasan ekstra atas perawatan beras yang selama ini tersimpan di gudang agar tetap awet dan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
"Selama ini kita tidak pernah tahu flow gudangnya Bulog. Pernah kan ada beras yang dibuang, karena rusak, sekitar 200 ribu ton. Kita mengandalkan impor tapi logistiknya tidak pernah dibenahi," katanya.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.
Dugaan kerugian akibat demurrage muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap sehingga menimbulkan biaya denda di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan mekanisme lelang impor sudah dilaksanakan secara terbuka dan ketat, yang diawali dengan pengumuman bahwa Perum Bulog akan membeli sejumlah beras dari luar negeri.
Para peminat lelang tersebut biasanya tercatat mencapai 80-100 importir. Namun, perusahaan yang mengikuti proses lelang lanjutan umumnya hanya mencapai 40-50 perusahaan, seiring dengan seleksi ketat yang telah diterapkan Perum Bulog.