Jakarta (ANTARA) - Di pertengahan Ramadhan 1445 Hijriah, Dompet Dhuafa kembali “berisik” menyuarakan perjuangan untuk kemerdekaan Palestina. Mengingat di bulan suci ini, saudara kita di Palestina masih terus berjuang melawan gempuran kejam tentara zionis. Serangan tersebut terus menyayatkan penderitaan bagi saudara di Palestina, yang bahkan kabar terbarunya mengalami kelaparan dan mengancam kehidupan mereka.
Momen #RamadhanMendekatkan turut menjadi wadah seruan masyarakat Indonesia yang peduli akan perjuangan kemerdekaan tanah para nabi tersebut. Pada Selasa (26/3), pertemuan dalam acara Al Quds Indonesia pun digelar di Cinepolis, Senayan Park, Jakarta Selatan.
Dalam sambutan acara sore itu, Etika Setiawanti selaku Sekretaris Pengurus Dompet Dhuafa memaparkan bahwa Dompet Dhuafa berusaha mempertemukan antarsektor. Sebab, katanya lagi, penderitaan di Gaza belum berakhir.
“Sebenarnya saya tidak tega menyebutnya. Belum lama saya dengar bahwa di sana ada perempuan hamil yang menjadi sasaran kekerasan seks oleh zionis. Ini biadab dan tidak manusiawi. Seruan aksi malam ini, agar kita terus ‘berisik’ tentang Palestina. Kami Dompet Dhuafa sebagai lembaga (pengelola) zakat dan lembaga kemanusiaan, selalu menghadirkan program pemberdayaan maupun layanan. Tentu di bulan Ramadhan ini kami tidak melupakan Palestina,” ujar Etika dalam sambutannya.
“Terima kasih untuk teman-teman semua yang terus membersamai Dompet Dhuafa dalam setiap kegiatan kebaikan. Sejak serangan di tahun lalu, masya Allah, kami terus mendapatkan gelombang kebaikan dari para donatur untuk Palestina. Saudara kita di sana sampai saat ini masih terus berjuang melawan penderitaan yang belum berakhir. Kami di Dompet Dhuafa terus mengajak para influencer, blogger, mitra-mitra untuk terus menyuarakan kemerdekaan Palestina,” ujar Etika pula.
Semangat kebersamaan yang disatukan tentu akan menguatkan gerakan kebaikan. Seperti halnya gerakan kebaikan dan kepedulian terhadap Palestina yang diserukan di gelaran Al Quds Indonesia bertajuk “Perjuangkan Kemerdekaan Tanah Para Nabi”.
Semangat kebersamaan tersebut diisi dengan talkshow Palestinian Talks dan juga pemutaran proyek video klip kolaborasi karya seniman, musisi, influencer Indonesia. Di antaranya Bella Fawzi, Uztazah Tere, Eka Annash (The Brandals), Lala Karmela, Fadly (Padi Reborn), Melanie Subono, Chiki Fawzi, Endah Widiastuti dan banyak lagi, bersama lembaga “Friends of Palestine” dalam “Tanah Para Nabi”(Anthem for Palestine). Gelaran tersebut menjadi salah satu langkah kepedulian terhadap Palestina di Ramadhan ini.
“Kami selalu rutin hadir di Ramadhan untuk Palestina. Alhamdulillah antusias masyarakat Indonesia sangat mendukung program Dompet Dhuafa untuk Palestina. Ada Parsel Ramadhan, paket buka puasa, dan berbagai kebutuhan untuk masyarakat Palestina. Kakak-kakak influencer dan masyarakat dapat mengirimkan donasi melalui gerai-gerai donasi kami di beberapa pusat perbelanjaan, donasi online, maupun melalui aplikasi Dompet Dhuafa,” ujar Rina Fatimah selaku Ketua Ramadhan 1445 H Dompet Dhuafa.
Melihat kondisi Palestina sekarang, bantuan sangat dibutuhkan. Meskipun dalam praktiknya, penyaluran bantuan hingga ke Gaza, Palestina tidaklah mudah. Penjagaan ketat dari Israel, memperparah penderitaan masyarakat Palestina. Mewakili Dompet Dhuafa, Arif Rahmadi Haryono selaku Kepala Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa, turut memaparkan pengalamannya mengawal bantuan dari Indonesia untuk Palestina.
“Harus kita pahami ini adalah konflik paling buruk. Jika perbandingan korban anak saja, ini bulan ke lima, tapi sudah menandingi korban anak dunia selama lima tahun. Dulu saya berangkat ke Perang Marawi, di Mindanao Selatan, kita masih bisa berikan akses bantuan. Tapi untuk yang sekarang di Gaza sangat limited. Maka, saya tidak takut untuk menyebut ini genosida, pembunuhan massal maupun secara perlahan bagi masyarakat Palestina,” kata Arif.
“Bantuan di sana kalau saya boleh bilang sangat-sangat terbatas aksesnya. Jadi kalau untuk mengirimkan bantuan dari Kairo ke Gerbang Rafah itu memakan waktu berhari-hari. Karena banyak checkpoint militer di Gerbang Rafah yang bahkan bisa memakan waktu 24 hari untuk bantuan itu sampai. Jadi ini menjadi salah satu faktor krusial terhambatnya bantuan, karena militer Israel menyeleksi dan mengontrol akses bantuan. Kalau ditanya bantuan apa yang bisa kita berikan untuk Palestina? Apa pun yang terbaik yang bisa kita berikan, harus kita berikan untuk saudara kita di Palestina. Karena bukan mereka yang butuh kita, tapi kita yang butuh mereka. Saat nanti di hari penghakiman, mereka akan bersaksi kepada kita (atas upaya bantuan bagi masyarakat Palestina),” ujarnya lagi.
Pernyataan dukungan terhadap Palestina dari dunia terus bertumbuh. Perubahan paradigma dan sudut pandang tersebut, terus mendesak Israel dan negara barat untuk menghentikan konflik kemanusiaan tersebut. Seperti yang diungkapkan CJ Werleman, seorang jurnalis asal Australia yang kerap melakukan liputan di daerah konflik.
“Saya bukan orang Palestina, tapi saya sangat terkejut dengan peristiwa ini. Kabar baiknya, ada perubahan attitude dalam budaya atau perspektif Barat. Banyak orang mengetahui adanya konflik ini. Walaupun belum semua berani menyuarakan perlawanan terhadap Israel yang di belakangnya ada dukungan negara Barat. Saat dulu berbicara Palestina adalah konflik agama, tetapi sekarang dunia melihat konflik Palestina selayaknya pelanggaran hak asasi manusia dan konflik kemanusiaan. Termasuk juga 63 persen dunia mendukung kemerdekaan Palestina dan yang menolak hanya 20 persen, selebihnya abstain. Bahkan aksi mendukung Palestina di negara Barat sudah diikuti ratusan ribu orang. Namun kabar buruknya, Israel terus membunuh, mengambil lahan, memuat kerja sama dengan Barat agar Palestina yang didesak keluar dari tempatnya sendiri tidak bisa kembali lagi ke tanah mereka. Jadi, apakah aksi-aksi tersebut masih cukup waktu untuk mengubah kebijakan negara Barat terhadap Gaza, Palestina, dan ketika dunia berubah, apakah di sana masih ada Palestina?” kata CJ Werleman.
Pernyataan Werleman makin diperkuat dengan cerita salah satu warga Palestina akan kondisi di sana dari tahun ke tahun. Adham Abu Selmiya, salah satu sosial media influencer Gaza, menceritakan langsung konflik di sana dari tahun ke tahun yang tentunya turut menewaskan keluarga dan kerabatnya.
“Mengapa Israel memerangi kebenaran dan jurnalis? Saya menjawab dengan cerita pengalaman keluarga saya sendiri. Tahun 2006 perang di Gaza, Israel jam tiga pagi menyerang rumah paman saya, tujuh anaknya meninggal syahid. Tapi ada kabar gembira, karena ada dua anaknya yang selamat. Tahun 2021, Israel membunuh satu anak yang selamat tadi. Tahun 2023 lalu, Israel membunuh istri dan anak-anak saya. Maka yang terjadi adalah bukan tanggal 7 Oktober 2023 saja, tapi kenapa Israel menjajah kami?” ujarnya pula.
“Asal suku saya adalah suku yang kecil, tersisa sedikit anggota kami. Israel sudah bunuh keluargaku 25 orang. Ketika ada internet, kami coba hubungi ibu saya di sana, jawabnya selalu mengatakan ‘sabar’ pada saya. Kita semua mungkin bisa menyampaikan pesan selamat Ramadhan pada ibu kita di sini, tapi saya tidak bisa lakukan itu pada ibu saya. Kenapa 7 Oktober? Bayangkan di ruang ini ada 1,3 juta orang tahun lalu, sekarang ada 2 juta orang saja tahun ini. Bayangkan ruang ini adalah Gaza, Israel memblokade tanpa adanya pangan, pekerjaan, atau kebutuhan pokok yang masuk, tidak ada listrik, tiap hari listrik hanya ada 4 jam. Kedatangan bantuan air sangat dirayakan. Tapi WHO bilang air juga 80 persen tidak layak konsumsi,” ujarnya lagi.
“Sebelum 7 Oktober, Israel sudah menghancurkan Palestina. Israel menginginkan bahwa Gaza tidak ada lagi di dunia. Karena pada perang kali ini, sudah ada 165 jurnalis terbunuh dan 35 rumah sakit diserang termasuk membunuh dengan kejam kepala Rumah Sakit As Syifa di Gaza, yang kebetulan juga paman saya. Namun di balik kesedihan ini, ada satu juta harapan di Gaza. Karena di sana diisi oleh orang berpendidikan dan para penghafal Al Quran. Terima kasih Indonesia yang terus memberikan dukungan kepada kami,” ujar Adham Abu Selmiya menutup Palestinian Talks petang itu.
Tentang Dompet Dhuafa
Dompet Dhuafa adalah lembaga filantropi Islam yang berkhidmat dalam pemberdayaan kaum dhuafa dengan pendekatan budaya, welasasih (filantropis) dan wirausaha sosial. Menapaki perjalanan lebih dari tiga dekade (30 tahun), Dompet Dhuafa berkontribusi menghadirkan layanan bagi pemberdayaan dan pengembangan umat melalui lima pilar program yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial kebencanaan, dakwah dan budaya, serta corporate social responsibiity (CSR). (Berita Kerja Sama)
Baca juga: Bantuan Medical Services KAMI sampai di Gaza Utara Palestina melalui Dompet Dhuafa
Baca juga: Bantuan pangan Dompet Dhuafa sentuh warga Gaza
Momen #RamadhanMendekatkan turut menjadi wadah seruan masyarakat Indonesia yang peduli akan perjuangan kemerdekaan tanah para nabi tersebut. Pada Selasa (26/3), pertemuan dalam acara Al Quds Indonesia pun digelar di Cinepolis, Senayan Park, Jakarta Selatan.
Dalam sambutan acara sore itu, Etika Setiawanti selaku Sekretaris Pengurus Dompet Dhuafa memaparkan bahwa Dompet Dhuafa berusaha mempertemukan antarsektor. Sebab, katanya lagi, penderitaan di Gaza belum berakhir.
“Sebenarnya saya tidak tega menyebutnya. Belum lama saya dengar bahwa di sana ada perempuan hamil yang menjadi sasaran kekerasan seks oleh zionis. Ini biadab dan tidak manusiawi. Seruan aksi malam ini, agar kita terus ‘berisik’ tentang Palestina. Kami Dompet Dhuafa sebagai lembaga (pengelola) zakat dan lembaga kemanusiaan, selalu menghadirkan program pemberdayaan maupun layanan. Tentu di bulan Ramadhan ini kami tidak melupakan Palestina,” ujar Etika dalam sambutannya.
“Terima kasih untuk teman-teman semua yang terus membersamai Dompet Dhuafa dalam setiap kegiatan kebaikan. Sejak serangan di tahun lalu, masya Allah, kami terus mendapatkan gelombang kebaikan dari para donatur untuk Palestina. Saudara kita di sana sampai saat ini masih terus berjuang melawan penderitaan yang belum berakhir. Kami di Dompet Dhuafa terus mengajak para influencer, blogger, mitra-mitra untuk terus menyuarakan kemerdekaan Palestina,” ujar Etika pula.
Semangat kebersamaan yang disatukan tentu akan menguatkan gerakan kebaikan. Seperti halnya gerakan kebaikan dan kepedulian terhadap Palestina yang diserukan di gelaran Al Quds Indonesia bertajuk “Perjuangkan Kemerdekaan Tanah Para Nabi”.
Semangat kebersamaan tersebut diisi dengan talkshow Palestinian Talks dan juga pemutaran proyek video klip kolaborasi karya seniman, musisi, influencer Indonesia. Di antaranya Bella Fawzi, Uztazah Tere, Eka Annash (The Brandals), Lala Karmela, Fadly (Padi Reborn), Melanie Subono, Chiki Fawzi, Endah Widiastuti dan banyak lagi, bersama lembaga “Friends of Palestine” dalam “Tanah Para Nabi”(Anthem for Palestine). Gelaran tersebut menjadi salah satu langkah kepedulian terhadap Palestina di Ramadhan ini.
“Kami selalu rutin hadir di Ramadhan untuk Palestina. Alhamdulillah antusias masyarakat Indonesia sangat mendukung program Dompet Dhuafa untuk Palestina. Ada Parsel Ramadhan, paket buka puasa, dan berbagai kebutuhan untuk masyarakat Palestina. Kakak-kakak influencer dan masyarakat dapat mengirimkan donasi melalui gerai-gerai donasi kami di beberapa pusat perbelanjaan, donasi online, maupun melalui aplikasi Dompet Dhuafa,” ujar Rina Fatimah selaku Ketua Ramadhan 1445 H Dompet Dhuafa.
Melihat kondisi Palestina sekarang, bantuan sangat dibutuhkan. Meskipun dalam praktiknya, penyaluran bantuan hingga ke Gaza, Palestina tidaklah mudah. Penjagaan ketat dari Israel, memperparah penderitaan masyarakat Palestina. Mewakili Dompet Dhuafa, Arif Rahmadi Haryono selaku Kepala Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa, turut memaparkan pengalamannya mengawal bantuan dari Indonesia untuk Palestina.
“Harus kita pahami ini adalah konflik paling buruk. Jika perbandingan korban anak saja, ini bulan ke lima, tapi sudah menandingi korban anak dunia selama lima tahun. Dulu saya berangkat ke Perang Marawi, di Mindanao Selatan, kita masih bisa berikan akses bantuan. Tapi untuk yang sekarang di Gaza sangat limited. Maka, saya tidak takut untuk menyebut ini genosida, pembunuhan massal maupun secara perlahan bagi masyarakat Palestina,” kata Arif.
“Bantuan di sana kalau saya boleh bilang sangat-sangat terbatas aksesnya. Jadi kalau untuk mengirimkan bantuan dari Kairo ke Gerbang Rafah itu memakan waktu berhari-hari. Karena banyak checkpoint militer di Gerbang Rafah yang bahkan bisa memakan waktu 24 hari untuk bantuan itu sampai. Jadi ini menjadi salah satu faktor krusial terhambatnya bantuan, karena militer Israel menyeleksi dan mengontrol akses bantuan. Kalau ditanya bantuan apa yang bisa kita berikan untuk Palestina? Apa pun yang terbaik yang bisa kita berikan, harus kita berikan untuk saudara kita di Palestina. Karena bukan mereka yang butuh kita, tapi kita yang butuh mereka. Saat nanti di hari penghakiman, mereka akan bersaksi kepada kita (atas upaya bantuan bagi masyarakat Palestina),” ujarnya lagi.
Pernyataan dukungan terhadap Palestina dari dunia terus bertumbuh. Perubahan paradigma dan sudut pandang tersebut, terus mendesak Israel dan negara barat untuk menghentikan konflik kemanusiaan tersebut. Seperti yang diungkapkan CJ Werleman, seorang jurnalis asal Australia yang kerap melakukan liputan di daerah konflik.
“Saya bukan orang Palestina, tapi saya sangat terkejut dengan peristiwa ini. Kabar baiknya, ada perubahan attitude dalam budaya atau perspektif Barat. Banyak orang mengetahui adanya konflik ini. Walaupun belum semua berani menyuarakan perlawanan terhadap Israel yang di belakangnya ada dukungan negara Barat. Saat dulu berbicara Palestina adalah konflik agama, tetapi sekarang dunia melihat konflik Palestina selayaknya pelanggaran hak asasi manusia dan konflik kemanusiaan. Termasuk juga 63 persen dunia mendukung kemerdekaan Palestina dan yang menolak hanya 20 persen, selebihnya abstain. Bahkan aksi mendukung Palestina di negara Barat sudah diikuti ratusan ribu orang. Namun kabar buruknya, Israel terus membunuh, mengambil lahan, memuat kerja sama dengan Barat agar Palestina yang didesak keluar dari tempatnya sendiri tidak bisa kembali lagi ke tanah mereka. Jadi, apakah aksi-aksi tersebut masih cukup waktu untuk mengubah kebijakan negara Barat terhadap Gaza, Palestina, dan ketika dunia berubah, apakah di sana masih ada Palestina?” kata CJ Werleman.
Pernyataan Werleman makin diperkuat dengan cerita salah satu warga Palestina akan kondisi di sana dari tahun ke tahun. Adham Abu Selmiya, salah satu sosial media influencer Gaza, menceritakan langsung konflik di sana dari tahun ke tahun yang tentunya turut menewaskan keluarga dan kerabatnya.
“Mengapa Israel memerangi kebenaran dan jurnalis? Saya menjawab dengan cerita pengalaman keluarga saya sendiri. Tahun 2006 perang di Gaza, Israel jam tiga pagi menyerang rumah paman saya, tujuh anaknya meninggal syahid. Tapi ada kabar gembira, karena ada dua anaknya yang selamat. Tahun 2021, Israel membunuh satu anak yang selamat tadi. Tahun 2023 lalu, Israel membunuh istri dan anak-anak saya. Maka yang terjadi adalah bukan tanggal 7 Oktober 2023 saja, tapi kenapa Israel menjajah kami?” ujarnya pula.
“Asal suku saya adalah suku yang kecil, tersisa sedikit anggota kami. Israel sudah bunuh keluargaku 25 orang. Ketika ada internet, kami coba hubungi ibu saya di sana, jawabnya selalu mengatakan ‘sabar’ pada saya. Kita semua mungkin bisa menyampaikan pesan selamat Ramadhan pada ibu kita di sini, tapi saya tidak bisa lakukan itu pada ibu saya. Kenapa 7 Oktober? Bayangkan di ruang ini ada 1,3 juta orang tahun lalu, sekarang ada 2 juta orang saja tahun ini. Bayangkan ruang ini adalah Gaza, Israel memblokade tanpa adanya pangan, pekerjaan, atau kebutuhan pokok yang masuk, tidak ada listrik, tiap hari listrik hanya ada 4 jam. Kedatangan bantuan air sangat dirayakan. Tapi WHO bilang air juga 80 persen tidak layak konsumsi,” ujarnya lagi.
“Sebelum 7 Oktober, Israel sudah menghancurkan Palestina. Israel menginginkan bahwa Gaza tidak ada lagi di dunia. Karena pada perang kali ini, sudah ada 165 jurnalis terbunuh dan 35 rumah sakit diserang termasuk membunuh dengan kejam kepala Rumah Sakit As Syifa di Gaza, yang kebetulan juga paman saya. Namun di balik kesedihan ini, ada satu juta harapan di Gaza. Karena di sana diisi oleh orang berpendidikan dan para penghafal Al Quran. Terima kasih Indonesia yang terus memberikan dukungan kepada kami,” ujar Adham Abu Selmiya menutup Palestinian Talks petang itu.
Tentang Dompet Dhuafa
Dompet Dhuafa adalah lembaga filantropi Islam yang berkhidmat dalam pemberdayaan kaum dhuafa dengan pendekatan budaya, welasasih (filantropis) dan wirausaha sosial. Menapaki perjalanan lebih dari tiga dekade (30 tahun), Dompet Dhuafa berkontribusi menghadirkan layanan bagi pemberdayaan dan pengembangan umat melalui lima pilar program yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial kebencanaan, dakwah dan budaya, serta corporate social responsibiity (CSR). (Berita Kerja Sama)
Baca juga: Bantuan Medical Services KAMI sampai di Gaza Utara Palestina melalui Dompet Dhuafa
Baca juga: Bantuan pangan Dompet Dhuafa sentuh warga Gaza