Bandarlampung (ANTARA) - Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Lampung Puji Raharjo mengajak umat Islam untuk saling menghargai, menjaga ukhuwah dan menguatkan toleransi terkait perbedaan awal Ramadhan 1445 Hijriah atau bulan puasa.
"Saya harap semua pihak untuk tidak mengeksploitasi perbedaan yang terjadi ini. Perbedaan dalam menentukan awal bulan dalam Islam merupakan kekayaan dari khasanah keilmuan," kata Puji Raharjo, di Bandarlampung, Minggu.
Menurutnya, perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan ini terjadi karena masing-masing memiliki pola tersendiri dalam menentukan awal bulan, seperti menggunakan sistem hisab dan juga kombinasi hisab dan rukyatul hilal.
"Keilmuan falak seperti rukyat dan hisab sudah menjadi pembahasan para ulama terdahulu sampai sekarang dengan berbagai perbedaan pandangan yang ada," kata Kepala Kanwil Kemenag Lampung itu.
Sehingga, lanjut Puji, yang terjadi saat ini harus disikapi dengan bijak, oleh seluruh umat Islam di Indonesia dan Lampung khususnya.
"Saya mengimbau umat Islam untuk tetap menjaga ukhuwah islamiyah dan toleransi dalam menyikapi perbedaan penetapan 1 Ramadhan 1445 H/ 2024 M,” katanya.
Pemantauan hilal atau rukyat hilal awal bulan Ramadhan 1445 H di Lampung dilakukan menggunakan peralatan-peralatan modern di 3 lokasi berbeda yakni Bukit Canti Kalianda Lampung Selatan, Taman Alat MKG Kampus Itera dan Labuhan Jukung Pesisir Barat.
"Ketinggian hilal pada saat pemantauan masih berada di 0 derajat. Seperti di POB Bukit Gelumpai Pantai Canti Kalianda, data ketinggian hilal adalah 00 derajat 41’ dan elongasi 02 derajat 30’," kata dia.
Dari rata-rata ketinggian hilal awal Syawal di Indonesia telah wujud antara 0 derajat hingga 1 derajat. Maka merujuk kriteria baru yang ditetapkan Kementerian Agama, yaitu tinggi hilal 3 (tiga derajat) dan sudut elongasi 6.4 derajat sebagai syarat hilal bisa terlihat, maka ketinggian hilal tersebut sulit dapat teramati.
"Dalam pemantauan hilal di Lampung, kami juga berkoordinasi dengan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Perguruan Tinggi, Ormas Islam, dan pihak terkait lainnya," kata dia.
"Saya harap semua pihak untuk tidak mengeksploitasi perbedaan yang terjadi ini. Perbedaan dalam menentukan awal bulan dalam Islam merupakan kekayaan dari khasanah keilmuan," kata Puji Raharjo, di Bandarlampung, Minggu.
Menurutnya, perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan ini terjadi karena masing-masing memiliki pola tersendiri dalam menentukan awal bulan, seperti menggunakan sistem hisab dan juga kombinasi hisab dan rukyatul hilal.
"Keilmuan falak seperti rukyat dan hisab sudah menjadi pembahasan para ulama terdahulu sampai sekarang dengan berbagai perbedaan pandangan yang ada," kata Kepala Kanwil Kemenag Lampung itu.
Sehingga, lanjut Puji, yang terjadi saat ini harus disikapi dengan bijak, oleh seluruh umat Islam di Indonesia dan Lampung khususnya.
"Saya mengimbau umat Islam untuk tetap menjaga ukhuwah islamiyah dan toleransi dalam menyikapi perbedaan penetapan 1 Ramadhan 1445 H/ 2024 M,” katanya.
Pemantauan hilal atau rukyat hilal awal bulan Ramadhan 1445 H di Lampung dilakukan menggunakan peralatan-peralatan modern di 3 lokasi berbeda yakni Bukit Canti Kalianda Lampung Selatan, Taman Alat MKG Kampus Itera dan Labuhan Jukung Pesisir Barat.
"Ketinggian hilal pada saat pemantauan masih berada di 0 derajat. Seperti di POB Bukit Gelumpai Pantai Canti Kalianda, data ketinggian hilal adalah 00 derajat 41’ dan elongasi 02 derajat 30’," kata dia.
Dari rata-rata ketinggian hilal awal Syawal di Indonesia telah wujud antara 0 derajat hingga 1 derajat. Maka merujuk kriteria baru yang ditetapkan Kementerian Agama, yaitu tinggi hilal 3 (tiga derajat) dan sudut elongasi 6.4 derajat sebagai syarat hilal bisa terlihat, maka ketinggian hilal tersebut sulit dapat teramati.
"Dalam pemantauan hilal di Lampung, kami juga berkoordinasi dengan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Perguruan Tinggi, Ormas Islam, dan pihak terkait lainnya," kata dia.