Jakarta (ANTARA) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat ada empat kali guguran awan panas yang keluar dari pusat kawah Gunung Merapi selama periode 12-18 Januari 2024.
"Pekan ini terjadi empat kali awan panas guguran ke arah barat daya (hulu Kali Bebeng) dengan jarak luncur maksimal 2.400 meter," kata Kepala PVMBG Hendra Gunawan dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Selain awan panas, Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta juga tercatat meluncurkan guguran lava sebanyak 88 kali ke arah dan barat daya.
Guguran lava itu sebanyak lima kali mengarah ke hulu Kali Boyong sejauh maksimal 1.200 meter dan 83 kali ke hulu Kali Bebeng sejauh maksimal 1.600 meter.
"Suara guguran terdengar sembilan kali dari Pos Babadan dengan intensitas kecil hingga sedang," kata Hendra.
PVMBG melalui Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BBPTKG) mengamati ada perubahan morfologi kubah barat daya akibat aktivitas awan panas dan guguran lava tersebut. Sedangkan, morfologi kubah tengah relatif tetap.
Berdasarkan analisis foto udara tanggal 10 Januari 2024, volume kubah barat daya terukur sebesar 2.663.300 meter kubik dan kubah tengah sebesar 2.358.400 meter kubik.
Sepekan terakhir, PVMBG mencatat intensitas gempa masih cukup tinggi dengan rincian empat kali gempa awan panas guguran, dua kali gempa vulkanik dangkal, 91 kali gempa fase banyak, 718 kali gempa guguran, dan tiga kali gempa tektonik.
Lebih lanjut Hendra mengatakan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Merapi masih cukup tinggi berupa aktivitas erupsi efusif dengan tingkat status level III atau siaga.
Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal lima kilometer, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal tujuh kilometer.
Pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal tiga kilometer dan Sungai Gendol lima kilometer. Sedangkan, lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius tiga kilometer dari puncak.
"Data pemantauan menunjukkan suplai magma masih berlangsung yang dapat memicu terjadinya awan panas guguran di dalam daerah potensi bahaya," pungkas Hendra.
"Pekan ini terjadi empat kali awan panas guguran ke arah barat daya (hulu Kali Bebeng) dengan jarak luncur maksimal 2.400 meter," kata Kepala PVMBG Hendra Gunawan dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Selain awan panas, Gunung Merapi yang terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Yogyakarta juga tercatat meluncurkan guguran lava sebanyak 88 kali ke arah dan barat daya.
Guguran lava itu sebanyak lima kali mengarah ke hulu Kali Boyong sejauh maksimal 1.200 meter dan 83 kali ke hulu Kali Bebeng sejauh maksimal 1.600 meter.
"Suara guguran terdengar sembilan kali dari Pos Babadan dengan intensitas kecil hingga sedang," kata Hendra.
PVMBG melalui Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BBPTKG) mengamati ada perubahan morfologi kubah barat daya akibat aktivitas awan panas dan guguran lava tersebut. Sedangkan, morfologi kubah tengah relatif tetap.
Berdasarkan analisis foto udara tanggal 10 Januari 2024, volume kubah barat daya terukur sebesar 2.663.300 meter kubik dan kubah tengah sebesar 2.358.400 meter kubik.
Sepekan terakhir, PVMBG mencatat intensitas gempa masih cukup tinggi dengan rincian empat kali gempa awan panas guguran, dua kali gempa vulkanik dangkal, 91 kali gempa fase banyak, 718 kali gempa guguran, dan tiga kali gempa tektonik.
Lebih lanjut Hendra mengatakan bahwa aktivitas vulkanik Gunung Merapi masih cukup tinggi berupa aktivitas erupsi efusif dengan tingkat status level III atau siaga.
Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas pada sektor selatan-barat daya meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal lima kilometer, Sungai Bedog, Krasak, Bebeng sejauh maksimal tujuh kilometer.
Pada sektor tenggara meliputi Sungai Woro sejauh maksimal tiga kilometer dan Sungai Gendol lima kilometer. Sedangkan, lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius tiga kilometer dari puncak.
"Data pemantauan menunjukkan suplai magma masih berlangsung yang dapat memicu terjadinya awan panas guguran di dalam daerah potensi bahaya," pungkas Hendra.