Bandarlampung (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung menyatakan intervensi kepada remaja perempuan dalam program 8.000 hari pertama kehidupan (HPK) sebagai upaya mencegah stunting.
"Dalam mencegah stunting, perlu dilakukan penanganan dan intervensi sejak 8.000 hari pertama kehidupan terutama kepada remaja perempuan," ujar Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Lampung Edwin Rusli berdasarkan keterangannya di Bandarlampung, Jumat.
Ia mengatakan salah satu bentuk intervensi 8.000 hari pertama kehidupan bagi remaja putri yang juga merupakan calon pengantin di kemudian hari, yakni dengan wajib mengikuti pelatihan kesehatan reproduksi yang dilakukan melalui kegiatan komunikasi informasi dan edukasi remaja.
"Jadi ini dimulai dari kandungan hingga masa remaja akhir sekitar usia 19 tahun. Asupan gizi harus diperhatikan, kemudian saat mengandung, ibu minimal harus melakukan pemeriksaan antenatal care sebanyak enam kali," katanya.
Edwin melanjutkan untuk para remaja putri pun secara rutin diberikan tablet zat besi, sekaligus dilakukan penapisan anemia kepada remaja.
"Selain itu dilakukan upaya peningkatan kesehatan lingkungan dengan mengentaskan buang air besar sembarangan, dan penyediaan air layak konsumsi, lalu melakukan inisiasi menyusui dini dan ASI eksklusif sesuai Peraturan Gubernur Lampung No.10/2016," ucapnya.
Ia mengatakan pemerintah juga akan menyiapkan semua puskesmas dan rumah sakit untuk siap melakukan tatalaksana stunting. Semua posyandu pun harus aktif melakukan pengukuran, imunisasi sekaligus mendeteksi masalah gizi pada anak, serta memenuhi sarana ruang laktasi dan antropometri.
"Dilakukan pula aksi lima gerakan cegah stunting, pembentukan jejaring antenatal care, rujukan stunting, pelatihan USG bagi dokter dan SDIDTK untuk tenaga kesehatan, serta tata cara pemberian makanan bayi dan anak untuk tenaga gizi Puskesmas," ujarnya.
Menurut dia, prevalensi stunting triwulan tiga 2023 di Provinsi Lampung sebesar 4,05 persen, dan kabupaten dengan prevalensi stunting tertinggi adalah Kabupaten Pringsewu sebesar 8,04 persen, dan yang paling rendah adalah Kabupaten Pesisir Barat dengan prevalensi lima persen.
"Diharapkan langkah intervensi sejak 8.000 hari pertama kehidupan dapat makin mengurangi prevalensi stunting di Provinsi Lampung dan menghasilkan generasi yang sehat," ucap Edwin