Kota Bengkulu (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bengkulu melakukan pemeriksaan terhadap dua mantan pejabat Bank Tabungan Negara (BTN) di wilayah tersebut yaitu DA dan ZU terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Pemeriksaan tersebut dilakukan terkait kasus dugaan korupsi kredit macet program Kredit Yasa Griya (KYG) BTN Cabang Bengkulu sebesar Rp10 miliar
"Pendalaman terhadap penyidikan dugaan korupsi kredit macet program KYG masih terus kita lakukan dan hal ini tidak ada kaitannya dengan bank-nya, murni perbuatan oknum saja. Selain itu penyidikan juga kita lakukan dengan profesional dan menjaga kepercayaan publik terhadap perbankan tersebut," kata Kepala Kejari Bengkulu Yunitha Arifin di Kota Bengkulu, Kamis.
Ia menyebutkan, pemeriksaan tersebut dilakukan pertama sebab sebelumnya kedua mantan pejabat tersebut mangkir.
Diketahui, kasus tersebut berawal saat pemberian bantuan permodalan melalui KYG oleh BTN Cabang Bengkulu kepada PT Rizki Pabitei pada 2015-2020 dengan total bantuan mencapai Rp10 miliar.
Namun, diduga ada KKN dalam pemberian bantuan permodalan KYG pada PT Rizki Pabitei yang kemudian menggunakan kucuran dana untuk membuat puluhan unit rumah di salah satu kelurahan di Bengkulu dengan lahan di atas lima hektare.
Kemudian, dalam perjalannya kredit KYG BTN tersebut dinyatakan kolektibilitas lima (Kol-5) atau macet dan lahan lima hektare tersebut diduga dijual pengembang ke pihak lain sehingga menimbulkan kerugian negara.
Kemudian, untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi tersebut, Kejari Bengkulu menunggu hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan untuk nilai kewajaran harga tanah diserahkan ke Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).
Namun, diduga ada KKN dalam pemberian bantuan permodalan KYG pada PT Rizki Pabitei yang kemudian menggunakan kucuran dana untuk membuat puluhan unit rumah di salah satu kelurahan di Bengkulu dengan lahan di atas lima hektare.
Kemudian, dalam perjalannya kredit KYG BTN tersebut dinyatakan kolektibilitas lima (Kol-5) atau macet dan lahan lima hektare tersebut diduga dijual pengembang ke pihak lain sehingga menimbulkan kerugian negara.
Kemudian, untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi tersebut, Kejari Bengkulu menunggu hasil audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan untuk nilai kewajaran harga tanah diserahkan ke Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).