Jakarta (ANTARA) -
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa suami dari aktris Maia Estianty, Irwan Daniel Mussry, sebagai saksi perkara dugaan penerimaan gratifikasi mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto.
Irwan Mussry tidak banyak berkomentar usai diperiksa tim penyidik KPK dan membantah kalau dirinya diperiksa soal jual beli jam mewah.
"Bukan jual beli jam. Jadi, ini hanya beberapa keterangan untuk beberapa hal yang lain. Jadi, tidak ada berhubungan dengan pembelian jam, itu clear ya," ujar Irwan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu.
Meski demikian, Irwan menduga pemeriksaan terhadap dirinya ada kaitannya dengan perusahaan yang dipimpinnya. "Karena kan kami perusahaan yang mengimpor, jadi mungkin ada hubungannya," imbuhnya.
Irwan Mussry saat ini menjabat sebagai CEO Time International dan pemegang hak retail sejumlah merek jam tangan di Indonesia.
Sebelumnya, penyidik KPK pada Selasa, 12 September 2023, mengumumkan telah meningkatkan status kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto ke tahap penyidikan.
"Terkait perkembangan perkara di Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu beberapa waktu lalu, telah kami sampaikan proses penyelidikannya telah selesai sehingga kami lakukan analisa untuk proses berikutnya dan kami mengonfirmasi bahwa betul saat ini sudah naik pada proses penyidikan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (12/9).Meski demikian, Ali tidak menjelaskan lebih lanjut siapa saja pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
"Apakah sudah ada tersangka? Ya, dalam proses penyidikan yang dilakukan KPK pasti sudah ada tersangkanya," ujarnya.
Ali mengatakan saat ini penyidik KPK sedang dalam proses pengumpulan alat bukti untuk penyidikan perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU tersebut.
Setelah alat bukti dinyatakan cukup, penyidik KPK nantinya akan melakukan penahanan serta mengumumkan kepada publik siapa pihak yang ditetapkan sebagai tersangka berikut konstruksi perkaranya secara utuh dan pasal-pasal yang disangkakan.
Masih terkait perkara tersebut, tim penyidik KPK telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham untuk mencegah empat orang terkait perkara tersebut bepergian ke luar negeri.
"Empat pihak yang dimaksud, yaitu satu ASN Bea Cukai dan tiga pihak swasta," kata Ali.
Pengajuan cegah pada Ditjen Imigrasi Kemenkumham itu untuk waktu enam bulan pertama dan perpanjangan dapat kembali diajukan sebagaimana proses penyidikan.
Sosok Eko Darmanto mendapat sorotan publik lantaran sering pamer kemewahan melalui unggahannya di media sosial, seperti foto di depan pesawat terbang dan foto dengan motor gede (moge).
Gaya hidup mewah pejabat Bea Cukai tersebut memicu kritik dari masyarakat dan mendorong Ditjen Bea Cukai mencopot Eko Darmanto dari jabatannya sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta.
Hal itu juga yang membuat Eko Darmanto akhirnya berurusan dengan lembaga antirasuah hingga akhirnya dipanggil untuk memberikan klarifikasi soal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya.
Atas dasar hasil klarifikasi tersebut, KPK kemudian membuka penyelidikan dan penyidikan terhadap yang bersangkutan.
Irwan Mussry tidak banyak berkomentar usai diperiksa tim penyidik KPK dan membantah kalau dirinya diperiksa soal jual beli jam mewah.
"Bukan jual beli jam. Jadi, ini hanya beberapa keterangan untuk beberapa hal yang lain. Jadi, tidak ada berhubungan dengan pembelian jam, itu clear ya," ujar Irwan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu.
Meski demikian, Irwan menduga pemeriksaan terhadap dirinya ada kaitannya dengan perusahaan yang dipimpinnya. "Karena kan kami perusahaan yang mengimpor, jadi mungkin ada hubungannya," imbuhnya.
Irwan Mussry saat ini menjabat sebagai CEO Time International dan pemegang hak retail sejumlah merek jam tangan di Indonesia.
Sebelumnya, penyidik KPK pada Selasa, 12 September 2023, mengumumkan telah meningkatkan status kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto ke tahap penyidikan.
"Terkait perkembangan perkara di Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu beberapa waktu lalu, telah kami sampaikan proses penyelidikannya telah selesai sehingga kami lakukan analisa untuk proses berikutnya dan kami mengonfirmasi bahwa betul saat ini sudah naik pada proses penyidikan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (12/9).Meski demikian, Ali tidak menjelaskan lebih lanjut siapa saja pihak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
"Apakah sudah ada tersangka? Ya, dalam proses penyidikan yang dilakukan KPK pasti sudah ada tersangkanya," ujarnya.
Ali mengatakan saat ini penyidik KPK sedang dalam proses pengumpulan alat bukti untuk penyidikan perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU tersebut.
Setelah alat bukti dinyatakan cukup, penyidik KPK nantinya akan melakukan penahanan serta mengumumkan kepada publik siapa pihak yang ditetapkan sebagai tersangka berikut konstruksi perkaranya secara utuh dan pasal-pasal yang disangkakan.
Masih terkait perkara tersebut, tim penyidik KPK telah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham untuk mencegah empat orang terkait perkara tersebut bepergian ke luar negeri.
"Empat pihak yang dimaksud, yaitu satu ASN Bea Cukai dan tiga pihak swasta," kata Ali.
Pengajuan cegah pada Ditjen Imigrasi Kemenkumham itu untuk waktu enam bulan pertama dan perpanjangan dapat kembali diajukan sebagaimana proses penyidikan.
Sosok Eko Darmanto mendapat sorotan publik lantaran sering pamer kemewahan melalui unggahannya di media sosial, seperti foto di depan pesawat terbang dan foto dengan motor gede (moge).
Gaya hidup mewah pejabat Bea Cukai tersebut memicu kritik dari masyarakat dan mendorong Ditjen Bea Cukai mencopot Eko Darmanto dari jabatannya sebagai Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta.
Hal itu juga yang membuat Eko Darmanto akhirnya berurusan dengan lembaga antirasuah hingga akhirnya dipanggil untuk memberikan klarifikasi soal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya.
Atas dasar hasil klarifikasi tersebut, KPK kemudian membuka penyelidikan dan penyidikan terhadap yang bersangkutan.