Bandarlampung (ANTARA) - Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Lampung menyatakan bahwa perbedaan dalam penentuan 1 Syawal atau Idul Fitri di Indonesia bukanlah hal yang baru, sehingga tidak untuk diperdebatkan.
"Perbedaan dalam pelaksanaan Shalat Idul Fitri (Id) di negara kita bukanlah hal baru, karena sudah pernah terjadi dan masyarakat Indonesia sudah cukup dewasa dan terbiasa," kata Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Lampung Prof Sudarman, saat dihubungi dari Bandarlampung, Kamis.
Menurutnya, perbedaan yang terjadi dalam penentuan 1 Syawal itu disebabkan metode perhitungan bulan yang berbeda antara Muhammadiyah dengan pemerintah. Muhammadiyah memakai perhitungan hisab hakiki ataupun wujudul hilal. Sedangkan Pemerintah menggunakan pemantauan rukhyatul hilal dengan kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).
"Meskipun berbeda dalam penetapan 1 Syawal, tetapi hal yang penting adalah persatuan dan kesatuan harus tetap dijaga di Indonesia," kata dia pula.
Menurutnya, Lebaran antara Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) serta ormas Islam lainnya boleh berbeda berdasarkan keyakinan masing-masing, namun ukhuwah Islamiah serta visi kebangsaan harus dapat dijaga bersama-sama.
"Perbedaan itu sangat kecil tak perlu dibesar-besarkan tetapi titik temunya lebih banyak, maka dari itu yang harus kita kedepankan adalah titik temu dan persamaannya di antara gerakan Islam dan ormas Islam di Indonesia," kata dia lagi.
Pada sisi lain, Prof Sudarman menyebutkan bahwa untuk pelaksanaan Shalat Idul Fitri (Id) di Bandarlampung bagi warga Muhammadiyah terdapat 11 titik.
"Kalau di Bandarlampung ada 11 titik, tapi sebenarnya setiap kabupaten dan kota juga akan menggelar Shalat Id di lingkungan atau halaman-halaman masjid Muhammadiyah," kata dia.
Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah atau Idul Fitri 2023 Masehi jatuh pada Sabtu (22/4), setelah diputuskan dalam sidang isbat yang digelar di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, Kamis malam.
Dengan demikian, penetapan 1 Syawal antara Pemerintah dengan Muhammadiyah berbeda. Muhammadiyah telah menetapkan Idul Fitri pada Jumat (21/4) yang didasarkan pada kriteria wujudul hilal. Sementara Pemerintah pada Sabtu (22/4) berdasarkan kriteria MABIMS.
Baca juga: Wapres harap penentuan Idul Fitri bisa seragam
"Perbedaan dalam pelaksanaan Shalat Idul Fitri (Id) di negara kita bukanlah hal baru, karena sudah pernah terjadi dan masyarakat Indonesia sudah cukup dewasa dan terbiasa," kata Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Lampung Prof Sudarman, saat dihubungi dari Bandarlampung, Kamis.
Menurutnya, perbedaan yang terjadi dalam penentuan 1 Syawal itu disebabkan metode perhitungan bulan yang berbeda antara Muhammadiyah dengan pemerintah. Muhammadiyah memakai perhitungan hisab hakiki ataupun wujudul hilal. Sedangkan Pemerintah menggunakan pemantauan rukhyatul hilal dengan kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).
"Meskipun berbeda dalam penetapan 1 Syawal, tetapi hal yang penting adalah persatuan dan kesatuan harus tetap dijaga di Indonesia," kata dia pula.
Menurutnya, Lebaran antara Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) serta ormas Islam lainnya boleh berbeda berdasarkan keyakinan masing-masing, namun ukhuwah Islamiah serta visi kebangsaan harus dapat dijaga bersama-sama.
"Perbedaan itu sangat kecil tak perlu dibesar-besarkan tetapi titik temunya lebih banyak, maka dari itu yang harus kita kedepankan adalah titik temu dan persamaannya di antara gerakan Islam dan ormas Islam di Indonesia," kata dia lagi.
Pada sisi lain, Prof Sudarman menyebutkan bahwa untuk pelaksanaan Shalat Idul Fitri (Id) di Bandarlampung bagi warga Muhammadiyah terdapat 11 titik.
"Kalau di Bandarlampung ada 11 titik, tapi sebenarnya setiap kabupaten dan kota juga akan menggelar Shalat Id di lingkungan atau halaman-halaman masjid Muhammadiyah," kata dia.
Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan 1 Syawal 1444 Hijriah atau Idul Fitri 2023 Masehi jatuh pada Sabtu (22/4), setelah diputuskan dalam sidang isbat yang digelar di Gedung Kementerian Agama, Jakarta, Kamis malam.
Dengan demikian, penetapan 1 Syawal antara Pemerintah dengan Muhammadiyah berbeda. Muhammadiyah telah menetapkan Idul Fitri pada Jumat (21/4) yang didasarkan pada kriteria wujudul hilal. Sementara Pemerintah pada Sabtu (22/4) berdasarkan kriteria MABIMS.
Baca juga: Wapres harap penentuan Idul Fitri bisa seragam