Johannesburg (ANTARA) - Biaya tinggi dan prospek pendapatan menyusut membuat sejumlah penambang besar gelisah tentang ekspansi, bahkan ketika pemegang saham menuntut investasi sebagai tanggapan atas harga-harga komoditas yang kuat, pembukaan kembali China dan peran mineral dalam mendekarbonisasi ekonomi.

Meskipun disiplin biaya selama bertahun-tahun telah memperbaiki neraca dari pengeluaran berlebih di masa lalu, pengumuman hasil setahun penuh pada Februari diperkirakan akan menunjukkan penurunan laba penambang dan pembayaran pemegang saham dari tingkat rekor yang dilaporkan pada tahun 2022 setelah gangguan menurunkan produksi dan biaya meningkat untuk energi, bahan peledak dan peralatan.

Gangguan di tambang tembaga yang disebabkan oleh cuaca ekstrem dan masalah tenaga kerja, misalnya, diperkirakan akan memburuk, kemungkinan mempengaruhi rekor produksi 1,6 juta ton tahun ini, kata analis Goldman Sachs, memusingkan perusahaan yang memburu mineral untuk memberi daya pada ledakan energi hijau saat simpanan mereka habis.

"Setelah mengurangi Capex (belanja modal) dan pengeluaran, perusahaan pertambangan baik-baik saja dalam jangka pendek, tetapi jika mereka melihat beberapa tahun ke depan, mereka perlu mulai mengembangkan lebih banyak opsi pertumbuhan," kata George Cheveley, manajer portofolio di Ninety-One.

"Ini adalah masalah yang meningkat, karena jika Anda belum menghabiskan banyak uang untuk pengembangan atau pengurangan, seperti yang terjadi sejak harga turun pada 2015-2016, Anda tidak dapat melakukannya selamanya dan berharap untuk terus tumbuh," dia menambahkan.

Pengeluaran modal oleh perusahaan pertambangan akan turun 11 persen pada tahun 2023, dengan pengeluaran eksplorasi kemungkinan akan turun 10-20 persen, menurut analis logam dan pertambangan utama S&P Global Commodity Insights, Kevin Murphy.

Meskipun volume besar tembaga, litium, nikel, dan kobalt diperlukan untuk transisi ke ekonomi rendah karbon, perusahaan-perusahaan besar memiliki rencana terbatas untuk mengembangkan tambang yang membutuhkan waktu beberapa tahun untuk menghasilkan keuntungan.

Di antara CEO yang lebih bullish, Mark Bristow dari Barrick Gold mengatakan perusahaan pertambangan harus membelanjakan lebih banyak pada eksplorasi untuk memastikan jaringan tambang yang solid, meskipun ekonomi global "sangat tertekan".

"Hal pertama yang dilakukan industri pertambangan saat berada di bawah tekanan adalah menghentikan pengeluaran. Namun pada akhirnya, waktu terbaik untuk mengembangkan bisnis Anda adalah di saat-saat sulit," kata Bristow.

Beberapa perusahaan lebih suka tumbuh melalui akuisisi, berinvestasi dalam proyek-proyek milik pengembang yang lebih kecil.

Perusahaan pertambangan terbesar di dunia BHP Group dalam beberapa bulan terakhir telah membeli 20 persen saham perusahaan eksplorasi Kanada Brixton Metals dan menandatangani kesepakatan dengan Mundoro Capital Kanada untuk mengeksplorasi tembaga di Serbia.

Perusahaan tersebut juga telah membuat penawaran tunai 6,5 miliar dolar AS untuk produsen tembaga dan emas OZ Minerals.

Latar belakang ekonomi yang sulit dapat meningkatkan pembuatan kesepakatan, yang merupakan peluang bagi pemain yang lebih kuat yang ingin memperoleh aset terjamin dan pemain yang lebih kecil yang ingin mendapatkan uang.

"Ini bisa menjadi katalis yang sangat menarik untuk M&A (merger dan akuisisi), karena mungkin ada penurunan harga saham jika orang benar-benar tidak percaya pada fundamentalnya," kata Sandra du Toit, yang memimpin praktik M&A Afrika di Ernst & Young.

Tambang Afrika
Selain China, di mana pencabutan pembatasan COVID-19 yang berlarut-larut diperkirakan akan mendorong permintaan logam, mesin utama pertumbuhan global - Amerika Serikat dan Eropa - akan melambat tahun ini, menurut IMF dan Bank Dunia, meskipun ada tanda-tanda penurunan inflasi.

Kontraksi ekonomi membuat "membuka investasi pertambangan Afrika" - tema tahun ini untuk konferensi "Investing in African Mining Indaba" di Cape Town pada awal Februari - tujuan yang lebih menantang.

Pengeluaran keseluruhan perusahaan pertambangan untuk eksplorasi di Afrika telah menurun relatif terhadap Australia, Kanada, dan Amerika Latin.

Tahun lalu, porsi anggaran eksplorasi yang didedikasikan untuk Afrika adalah yang terkecil setidaknya sejak 1997, menurut data S&P Global Commodity Insights.

Sebagian besar penurunan itu disebabkan oleh perpindahan pengembang tambang kecil dari Afrika, sementara produsen besar meningkatkan porsi pengeluaran mereka di benua itu tahun lalu, menurut Murphy dari S&P.

Penambang besar telah lama mewaspadai benua ini karena profil risikonya, tetapi dorongan dari Amerika Serikat dan Eropa untuk mengurangi ketergantungan mereka pada China, yang mendominasi pemrosesan mineral baterai, membujuk perusahaan untuk mempertimbangkan kembali.

Anglo American pada Mei mengambil alih lisensi tembaga-kobalt Zambia dari perusahaan eksplorasi junior Arc Minerals, sementara Uni Eropa bermitra dengan Namibia sebagai salah satu negara yang diharapkan akan membantu pembangunan sektor baterainya.

 

Pewarta : Apep Suhendar
Editor : Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024