Doha (ANTARA) - Kroasia adalah runner-up Piala Dunia 2018 dan Brazil tiba di Qatar sebagai salah satu --jika bukan yang paling-- favorit juara Piala Dunia 2022.
Maka wajar bila Kroasia diposisikan sebagai underdog kala kedua tim bertemu dalam laga pembuka babak perempat final Piala Dunia 2022 di Stadion Education City, Al Rayyan, Jumat petang.
Berkali-kali sepanjang pertandingan baik di waktu normal maupun babak tambahan, Kroasia dengan permainan pragmatis nan realistis sukses mematikan irama musik tiap kali para pemain Brazil menari-nari di sepertiga akhir lapangan.
Sorak sorai dan luapan kegembiraan membahana di tribun Stadion Education City dari kerumunan yang mengenakan jersey berwarna kuning, ketika Neymar memecahkan kebuntuan di pengujung babak tambahan pertama.
Neymar merangsek ke depan gawang Kroasia usai melakukan dua kali umpan satu-dua dengan Rodrygo Goes dan Lucas Paqueta, sebelum ia memperdaya kiper Dominik Livakovic dan membawa Brazil memimpin saat jeda babak tambahan.
Keunggulan 1-0 membuat Brazil memasuki babak tambahan kedua dengan kepercayaan diri tinggi. Neymar dkk terlihat lebih banyak melambatkan tempo permainan.
Brazil seolah tengah melakukan pendinginan sembari mempersiapkan musik untuk menari-nari seperti yang dilakukan selepas melumat Korea Selatan 4-1 dalam babak 16 besar.
Namun, sekali lagi irama musik itu dimatikan oleh Kroasia yang mampu menyamakan kedudukan tiga menit jelang akhir babak tambahan kedua.
Milos Orsic yang baru beberapa menit merumput, mengirimkan bola dari sisi sayap kiri ke tepian kotak penalti. Bruno Petkovic menyambutnya dengan tendangan yang sempat membentur kaki Marquinhos, sehingga bola mengecoh kiper Alisson Becker dan bersarang ke dalam gawang Brazil.
Itu merupakan satu-satunya tembakan tepat sasaran yang dibukukan oleh Kroasia sepanjang 120 menit permainan, tapi cukup untuk membuyarkan kemenangan yang sudah di depan mata Brazil.
Hal tersebut dilengkapi aksi heroik kiper Dominik Livakovic yang melakukan penyelamatan kesepuluhnya sepanjang laga, dengan mementahkan bola sepakan Casemiro demi memaksa pemenang ditentukan lewat adu penalti.
Keberhasilan menyamakan kedudukan ditambah pengalaman memenangi adu penalti melawan Jepang di babak 16 besar, praktis menjadi modal besar bagi Kroasia dalam tos-tosan penentu tiket semifinal.
Livakovic yang empat hari sebelumnya sukses mementahkan tiga eksekusi algojo Jepang, kembali mengawali adu penalti dengan baik lewat keberhasilannya menghalau tendangan Rodrygo Goes selaku eksekutor pertama Brazil.
Aksi Livakovic itu memberi keunggulan bagi Kroasia, sebab sebelumnya Nikola Vlasic sudah sukses memperdaya Alisson. Sesudah kegagalan Rodrygo, lima algojo bergantian menyarangkan bola ke dalam gawang, tiga untuk Kroasia dan dua bagi Brazil.
Marquinhos maju sebagai algojo keempat Brazil dan berpeluang untuk melunasi "kesalahan" yang ia lakukan kala membelokkan bola tembakan Petkovic berujung gol penyama kedudukan Kroasia.
Namun, Dewi Fortuna berpaling dari Marquinhos dan Brazil, lantara bola eksekusi pemain Paris Saint-Germain itu berakhir membentur tiang gawang.
Livakovic yang sebelumnya terkecoh, melihat bola muntah dari tiang, segera berlari disambut rekan-rekannya yang merayakan kemenangan adu penalti 4-2 bagi Krosia.
Kroasia berselebrasi tanpa melakukan tari-tarian centil seperti Brazil, menaati permintaan sang pelatih Zlatko Dalic yang sudah mewanti-wanti agar para pemainnya tak melakukan hal semacam itu.
Di waktu bersamaan Dalic juga sukses mencegah para pemain Brazil pamer tari-tarian, malahan mereka satu per satu tumbang menyesali kegagalan memenuhi ekspektasi sebagai salah satu favorit utama juara Piala Dunia 2022.
"Kemarin saya sudah bilang di konferensi pers sebelum pertandingan, bahwa saya tidak mau pemain saya menari-nari (seperti yang dilakukan Brazil," kata Dalic dalam jumpa pers selepas laga.
Modric dan Neymar
Selepas adu penalti rampung dan selebrasi singkat bersama rekan-rekannya, kapten sekaligus ikon sepak bola modern Kroasia Luka Modric langsung menghampiri Neymar yang bersimbah tangis di lingkaran tengah lapangan.
Pemandangan itu seperti menggambarkan betapa keberhasilan Modric membawa Kroasia berbicara banyak di pentas dunia, berbanding terbalik dengan kegagalan Neymar menopang beban berat melanjutkan tradisi panjang Brazil.
Modric memang belum pernah berhasil membawa Kroasia menjuarai apa pun, tapi ekspektasi itu rasanya hanya menghinggapi penduduk negeri Balkan tersebut.
Sebaliknya Neymar bukan hanya dibebani ekspektasi warga Brazil, tapi juga penggemar Selecao yang menjamur di seluruh dunia berharap pemain eksentrik itu bisa menopang Brazil menjadi juara dunia.
"Menjelang Piala Dunia ini dia tak diperhitungkan, dianggap remeh, dinggap sudah habis, dan kini sekali lagi dia telah membuktikan bisa membantu Kroasia melangkah jauh di turnamen ini," kata Dalic saat ditanya soal Modric dalam jumpa pers pascapertandingan.
Dalic melontarkan pujian setinggi langit, menyebut Modric punya determinasi tinggi baik di sesi latihan maupun di atas lapangan. Menurut Dalic hal semacam itu sulit ditemukan pada sosok bintang senior berusia 37 tahun.
Empat hari yang lalu, Modric bahkan tidak memperlihatkan reaksi berlebihan ketika Dalic menariknya keluar dalam babak tambahan melawan Jepang. Menurut Dalic, Modric tak mengeluh sedikitpun.
Alih-alih mengeluh, Modric kemudian tampil 120 menit penuh melawan Brazil dan melakoni tugasnya dengan baik saat dipilih sebagai salah satu algojo dalam adu penalti.
"Tak sedikitpun dia pernah mengeluh. Saya rasa itu adalah bukti bahwa dia salah satu pemain terbaik di dunia," kata Dalic.
Modric tentunya tidak sendirian, ia menaruh kepercayaan penuh untuk mempertaruhkan nasib Kroasia di pundak para juniornya dan rekan-rekannya.
Di sisi lain, Neymar sudah memberikan segalanya bagi Brazil. Bahkan gol yang ia cetak ke gawang Kroasia membuatnya menyamai rekor Pele sebagai top skor Brazil dengan 77 gol.
Ironisnya, rekan-rekan Neymar bahkan tak bisa memastikan bahwa sang bintang berkesempatan untuk melakoni tugasnya sebagai algojo kelima Brazil.
"Penendang kelima biasanya lebih menentukan, lebih disertai tekanan mental, itulah mengapa saya memilih Neymar di tugas itu," kata pelatih Brazil Tite selepas pertandingan.
Sekali lagi, di atas kertas Brazil jauh lebih diunggulkan dalam pertandingan perempat final melawan Kroasia. Namun, pengalaman dan kebersamaan Kroasia membuat hasil di Stadion Education City, rasanya tidak begitu mengejutkan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Apakah Kroasia singkirkan Brazil sebuah kejutan?
Maka wajar bila Kroasia diposisikan sebagai underdog kala kedua tim bertemu dalam laga pembuka babak perempat final Piala Dunia 2022 di Stadion Education City, Al Rayyan, Jumat petang.
Berkali-kali sepanjang pertandingan baik di waktu normal maupun babak tambahan, Kroasia dengan permainan pragmatis nan realistis sukses mematikan irama musik tiap kali para pemain Brazil menari-nari di sepertiga akhir lapangan.
Sorak sorai dan luapan kegembiraan membahana di tribun Stadion Education City dari kerumunan yang mengenakan jersey berwarna kuning, ketika Neymar memecahkan kebuntuan di pengujung babak tambahan pertama.
Neymar merangsek ke depan gawang Kroasia usai melakukan dua kali umpan satu-dua dengan Rodrygo Goes dan Lucas Paqueta, sebelum ia memperdaya kiper Dominik Livakovic dan membawa Brazil memimpin saat jeda babak tambahan.
Keunggulan 1-0 membuat Brazil memasuki babak tambahan kedua dengan kepercayaan diri tinggi. Neymar dkk terlihat lebih banyak melambatkan tempo permainan.
Brazil seolah tengah melakukan pendinginan sembari mempersiapkan musik untuk menari-nari seperti yang dilakukan selepas melumat Korea Selatan 4-1 dalam babak 16 besar.
Namun, sekali lagi irama musik itu dimatikan oleh Kroasia yang mampu menyamakan kedudukan tiga menit jelang akhir babak tambahan kedua.
Milos Orsic yang baru beberapa menit merumput, mengirimkan bola dari sisi sayap kiri ke tepian kotak penalti. Bruno Petkovic menyambutnya dengan tendangan yang sempat membentur kaki Marquinhos, sehingga bola mengecoh kiper Alisson Becker dan bersarang ke dalam gawang Brazil.
Itu merupakan satu-satunya tembakan tepat sasaran yang dibukukan oleh Kroasia sepanjang 120 menit permainan, tapi cukup untuk membuyarkan kemenangan yang sudah di depan mata Brazil.
Hal tersebut dilengkapi aksi heroik kiper Dominik Livakovic yang melakukan penyelamatan kesepuluhnya sepanjang laga, dengan mementahkan bola sepakan Casemiro demi memaksa pemenang ditentukan lewat adu penalti.
Keberhasilan menyamakan kedudukan ditambah pengalaman memenangi adu penalti melawan Jepang di babak 16 besar, praktis menjadi modal besar bagi Kroasia dalam tos-tosan penentu tiket semifinal.
Livakovic yang empat hari sebelumnya sukses mementahkan tiga eksekusi algojo Jepang, kembali mengawali adu penalti dengan baik lewat keberhasilannya menghalau tendangan Rodrygo Goes selaku eksekutor pertama Brazil.
Aksi Livakovic itu memberi keunggulan bagi Kroasia, sebab sebelumnya Nikola Vlasic sudah sukses memperdaya Alisson. Sesudah kegagalan Rodrygo, lima algojo bergantian menyarangkan bola ke dalam gawang, tiga untuk Kroasia dan dua bagi Brazil.
Marquinhos maju sebagai algojo keempat Brazil dan berpeluang untuk melunasi "kesalahan" yang ia lakukan kala membelokkan bola tembakan Petkovic berujung gol penyama kedudukan Kroasia.
Namun, Dewi Fortuna berpaling dari Marquinhos dan Brazil, lantara bola eksekusi pemain Paris Saint-Germain itu berakhir membentur tiang gawang.
Livakovic yang sebelumnya terkecoh, melihat bola muntah dari tiang, segera berlari disambut rekan-rekannya yang merayakan kemenangan adu penalti 4-2 bagi Krosia.
Kroasia berselebrasi tanpa melakukan tari-tarian centil seperti Brazil, menaati permintaan sang pelatih Zlatko Dalic yang sudah mewanti-wanti agar para pemainnya tak melakukan hal semacam itu.
Di waktu bersamaan Dalic juga sukses mencegah para pemain Brazil pamer tari-tarian, malahan mereka satu per satu tumbang menyesali kegagalan memenuhi ekspektasi sebagai salah satu favorit utama juara Piala Dunia 2022.
"Kemarin saya sudah bilang di konferensi pers sebelum pertandingan, bahwa saya tidak mau pemain saya menari-nari (seperti yang dilakukan Brazil," kata Dalic dalam jumpa pers selepas laga.
Modric dan Neymar
Selepas adu penalti rampung dan selebrasi singkat bersama rekan-rekannya, kapten sekaligus ikon sepak bola modern Kroasia Luka Modric langsung menghampiri Neymar yang bersimbah tangis di lingkaran tengah lapangan.
Pemandangan itu seperti menggambarkan betapa keberhasilan Modric membawa Kroasia berbicara banyak di pentas dunia, berbanding terbalik dengan kegagalan Neymar menopang beban berat melanjutkan tradisi panjang Brazil.
Modric memang belum pernah berhasil membawa Kroasia menjuarai apa pun, tapi ekspektasi itu rasanya hanya menghinggapi penduduk negeri Balkan tersebut.
Sebaliknya Neymar bukan hanya dibebani ekspektasi warga Brazil, tapi juga penggemar Selecao yang menjamur di seluruh dunia berharap pemain eksentrik itu bisa menopang Brazil menjadi juara dunia.
"Menjelang Piala Dunia ini dia tak diperhitungkan, dianggap remeh, dinggap sudah habis, dan kini sekali lagi dia telah membuktikan bisa membantu Kroasia melangkah jauh di turnamen ini," kata Dalic saat ditanya soal Modric dalam jumpa pers pascapertandingan.
Dalic melontarkan pujian setinggi langit, menyebut Modric punya determinasi tinggi baik di sesi latihan maupun di atas lapangan. Menurut Dalic hal semacam itu sulit ditemukan pada sosok bintang senior berusia 37 tahun.
Empat hari yang lalu, Modric bahkan tidak memperlihatkan reaksi berlebihan ketika Dalic menariknya keluar dalam babak tambahan melawan Jepang. Menurut Dalic, Modric tak mengeluh sedikitpun.
Alih-alih mengeluh, Modric kemudian tampil 120 menit penuh melawan Brazil dan melakoni tugasnya dengan baik saat dipilih sebagai salah satu algojo dalam adu penalti.
"Tak sedikitpun dia pernah mengeluh. Saya rasa itu adalah bukti bahwa dia salah satu pemain terbaik di dunia," kata Dalic.
Modric tentunya tidak sendirian, ia menaruh kepercayaan penuh untuk mempertaruhkan nasib Kroasia di pundak para juniornya dan rekan-rekannya.
Di sisi lain, Neymar sudah memberikan segalanya bagi Brazil. Bahkan gol yang ia cetak ke gawang Kroasia membuatnya menyamai rekor Pele sebagai top skor Brazil dengan 77 gol.
Ironisnya, rekan-rekan Neymar bahkan tak bisa memastikan bahwa sang bintang berkesempatan untuk melakoni tugasnya sebagai algojo kelima Brazil.
"Penendang kelima biasanya lebih menentukan, lebih disertai tekanan mental, itulah mengapa saya memilih Neymar di tugas itu," kata pelatih Brazil Tite selepas pertandingan.
Sekali lagi, di atas kertas Brazil jauh lebih diunggulkan dalam pertandingan perempat final melawan Kroasia. Namun, pengalaman dan kebersamaan Kroasia membuat hasil di Stadion Education City, rasanya tidak begitu mengejutkan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Apakah Kroasia singkirkan Brazil sebuah kejutan?