Jakarta (ANTARA) - Desainer Indonesia Musa Widyatmodjo mendapat kesempatan untuk mendesain dan merealisasikan kasula (jubah) untuk Bapa Suci Sri Paus Fransiskus.
Momen ini digunakan Musa untuk sekaligus memperkenalkan wastra Indonesia, seperti tertulis dalam keterangannya pada Jumat. Desainer yang sudah lebih dari 30 tahun berkiprah di dunia fesyen itu mengangkat tenun Garut yang dibuat menggunakan material sutera yang dibuat dengan cara tradisional, yakni menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
Meski membutuhkan waktu yang lumayan lama dalam pengerjaannya, hasil tenun sutera Garut memiliki ciri berupa permukaan tiga dimensi. Inovasi inilah yang kemudian membuat kain sutera Garut kembali popular setelah sempat ‘turun’ di era ‘70an.
“Tenun Garut merupakan karya industri rumahan dengan hasil material kain yang berkualitas. Setiap helai benang ditenun dengan rasa cinta dan keahlian yang menghasilkan helai kain yang memiliki ‘jiwa’ dan pantas untuk dijadikan material Kasula Bapak Suci Sri Paus Fransiskus," jelas Musa.
"Tenun jacquard sutera yang saya pilih memiliki tekstur yang membentuk motif geometrik white on white yang terlihat tegas sekaligus anggun," tambahnya.
Lebih lanjut, Musa menjelaskan untuk stola, Musa menggunakan tenun songket Bali dengan dasar putih bermotif benang emas.
“Saya memilih tenun Bali karena saya melihat Bali dikenal dengan kehidupan yang penuh kedamaian seiring dengan kesadaran bertoleransinya. Ini sekaligus mewakili keprihatinan saya atas situasi yang berkembang di banyak sudut dunia yang seperti kehilangan cinta kasih dan toleransi pada sesama," paparnya.
Kasula ini dipersembahkan oleh Ibu Stephanie Kesuma dan diserahkan langsung kepada Bapak Suci Sri Paus Fransiskus pada Oktober ini.
Selain untuk Bapak Suci Sri Paus Fransiskus, Musa Widyatmodjo juga didaulat membuatkan kasula untuk Govenor Vatican City Uskup Agung Fernando Vergez Alzaga dan Father Marchin Schmidt yang ia rancang dengan menggunakan tenun Garut dengan kombinasi batik Pekalongan.
Momen ini digunakan Musa untuk sekaligus memperkenalkan wastra Indonesia, seperti tertulis dalam keterangannya pada Jumat. Desainer yang sudah lebih dari 30 tahun berkiprah di dunia fesyen itu mengangkat tenun Garut yang dibuat menggunakan material sutera yang dibuat dengan cara tradisional, yakni menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
Meski membutuhkan waktu yang lumayan lama dalam pengerjaannya, hasil tenun sutera Garut memiliki ciri berupa permukaan tiga dimensi. Inovasi inilah yang kemudian membuat kain sutera Garut kembali popular setelah sempat ‘turun’ di era ‘70an.
“Tenun Garut merupakan karya industri rumahan dengan hasil material kain yang berkualitas. Setiap helai benang ditenun dengan rasa cinta dan keahlian yang menghasilkan helai kain yang memiliki ‘jiwa’ dan pantas untuk dijadikan material Kasula Bapak Suci Sri Paus Fransiskus," jelas Musa.
"Tenun jacquard sutera yang saya pilih memiliki tekstur yang membentuk motif geometrik white on white yang terlihat tegas sekaligus anggun," tambahnya.
Lebih lanjut, Musa menjelaskan untuk stola, Musa menggunakan tenun songket Bali dengan dasar putih bermotif benang emas.
“Saya memilih tenun Bali karena saya melihat Bali dikenal dengan kehidupan yang penuh kedamaian seiring dengan kesadaran bertoleransinya. Ini sekaligus mewakili keprihatinan saya atas situasi yang berkembang di banyak sudut dunia yang seperti kehilangan cinta kasih dan toleransi pada sesama," paparnya.
Kasula ini dipersembahkan oleh Ibu Stephanie Kesuma dan diserahkan langsung kepada Bapak Suci Sri Paus Fransiskus pada Oktober ini.
Selain untuk Bapak Suci Sri Paus Fransiskus, Musa Widyatmodjo juga didaulat membuatkan kasula untuk Govenor Vatican City Uskup Agung Fernando Vergez Alzaga dan Father Marchin Schmidt yang ia rancang dengan menggunakan tenun Garut dengan kombinasi batik Pekalongan.