Jakarta (ANTARA) - Perseroan Terbatas Nindya Karya dan perusahaan swasta PT Tuah Sejati masing-masing dituntut bayar denda senilai Rp900 juta terkait dengan dakwaan korupsi proyek pembangunan Dermaga Bongkar Sabang pada tahun anggaran 2006—2011 yang merugikan keuangan negara senilai Rp313,345 miliar.
"Menyatakan terdakwa I PT Nindya Karya (Persero) dan terdakwa II PT Tuah Sejati terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Agus Prasetyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
JPU melanjutkan, "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I PT Nindya Karya (Persero) dan terdakwa II PT Tuah Sejati berupa pidana denda masing-masing sebesar Rp900 juta."
Dengan ketentuan, jika terpidana tidak membayar denda paling lama 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan apabila terdapat alasan yang kuat jangka waktu sebagaimana dimaksud telah diperpanjang lagi paling lama 1 bulan namun para terpidana tidak membayar uang denda, harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk bayar denda tersebut.
Duduk di kursi terdakwa mewakili PT Nindya Karya adalah Direktur Utama PT Nindya Karya Haedar A. Karim. Sementara itu, yang mengikuti persidangan dari Aceh melalui sambungan video conference adalah Direktur Utama PT Tuah Sejati Muhammad Taufik Reza.
JPU KPK juga menuntut hukuman pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara bagi kedua korporasi.
"Menghukum PT Nindya Karya (Persero) dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp44.681.053.100,00. Menetapkan uang sebesar Rp44.681.053.100,00 yang telah disita dari terdakwa diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti," tambah jaksa.
Adapun PT Tuah Sejati juga dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp49.908.196.378,00.
"Menetapkan uang sebesar Rp9.062.489.079,00 dan aset Terdakwa II PT Tuah Sejati yang telah disita diperhitungkan sebagai pengurang uang pengganti," ungkap jaksa.
JPU KPK juga meminta penetapan agar PT Tuah Stjati tetap mengelola aset usaha berupa stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN), dan stasiun pengisian pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) serta melanjutkan penyetoran keuntungan aset usaha ke rekening penampungan KPK RI sampai putusan berkekuatan hukum tetap.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dinilai terbukti lakukan dakwaan primer dari Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Hal-hal yang memberatkan, menurut jaksa Agus, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Para terdakwa melakukan korupsi dengan berkehendak aktif, bertujuan memperoleh keuntungan di luar kewajaran. Proyek fisik masih dapat dipergunakan namun menurut hasil audit kualitasnya tidak sesuai dengan spek dan tidak dapat dimanfaatkan secara sempurna.
Hal yang meringankan, lanjut dia, para terdakwa belum pernah dihukum, Terdakwa I telah kembalikan seluruh hasil tindak pidana dan Terdakwa II telah kembalikan sebagian hasil tindak pidana.
PT Nindya Karya (Persero) adalah BUMN konstruksi yang menjalankan usaha di bidang jasa konstruksi, engineering, procurement, dan memiliki Kantor Wilayah I berkedudukan di Medan yang meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Lampung.
Sementara itu, PT Tuah Sejati adalah badan hukum perseroan terbatas yang berkedudukan di Banda Aceh dan bergerak di bidang, antara lain, perdagangan umum dan usaha-usaha (kontraktor) bangunan, permukiman, serta jalan dan jembatan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Nindya Karya dan Tuah Sejati dituntut bayar masing-masing Rp900 juta
"Menyatakan terdakwa I PT Nindya Karya (Persero) dan terdakwa II PT Tuah Sejati terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan primer," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Agus Prasetyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.
JPU melanjutkan, "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I PT Nindya Karya (Persero) dan terdakwa II PT Tuah Sejati berupa pidana denda masing-masing sebesar Rp900 juta."
Dengan ketentuan, jika terpidana tidak membayar denda paling lama 1 bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan apabila terdapat alasan yang kuat jangka waktu sebagaimana dimaksud telah diperpanjang lagi paling lama 1 bulan namun para terpidana tidak membayar uang denda, harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk bayar denda tersebut.
Duduk di kursi terdakwa mewakili PT Nindya Karya adalah Direktur Utama PT Nindya Karya Haedar A. Karim. Sementara itu, yang mengikuti persidangan dari Aceh melalui sambungan video conference adalah Direktur Utama PT Tuah Sejati Muhammad Taufik Reza.
JPU KPK juga menuntut hukuman pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara bagi kedua korporasi.
"Menghukum PT Nindya Karya (Persero) dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp44.681.053.100,00. Menetapkan uang sebesar Rp44.681.053.100,00 yang telah disita dari terdakwa diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti," tambah jaksa.
Adapun PT Tuah Sejati juga dituntut pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp49.908.196.378,00.
"Menetapkan uang sebesar Rp9.062.489.079,00 dan aset Terdakwa II PT Tuah Sejati yang telah disita diperhitungkan sebagai pengurang uang pengganti," ungkap jaksa.
JPU KPK juga meminta penetapan agar PT Tuah Stjati tetap mengelola aset usaha berupa stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN), dan stasiun pengisian pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) serta melanjutkan penyetoran keuntungan aset usaha ke rekening penampungan KPK RI sampai putusan berkekuatan hukum tetap.
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati dinilai terbukti lakukan dakwaan primer dari Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Hal-hal yang memberatkan, menurut jaksa Agus, perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Para terdakwa melakukan korupsi dengan berkehendak aktif, bertujuan memperoleh keuntungan di luar kewajaran. Proyek fisik masih dapat dipergunakan namun menurut hasil audit kualitasnya tidak sesuai dengan spek dan tidak dapat dimanfaatkan secara sempurna.
Hal yang meringankan, lanjut dia, para terdakwa belum pernah dihukum, Terdakwa I telah kembalikan seluruh hasil tindak pidana dan Terdakwa II telah kembalikan sebagian hasil tindak pidana.
PT Nindya Karya (Persero) adalah BUMN konstruksi yang menjalankan usaha di bidang jasa konstruksi, engineering, procurement, dan memiliki Kantor Wilayah I berkedudukan di Medan yang meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Lampung.
Sementara itu, PT Tuah Sejati adalah badan hukum perseroan terbatas yang berkedudukan di Banda Aceh dan bergerak di bidang, antara lain, perdagangan umum dan usaha-usaha (kontraktor) bangunan, permukiman, serta jalan dan jembatan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Nindya Karya dan Tuah Sejati dituntut bayar masing-masing Rp900 juta