Bandarlampung (ANTARA) - Ketika melancong ke berbagai tempat, tentu berburu kuliner menjadi salah satu kegiatan yang biasa dilakukan wisatawan.
Dan hal itu pun terjadi di Krui ibukota Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung yang kali ini ramai di datangi wisatawan domestik ataupun internasional akibat adanya kegiatan kejuaraan selancar internasional Krui Pro 2022 yang berlangsung sejak 11-17 Juni.
Di kota kecil yang berlokasi di pesisir pantai itu, banyak ditemukan wisatawan berlalu lalang berjalan kaki ataupun menggunakan kendaraan roda dua menyempatkan diri berkunjung ke berbagai stan UMKM yang menjual produk lokal hingga rumah makan yang menjajakan kuliner khas.
Kabupaten Pesisir Barat tidak hanya kaya akan tradisi, namun juga kaya akan kuliner tradisional dengan resep kuno turun temurun yang masih terjaga dan di lestarikan dengan dikonsumsi secara konsisten oleh masyarakatnya. Bahkan kini kuliner tersebut telah dengan mudah ditemukan di jual di berbagai tempat.
Pandap, gulai buah kelor, kue tat hingga kue cucukh menjadi satu dari sekian banyak jenis kuliner kuno yang dapat ditemukan di pesisir barat dengan mudah.
Saat berkunjung ke pasar tradisional banyak ditemukan satu kuliner yang tidak ada di tempat lain selain di Krui yaitu pandap. Kuliner yang sekilas serupa dengan pepes, digulung dalam lembaran daun pisang dan di tali oleh tali rami yang merupakan kuliner tradisional sejak tempo dulu masyarakat adat Sai Batin.
Pandap meski hampir serupa pepes tetapi memiliki isi dan citarasa berbeda, dengan lembaran daun talas yang disusun bertumpuk di atas daun pisang dan diberi beragam bumbu dapur seperti kunyit, serai, jahe, kencur, kelapa goreng, dan santan memunculkan citarasa khas pandap yang kaya akan rasa rempah.
Lembaran daun talas tipis setipis kertas yang tersusun rapih, dengan isian ikan teri direbus cukup lama dan diberi sedikit asam Kandis serta kunyit dalam rebusan untuk menghilangkan rasa gatal dari daun talas. Dan saat dimakan terasa lembut di lidah bagi setiap orang yang memakannya.
Dengan harga Rp5.000 per bungkus, pandap menjadi salah satu makanan adat yang masih terjaga. Tidak hanya pandap adapula gulai buah kelor yang juga makanan masyarakat Pesisir Barat sejak tempo dulu.
Kuah yang terasa layaknya gulai pada umumnya tersaji bersama buah kelor segar yang hadir musiman dan hanya ada di Pulau Pisang menjadi salah satu keistimewaan bagi setiap yang bisa mencicipi makanan tradisional itu.
Hal tersebut dikatakan oleh salah seorang pedagang kuliner tradisional di Pasar Way Batu, Ina.
Wanita yang telah memasuki usia lansia itu mengatakan bahwa kuliner gulai buah kelor juga masih bisa di nikmati oleh masyarakat masa kini, meski terkadang cukup sulit untuk menemukan di saat tertentu terutama saat buah kelor belum musim.
"Ini makanan dari nenek moyang sudah ada, tapi sekarang ini buah kelor harganya mahal delapan buah harga Rp12 ribu, dulu hanya Rp5.000. kalau di Pulau Pisang yang jadi tempat utama menanam kelor malah harganya Rp1.000 satu buah sebab peminatnya banyak tapi buahnya musiman, tapi kita masih buat terus," ujar Ina sembari menata bungkusan pandap yang ia jual.
Menurut dia, masyarakat pesisir masih banyak yang melestarikan makanan tradisional agar tidak hilang tergerus zaman.
"Sekarang ini saat di Krui sudah banyak makanan modern, kebetulan saya orang Pulau Pisang dan di pulau makanan hanya yang kita masak sehari-hari pakai resep turun temurun beda dengan di Krui. Jadi makanan kuno ini harus dimasak terus supaya tidak hilang kalah dengan makanan zaman sekarang," kata wanita yang sering dipanggil andung (nenek dalam Bahasa Lampung, Pesisir Barat)
Tak hanya membuat dan menyajikan secara konsisten, untuk menjaga kuliner kuno warisan nenek moyang. Salah seorang pelaku UMKM pun telah mengkreasikan salah satu resep kue adat menjadi citarasa kekinian dan dipasarkan melalui media sosial.
Kue adat Cucukh dan sambol gedang dengan citarasa modern hasil kreasi pelaku UMKM Pesisir Barat. Pesisir Barat, 14/6/2022. ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi.
Susi Herani salah seorang pelaku UMKM asal Pesisir Barat dan juga Ketua KWT Srirejeki mencoba memperkenalkan dan melestarikan salah satu kue adat Lampung Pesisir yaitu kue cucukh, selama satu tahun ini kepada konsumen.
Bermodalkan resep turun temurun, kue cucukh yang selalu hadir dalam setiap acara adat memiliki tekstur yang padat khas kue tempo dulu. Dengan rasa yang sederhana karena komposisi yang digunakan hanya tepung beras dan gula merah tanpa pengawet ataupun pengembang kue, kini mulai dikenal oleh wisatawan yang berkunjung ke Krui Pesisir Barat.
Proses pembuatannya pun cukup lama, dimana adonan tepung beras dan gula merah harus di diamkan selama semalam, sebelum dibentuk bulat layaknya donat ukuran mini dan digoreng di penggorengan. Menjadikan kue kuno itu menjadi salah satu jajanan sehat yang menggugah selera.
"Kalau rasa kuno dari kue cucukh ini hanya manis dari gula merah saja, tapi supaya rasanya beragam saya buat ada yang rasa jahe dan pandan. Lalu di masukkan toples dan dijual di pameran, toko, ataupun melalui media sosial," ujarnya dengan antusias membawa satu wadah kue cucukh berwarna cokelat mengkilat.
Dia mengatakan, cara yang ia lakukan itu tidak hanya semata-mata untuk mendapatkan keuntungan, melainkan ada misi tersembunyi untuk terus menjaga citarasa kue kuno itu tetap bisa dirasakan di zaman modern, bahkan bisa memperkenalkannya kepada wisatawan dari berbagai negara.
"Wisatawan dari luar negeri ini gemar sekali mencari makanan tradisional, dengan rasa khas daerah sini yang mungkin bagi mereka rasanya unik. Ini jadi kesempatan kita juga supaya mereka mengenal tradisi melalui kuliner. Lalu kalau kita buat terus dan dijual melalui wadah UMKM akan makin banyak generasi penerus yang tahu proses pembuatan dan resep makanan kuno ini," katanya lagi.
Menjaga tradisi di setiap daerah dapat dilakukan dengan beragam hal salah satunya yang telah dilakukan oleh masyarakat Pesisir Barat, dengan mengemas kuliner kuno menjadi citarasa modern sembari memperkenalkan kepada wisatawan mancanegara ataupun tetap memproduksi kuliner tradisional dengan citarasa otentik dengan resep turun temurun yang dilakukan andung (nenek) Ina agar generasi penerus dapat mengolahnya secara turun temurun tidak lekang oleh waktu.
Hal itu telah memperlihatkan bahwa masyarakat Lampung sangatlah memperdulikan keberlangsungan tradisi miliknya di tengah perkembangan zaman.
Dan hal itu pun terjadi di Krui ibukota Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung yang kali ini ramai di datangi wisatawan domestik ataupun internasional akibat adanya kegiatan kejuaraan selancar internasional Krui Pro 2022 yang berlangsung sejak 11-17 Juni.
Di kota kecil yang berlokasi di pesisir pantai itu, banyak ditemukan wisatawan berlalu lalang berjalan kaki ataupun menggunakan kendaraan roda dua menyempatkan diri berkunjung ke berbagai stan UMKM yang menjual produk lokal hingga rumah makan yang menjajakan kuliner khas.
Kabupaten Pesisir Barat tidak hanya kaya akan tradisi, namun juga kaya akan kuliner tradisional dengan resep kuno turun temurun yang masih terjaga dan di lestarikan dengan dikonsumsi secara konsisten oleh masyarakatnya. Bahkan kini kuliner tersebut telah dengan mudah ditemukan di jual di berbagai tempat.
Pandap, gulai buah kelor, kue tat hingga kue cucukh menjadi satu dari sekian banyak jenis kuliner kuno yang dapat ditemukan di pesisir barat dengan mudah.
Saat berkunjung ke pasar tradisional banyak ditemukan satu kuliner yang tidak ada di tempat lain selain di Krui yaitu pandap. Kuliner yang sekilas serupa dengan pepes, digulung dalam lembaran daun pisang dan di tali oleh tali rami yang merupakan kuliner tradisional sejak tempo dulu masyarakat adat Sai Batin.
Pandap meski hampir serupa pepes tetapi memiliki isi dan citarasa berbeda, dengan lembaran daun talas yang disusun bertumpuk di atas daun pisang dan diberi beragam bumbu dapur seperti kunyit, serai, jahe, kencur, kelapa goreng, dan santan memunculkan citarasa khas pandap yang kaya akan rasa rempah.
Lembaran daun talas tipis setipis kertas yang tersusun rapih, dengan isian ikan teri direbus cukup lama dan diberi sedikit asam Kandis serta kunyit dalam rebusan untuk menghilangkan rasa gatal dari daun talas. Dan saat dimakan terasa lembut di lidah bagi setiap orang yang memakannya.
Dengan harga Rp5.000 per bungkus, pandap menjadi salah satu makanan adat yang masih terjaga. Tidak hanya pandap adapula gulai buah kelor yang juga makanan masyarakat Pesisir Barat sejak tempo dulu.
Kuah yang terasa layaknya gulai pada umumnya tersaji bersama buah kelor segar yang hadir musiman dan hanya ada di Pulau Pisang menjadi salah satu keistimewaan bagi setiap yang bisa mencicipi makanan tradisional itu.
Hal tersebut dikatakan oleh salah seorang pedagang kuliner tradisional di Pasar Way Batu, Ina.
Wanita yang telah memasuki usia lansia itu mengatakan bahwa kuliner gulai buah kelor juga masih bisa di nikmati oleh masyarakat masa kini, meski terkadang cukup sulit untuk menemukan di saat tertentu terutama saat buah kelor belum musim.
"Ini makanan dari nenek moyang sudah ada, tapi sekarang ini buah kelor harganya mahal delapan buah harga Rp12 ribu, dulu hanya Rp5.000. kalau di Pulau Pisang yang jadi tempat utama menanam kelor malah harganya Rp1.000 satu buah sebab peminatnya banyak tapi buahnya musiman, tapi kita masih buat terus," ujar Ina sembari menata bungkusan pandap yang ia jual.
Menurut dia, masyarakat pesisir masih banyak yang melestarikan makanan tradisional agar tidak hilang tergerus zaman.
"Sekarang ini saat di Krui sudah banyak makanan modern, kebetulan saya orang Pulau Pisang dan di pulau makanan hanya yang kita masak sehari-hari pakai resep turun temurun beda dengan di Krui. Jadi makanan kuno ini harus dimasak terus supaya tidak hilang kalah dengan makanan zaman sekarang," kata wanita yang sering dipanggil andung (nenek dalam Bahasa Lampung, Pesisir Barat)
Tak hanya membuat dan menyajikan secara konsisten, untuk menjaga kuliner kuno warisan nenek moyang. Salah seorang pelaku UMKM pun telah mengkreasikan salah satu resep kue adat menjadi citarasa kekinian dan dipasarkan melalui media sosial.
Susi Herani salah seorang pelaku UMKM asal Pesisir Barat dan juga Ketua KWT Srirejeki mencoba memperkenalkan dan melestarikan salah satu kue adat Lampung Pesisir yaitu kue cucukh, selama satu tahun ini kepada konsumen.
Bermodalkan resep turun temurun, kue cucukh yang selalu hadir dalam setiap acara adat memiliki tekstur yang padat khas kue tempo dulu. Dengan rasa yang sederhana karena komposisi yang digunakan hanya tepung beras dan gula merah tanpa pengawet ataupun pengembang kue, kini mulai dikenal oleh wisatawan yang berkunjung ke Krui Pesisir Barat.
Proses pembuatannya pun cukup lama, dimana adonan tepung beras dan gula merah harus di diamkan selama semalam, sebelum dibentuk bulat layaknya donat ukuran mini dan digoreng di penggorengan. Menjadikan kue kuno itu menjadi salah satu jajanan sehat yang menggugah selera.
"Kalau rasa kuno dari kue cucukh ini hanya manis dari gula merah saja, tapi supaya rasanya beragam saya buat ada yang rasa jahe dan pandan. Lalu di masukkan toples dan dijual di pameran, toko, ataupun melalui media sosial," ujarnya dengan antusias membawa satu wadah kue cucukh berwarna cokelat mengkilat.
Dia mengatakan, cara yang ia lakukan itu tidak hanya semata-mata untuk mendapatkan keuntungan, melainkan ada misi tersembunyi untuk terus menjaga citarasa kue kuno itu tetap bisa dirasakan di zaman modern, bahkan bisa memperkenalkannya kepada wisatawan dari berbagai negara.
"Wisatawan dari luar negeri ini gemar sekali mencari makanan tradisional, dengan rasa khas daerah sini yang mungkin bagi mereka rasanya unik. Ini jadi kesempatan kita juga supaya mereka mengenal tradisi melalui kuliner. Lalu kalau kita buat terus dan dijual melalui wadah UMKM akan makin banyak generasi penerus yang tahu proses pembuatan dan resep makanan kuno ini," katanya lagi.
Menjaga tradisi di setiap daerah dapat dilakukan dengan beragam hal salah satunya yang telah dilakukan oleh masyarakat Pesisir Barat, dengan mengemas kuliner kuno menjadi citarasa modern sembari memperkenalkan kepada wisatawan mancanegara ataupun tetap memproduksi kuliner tradisional dengan citarasa otentik dengan resep turun temurun yang dilakukan andung (nenek) Ina agar generasi penerus dapat mengolahnya secara turun temurun tidak lekang oleh waktu.
Hal itu telah memperlihatkan bahwa masyarakat Lampung sangatlah memperdulikan keberlangsungan tradisi miliknya di tengah perkembangan zaman.
Serta tidak takut untuk memperkenalkan tradisi mereka yang mungkin dianggap kuno oleh sebagian masyarakat modern, dengan mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari dan dipadupadankan dengan kebiasaan di masa kini.