Washington (ANTARA) - Departemen Luar Negeri AS pada Senin menggunakan deklarasi darurat yang pertama kali selama pemerintahan Biden untuk menyetujui kemungkinan penjualan amunisi senilai 165 juta dolar AS (Rp2,38 triliun) ke Ukraina.
Persetujuan penjualan amunisi itu untuk membantu Ukraina mempertahankan diri terhadap invasi Rusia yang sedang berlangsung, kata Pentagon.
Pemerintah Ukraina telah meminta untuk membeli berbagai peluru yang disebut amunisi tidak standar, kata departemen itu dalam sebuah pernyataan, merujuk pada amunisi yang tidak sesuai dengan standar NATO.
Pentagon mengatakan paket itu dapat mencakup amunisi artileri untuk howitzer, tank, dan peluncur granat seperti peluru 152mm untuk 2A36 Giatsint; Peluru 152mm untuk meriam D-20; VOG-17 untuk peluncur granat otomatis AGS-17; Amunisi 125mm HE untuk peluru T-72 dan 152mm untuk 2A65 Msta.
"Ketika pasukan Ukraina menggunakan amunisi untuk mempertahankan negara mereka, kebutuhan amunisi harian mereka terus meningkat," kata seorang pejabat Deplu.
"Cadangan amunisi mereka yang sangat rendah di medan tempur" adalah salah satu alasan pejabat Deplu mengatakan bahwa "ada keadaan darurat."
Deklarasi darurat tidak digunakan sejak 2019 ketika pemerintahan Trump memberi tahu komite di Kongres bahwa mereka akan melanjutkan dengan 22 penjualan perangkat militer ke Kerajaan Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Yordania.
Keputusan itu membuat marah anggota parlemen karena menghindari prosedur yang sudah lama dijalankan Kongres untuk meninjau penjualan senjata utama.
Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan Pentagon memberi tahu Kongres tentang kemungkinan penjualan ke Ukraina itu pada Minggu.
"Pemerintahan Biden tampaknya berargumen bahwa melawan agresi Rusia adalah demi kepentingan keamanan nasional AS, yang tidak jauh berbeda dari apa yang dilakukan Trump terkait Iran" dan penjualan ke sekutu AS di Timur Tengah pada 2019, kata Jeff Abramson dari Asosiasi Pengendalian Senjata.
Namun sejauh ini Ukraina memiliki dukungan bipartisan yang sangat luas.
"Jika penjualan senjata ini diberikan kepada negara dengan persetujuan yang kurang dari yang dibutuhkan, Anda akan mendapati anggota Kongres mengajukan pertanyaan apakah penjualan ini benar-benar darurat dari perspektif keamanan AS," kata Abramson.
Pentagon tidak mengidentifikasi kontraktor utama untuk penjualan senjata itu tapi mengatakan bahwa skema Pembiayaan Militer Asing akan digunakan untuk membayar amunisi-amunisi itu.
Sumber: Reuters
Persetujuan penjualan amunisi itu untuk membantu Ukraina mempertahankan diri terhadap invasi Rusia yang sedang berlangsung, kata Pentagon.
Pemerintah Ukraina telah meminta untuk membeli berbagai peluru yang disebut amunisi tidak standar, kata departemen itu dalam sebuah pernyataan, merujuk pada amunisi yang tidak sesuai dengan standar NATO.
Pentagon mengatakan paket itu dapat mencakup amunisi artileri untuk howitzer, tank, dan peluncur granat seperti peluru 152mm untuk 2A36 Giatsint; Peluru 152mm untuk meriam D-20; VOG-17 untuk peluncur granat otomatis AGS-17; Amunisi 125mm HE untuk peluru T-72 dan 152mm untuk 2A65 Msta.
"Ketika pasukan Ukraina menggunakan amunisi untuk mempertahankan negara mereka, kebutuhan amunisi harian mereka terus meningkat," kata seorang pejabat Deplu.
"Cadangan amunisi mereka yang sangat rendah di medan tempur" adalah salah satu alasan pejabat Deplu mengatakan bahwa "ada keadaan darurat."
Deklarasi darurat tidak digunakan sejak 2019 ketika pemerintahan Trump memberi tahu komite di Kongres bahwa mereka akan melanjutkan dengan 22 penjualan perangkat militer ke Kerajaan Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Yordania.
Keputusan itu membuat marah anggota parlemen karena menghindari prosedur yang sudah lama dijalankan Kongres untuk meninjau penjualan senjata utama.
Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan Pentagon memberi tahu Kongres tentang kemungkinan penjualan ke Ukraina itu pada Minggu.
"Pemerintahan Biden tampaknya berargumen bahwa melawan agresi Rusia adalah demi kepentingan keamanan nasional AS, yang tidak jauh berbeda dari apa yang dilakukan Trump terkait Iran" dan penjualan ke sekutu AS di Timur Tengah pada 2019, kata Jeff Abramson dari Asosiasi Pengendalian Senjata.
Namun sejauh ini Ukraina memiliki dukungan bipartisan yang sangat luas.
"Jika penjualan senjata ini diberikan kepada negara dengan persetujuan yang kurang dari yang dibutuhkan, Anda akan mendapati anggota Kongres mengajukan pertanyaan apakah penjualan ini benar-benar darurat dari perspektif keamanan AS," kata Abramson.
Pentagon tidak mengidentifikasi kontraktor utama untuk penjualan senjata itu tapi mengatakan bahwa skema Pembiayaan Militer Asing akan digunakan untuk membayar amunisi-amunisi itu.
Sumber: Reuters