Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami arahan dan perintah tersangka mantan Wali Kota Banjar Herman Sutrisno (HS) untuk mengumpulkan uang dari berbagai pemberian izin para kontraktor yang akan mengerjakan proyek.

KPK telah memeriksa 13 saksi untuk tersangka Herman untuk mengonfirmasi hal tersebut dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait proyek pekerjaan infrastruktur pada Dinas PUPR Kota Banjar, Jawa Barat tahun 2012-2017.

"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya arahan dan perintah tersangka HS untuk mengumpulkan sejumlah uang dari berbagai pemberian izin untuk para kontraktor yang ingin dimenangkan maupun yang sudah mengerjakan proyek di Kota Banjar," ucap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

Adapun para saksi yang dipanggil, yakni Budi Sumarlan selaku karyawan CV Prima, Ujang Ruhiyat sebagai Dirut CV Renata, Aceng Nendar selaku Komisaris CV Renata, mantan karyawan PT Primayasa Adiguna/Prima Group Acep Iwan Nugraha, Neng Matiyam Berlina selaku karyawan PT Artha Buana Mandiri serta tiga karyawan PT Pribadi Manunggal masing-masing Vika Hendrita, Yoyo Sunaryo, dan Nina Nurliana.

Delapan saksi tersebut diperiksa KPK di Gedung Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Barat, Kota Bandung, Kamis (31/3).

Sementara lima saksi lainnya diperiksa pada Rabu (30/3) juga di Gedung Perwakilan BPKP Jawa Barat, yaitu mantan Wakil Bupati Pangandaran, Jawa Barat Adang Hadari, Andri Hendriaman selaku Dirut CV Fortuna Jaya, Maman Heryadi selaku Komisaris CV Fortuna Jaya, Adrian Maldi selaku Direktur PT Dikrie Jaya Gemilang, dan Sidik Sunarto selaku Wakil Direktur PT Dikrie Jaya Gemilang.

Selain Herman, KPK juga telah menetapkan Rahmat Wardi (RW) dari pihak swasta/Direktur CV Prima sebagai tersangka.

KPK menyebut Rahmat sebagai salah satu pengusaha jasa konstruksi di Kota Banjar diduga memiliki kedekatan dengan Herman selaku Wali Kota Banjar periode 2008-2013.

Sebagai wujud kedekatan tersebut, KPK menduga sejak awal telah ada peran aktif dari Herman diantaranya dengan memberikan kemudahan bagi Rahmat untuk mendapatkan izin usaha, jaminan lelang, dan rekomendasi pinjaman bank sehingga Rahmat bisa mendapatkan beberapa paket proyek pekerjaan di Dinas PUPRPKP Kota Banjar.

Antara 2012-2014, Rahmat dengan beberapa perusahaannya mengerjakan 15 paket proyek pekerjaan pada Dinas PUPRPKP Kota Banjar dengan total nilai proyek sebesar Rp23,7 miliar dan sebagai bentuk komitmen atas kemudahan yang diberikan oleh Herman maka Rahmat memberikan "fee" proyek antara 5 persen sampai dengan 8 persen dari nilai proyek untuk Herman.

Pada Juli 2013, Herman diduga memerintahkan Rahmat melakukan peminjaman uang ke salah satu bank di Kota Banjar dengan nilai yang disetujui sekitar Rp4,3 miliar yang kemudian digunakan untuk keperluan pribadi Herman dan keluarganya sedangkan untuk cicilan pelunasannya tetap menjadi kewajiban Rahmat.

Selanjutnya, Rahmat juga diduga beberapa kali memberikan fasilitas pada Herman dan keluarganya diantaranya tanah dan bangunan untuk pendirian Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kota Banjar. Selain itu, Rahmat juga diduga memberikan sejumlah uang untuk biaya operasional rumah sakit swasta yang didirikan oleh Herman.

KPK juga menyebut selama masa kepemimpinan Herman sebagai Wali Kota Banjar periode 2008-2013 diduga pula banyak menerima pemberian sejumlah uang dalam bentuk gratifikasi dari para kontraktor dan pihak lainnya yang mengerjakan proyek di Pemkot Banjar. Saat ini, tim penyidik masih terus melakukan penghitungan jumlah nilai penerimaan gratifikasi itu.

Pewarta : Benardy Ferdiansyah
Editor : Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024