Jakarta (ANTARA) - Konsultan Hemato-onkologi Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Anky Tri Rini Kusumaning E, Sp.A(K) mengatakan, penggunaan morfin dalam pengobatan nyeri termasuk pada pasien kanker tak akan menyebabkan ketagihan.

"Ada mitos apakah kalau pakai morfin nanti adiksi atau ketagihan. Kalau morfin dipakai untuk pengobatan tidak ada ketagihan," kata anggota IDAI Jaya itu dalam nursing zoominar bertajuk "Peran Perawat Dalam Paradigma Pelayanan Kanker Anak", Sabtu.

Menurut Anky, dokter atau perawat harus memastikan dosis dan jadwal pemberian obat secara tepat pada pasien. Pengkajian ulang perlu dilakukan baik itu dari sisi jumlah maupun jadwal pemberian apabila nantinya pasien meminta dosis tambahan obat.

"Kalau dia (pasien) masih minta lagi, dosisnya berarti belum tepat, harus kita kaji ulang apakah derajtnya betul bagian pertama atau dosis yang kita berikan sudah betul atau belum. Jadi mungkin memang kita belum tepat memberikannya," ujar dia.

Penggunaan morfin dalam perawatan paliatif sangat diperlukan untuk membantu menghilangkan rasa nyeri pasien.

"Kalau (kasus) rejatan nyeri kita sudah ada jadwalnya setiap empat jam. Kalau belum waktunya dia (pasien) sudah nyeri kita kasih lagi, nyerinya berkurang. Pada jam yang ditentukan kita kasih lagi. Kalau adiksi, tidak (seperti itu)," kata Anky.

"Kita harus mengetahui jumlah tiap empat jam dapatnya berapa (dosis). Jumlah harus dihitung serta efek samping yang harus kita lihat. Kalau anaknya cenderung tidur, sudah terlalu banyak minum morfin, jadi tidak sebagai terapi lagi," imbuh dia.

Anky menyarankan perawat dan pihak keluarga pasien mengisi semacam formulir terjadwal termasuk jam pemberian obat pada pasien dan mengevaluasinya setiap hari.

Kemudian, saat nanti diputuskan untuk menghentikan obat, maka sebaiknya dilakukan bertahap demi menghindari munculnya gejala penarikan yang ditandai serangkaian gejala fisik dan psikologis atau withdrawal.

"Kalau mau menghentikan, jangan dihentikan tiba tiba. Ini akan menyebabkan withdrawal. Hentikanlah bertahap sepertiganya atau 50 persen. Kalau sudah cocok baru kita ganti konversi ke MST (morphine oral immediate)," kata Anky.

Mengenai kehalalan morfin, dia mengatakan sempat bertemu dengan pihak dari Majelis Ulama Indonesia. Hasilnya, ada kesepakatan morfin yang berasal dari tanaman dan digunakan sebagai obat, halal.

"Kami dari tim nyeri di RS Dharmais sempat bertemu sama MUI, kalau morfin asalnya dari tanaman dan sebagai obat, halal," demikian pungkas Angky.
 

Pewarta : Lia Wanadriani Santosa
Editor : Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024