Anyer Banten (ANTARA) - Gunung Anak Krakatau (GAK) di perairan Selat Sunda, antara Banten dan Lampung, kerap kali mengalami aktivitas kegempaan vulkanik yang memicu erupsi.
Peningkatan kegemparan vulkanik yang terakhir pada 23 Desember 2018, mengakibatkan tsunami melanda pesisir Banten dan Lampung, serta mengakibatkan korban meninggal dunia.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) sebanyak 437 orang meninggal dunia, 1.016 luka-luka, 57 korban belum ditemukan, dan 11.687 orang mengungsi. Selain itu, kerusakan 446 rumah, sembilan hotel, dan satu masjid.
Kegemparan vulkanik GAK juga terjadi pada 24 Agustus 1883 mengakibatkan 36.417 orang meninggal dunia. Korban berasal dari kampung kawasan pantai, mulai Merak di Kota Cilegon hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan, Ujung Kulon, serta Sumatera bagian selatan.
Erupsi Krakatau berupa lemparan batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik, mencapai Singapura.
Benda-benda yang berhamburan ke udara dan jatuh di dataran Pulau Jawa dan Sumatra hingga Sri Lanka, India, Pakistan, Australia, dan Selandia Baru, menurut situs Volcano World milik Oregon State University.
Kepala Pos Pemantau GAK di Pasauran Anyer, Banten Deni Mardiono meminta masyarakat pesisir Cilegon, Anyer, Carita, dan Labuan meningkatkan kewaspadaan terhadap perkembangan aktivitas vulkanik gunung itu yang Level II (Waspada) dengan ketinggian asap mencapai 1.500 meter, Minggu (6/2), sedangkan sehari sebelumnya 2.000 meter.
Dalam status Waspada itu, baik masyarakat, wisatawan, nelayan, maupun pelaku pelayaran tidak boleh mendekati pusat kawah gunung karena cukup membahayakan keselamatan jiwa.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) merekomendasikan radius dua kilometer dari gunung tersebut, terkait dengan batas aktivitas masyarakat.
Aktivitas kegempaan GAK sepanjang Minggu (6/2), berdasarkan hasil rekaman seismograf dengan letusan tujuh kali, embusan antara 25-50 meter, amplitudo 0,5-42 mm, delapan kali gempa vulkanik dangkal dan tujuh kali embusan.
"Kami telah menyampaikan imbauan kewaspadaan itu kepada pemerintah daerah," katanya.
Saat ini, erupsi GAK tidak mengeluarkan lava pijar dan suara dentuman. Peningkatan aktivitas kegempaan vulkanik yang memicu erupsi GAK, sebagai siklus periode empat tahunan. Erupsi GAK terakhir pada 2018.
Dengan demikian, kegempaan vulkanik GAK harus waspadai dengan mengikuti anjuran pemerintah daerah setempat dan hasil pemantauan GAK. Masyarakat pesisir juga harus tetap tenang dan tidak terpancing informasi menyesatkan serta hoaks.
"Kami minta warga pesisir pantai tetap tenang menyusul terjadi erupsi GAK," katanya.
Sembilan kali
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menyatakan berdasarkan pengamatan visual pihak Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), GAK mengalami erupsi sembilan kali pada Jumat (4/2). Tinggi asap hasil erupsi berkisar 800-1.000 meter di atas puncak dengan warna kolom kelabu-hitam cukup tebal.
Pada hari itu, teramati letusan pukul 09.43, 10.25, 10.28, 12.46, 13.00, 13.31, 13.41, 14.46 dan 17.07 WIB.
Kegempaan GAK mengindikasikan bahwa erupsi gunung itu tipe magmatik, sejalan dengan kegempaan vulkanik yang terekam. Kegempaan sejak 16 Januari-4 Februari 2022 ditandai dengan terekam gempa-gempa vulkanik dan gempa permukaan yang mengindikasikan intrusi magma dari bawah ke permukaan secara bertahap.
"Dari data pemantauan secara visual dan instrumental mengindikasikan bahwa gunung api Anak Krakatau masih berpotensi erupsi," ujar dia.
Potensi bahaya dari aktivitas GAK saat ini dapat berupa lontaran lava pijar, material piroklastik, dan aliran lava.
Hujan abu lebat secara umum berpotensi di sekitar kawah di radius dua kilometer dari kawah aktif. Hujan abu lebih tipis dapat menjangkau area yang lebih luas, tergantung arah dan kecepatan angin.
"Saat ini tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau ditetapkan pada Level II (Waspada), dengan rekomendasi agar masyarakat tidak mendekati dan beraktivitas di dalam radius dua kilometer dari kawah aktif," ujar dia.
Masyarakat diharapkan mematuhi rekomendasi Badan Geologi melalui PVMBG tersebut. Saat ini beredar sejumlah rekaman video erupsi GAK 2018 yang seakan-akan merupakan kondisi gunung api tersebut saat ini.
BNPB mengimbau masyarakat tidak terpancing isu tidak jelas dan meneruskan peredaran berita-berita yang tidak benar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan mengenai aktivitas GAK, serta mengikuti arahan dari instansi yang berwenang.
Peringatan
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Rahmat Triyono mengeluarkan peringatan imbas aktivitas GAK, termasuk pentingnya kewaspadaan potensi gelombang tinggi di perairan Selat Sunda.
"Imbauan gelombang tinggi terbatas di Selat Sunda. Sejauh ini belum ada potensi tsunami akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau," kata dia.
Warga sekitar Selat Sunda diminta menghindari daerah pantai karena potensi gelombang tinggi.
Ia tak menyebutkan tinggi gelombang yang disebabkan kegempaan gunung api itu. BMKG saat ini belum bisa memprediksi ketinggian gelombang akibat aktivitas gunung api. Hal itu berbeda dengan prediksi ketinggian gelombang jika terjadi gempa atau perubahan cuaca.
"Kalau prediksi tsunami, gelombang tinggi, itu ada 'modeling'-nya (pemodelan) dari BMKG. Tapi kalau gunung api belum ada modelnya, jadi masih sebatas imbauan-imbauan saja," jelasnya.
Sejumlah pedagang di pesisir Pantai Pasauran 2 Kawasan Anyer, Banten mengaku ketakutan karena gelombang tinggi disertai angin kencang. Mereka juga khawatir saung tempat berjualan roboh akibat gelombang tinggi.
"Kami terpaksa tidak berjualan karena cuaca memburuk," kata Ebi (50), seorang pedagang Pantai Pasauran Kabupaten Serang.
Cuaca buruk di pesisir Pantai Pasauran 2 Kawasan Anyer yang berdampak gelombang tinggi berlangsung dua hari terakhir sehingga para pedagang di kawasan itu tidak berjualan. Sekitar 20 lokasi berjualan mereka di tempat itu tutup.
Mereka terpaksa mengamankan barang-barang dagangan dan perkakas pendukung lainnya ke tempat aman dari dampak gelombang tinggi itu. Para pedagang umumnya berjualan minuman kopi, teh, mi, dan makanan ringan di pinggir pantai.
Cuaca buruk di pesisir Pantai Pasauran 2 Kawasan Anyer yang berdampak gelombang tinggi berlangsung dua hari terakhir sehingga para pedagang di kawasan itu tidak berjualan. Sekitar 20 lokasi berjualan mereka di tempat itu tutup.
Mereka terpaksa mengamankan barang-barang dagangan dan perkakas pendukung lainnya ke tempat aman dari dampak gelombang tinggi itu. Para pedagang umumnya berjualan minuman kopi, teh, mi, dan makanan ringan di pinggir pantai.
"Kami khawatir ombak tinggi menerjang saung tempat berjualan. Kami mengandalkan pendapatan ekonomi akhir pekan, namun cuaca buruk," kata pedagang lainnya, Eha (35).
Seorang pedagang lainnya, Esa (40), mengaku takut gelombang tinggi karena air laut bisa menyapu tempatnya berjualan di kawasan itu. Gelombang tinggi disertai angin kencang, dan sesekali suara bergemuruh yang kuat.
Akibat cuaca buruk itu, ia memutuskan tidak berjualan terlebih dahulu.
Pengunjung objek wisata pesisir Pantai Carita Kabupaten Pandeglang, Banten pada liburan akhir pekan ini juga terjadi penurunan dibandingkan dengan beberapa waktu sebelumnya.
Penurunan pengunjung, antara lain karena aktivitas erupsi GAK di Selat Sunda dan lonjakan penyebaran COVID-19. Penurunan pengunjung lokasi wisata di salah satu kawasan Pantai Carita akhir-akhir ini sekitar 25 persen atau 250 orang dari 1.000 orang selama Oktober-Desember 2021.
"Kami memperkirakan pengunjung wisata yang datang ke sini menurun drastis," kata Suhaimi, seorang pengelola wisata di Pantai Carita, Kabupaten Pandeglang, Minggu (6/2).
Saat libur akhir pekan, biasanya kawasan itu dipadati pengunjung. Namun kali ini sepi.
Seorang pengusaha wisata Pasir Putih di kawasan Pantai Carita, Hilma, mengatakan kunjungan wisatawan menurun, padahal liburan akhir pekan diandalkan pengelola wisata untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik ketimbang hari-hari biasa.
Sebetulnya, kata dia, kunjungan wisata ke kawasan Pantai Carita sudah normal setelah kasus COVID-19 melandai akhir-akhir ini.
Namun, terjadinya lonjakan kasus virus dan peningkatan aktivitas vulkanik GAK berdampak terhadap kunjungan wisata di daerah itu. Pengelola kepariwisataan setempat pun terpukul.
Sejumlah wisatawan bersama rombongannya juga terpaksa meninggalkan Pantai Carita karena gelombang cukup tinggi disertai angin kencang.
"Kami bersama rombongan ketakutan jika berenang sekitar pantai, karena gelombang cukup tinggi dan membahayakan," kata Endoh, wisatawan yang juga warga Kabupaten Lebak.
Kewaspadaan masyarakat memang lebih diutamakan ketika menghadapi peristiwa alam, sebagaimana respons tepat mereka terhadap tanda-tanda peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau akhir-akhir ini.
Ketimbang duka mendera gegara abai tentangnya.