Lampung (ANTARA) - Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU} Miftachul Akhyar mengajak warga Nahdliyin agar tak memosisikan NU sebagai identitas kultural semata, tapi harus menjadi bagian dari organisasi NU itu sendiri.

"Inilah yang perlu kita jam’iyah-kan. Jangan sampai nantinya warga tercerai berai hanya karena kepentingan-kepentingan sesaat. Mereka harus mengikuti satu komando, yang dikomando dari PBNU dan didukung oleh para mustasyar," ujar Miftachul dalam sambutan pembukaan Muktamar ke-34 NU di Ponpes Darussa'adah, Gunung Sugih, Lampung Tengah, Rabu.

Kiai Miftah mengatakan kekuatan warga Nahdliyin sangat besar. Potensi ini mesti digali dan diperkuat demi persatuan dan kesatuan NU dalam menghadapi era disruptif.

Menurutnya, men-jam’iyah-kan jamaah dengan segala potensinya menjadi pekerjaan rumah terpenting dari sekian pekerjaan rumah yang lain.

"Sebab, potensi raksasa ini, kalau tidak dikelola dengan baik dan benar, justru akan menjadi beban dan terpecah belah. Menjadi bulan-bulanan dan diperebutkan oleh kelompok-kelompok lain," ujar dia.

Di samping itu, Ia juga mengajak warga Nahdliyin untuk meningkatkan kapasitasnya dalam merespon tantangan revolusi industri 4.0.

"Kalau era Revolusi Industri 4.0 dianggap menjadi tanda meningkatnya peradaban kemanusiaan, maka kita harus mengimbanginya dengan 4G," ujarnya.

4G yang dimaksud Kiai Miftah yakni grand idea, yaitu, visi-misi Nahdlatul Ulama sebagai instrumen untuk menyatukan langkah, baik ulama struktural maupun kultural, kemudian grand design yang berupa program-program unggulan yang terukur.

Lalu grand strategy, dengan mengintensifkan penyebaran inovasi yang terencana, terarah dan dikelola dengan baik, serta distribusi kader-kader terbaik NU ke ruang-ruang publik yang tersedia.

"Terakhir grand control, yaitu sistem dan gerakan Nahdlatul Ulama harus bisa melahirkan garis komando secara organisatoris dari PBNU sampai kepengurusan di tingkat anak ranting," kata dia.

Pewarta : Asep Firmansyah
Editor : Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024