Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari IPB University menyebutkan bahwa budidaya ikan nila melalui keramba jaring apung (KJA) yang ada di Danau Toba harus dipertahankan kendatipun pemerintah telah menetapkan Kawasan Danau Toba sebagai destinasi pariwisata internasional.
Ketua Tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University Prof Manuntun Parulian Hutagaol dalam webinar yang diselenggarakan oleh Pataka bertajuk "Masyarakat, Ekonomi, dan Lingkungan Kawasan Danau Toba" yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa, mengatakan bahwa KJA budi daya ikan nila di Danau Toba sudah ada lebih dari 20 tahun lalu dan berkontribusi besar terhadap perekonomian di wilayah tersebut.
Parulian mengatakan omzet dari industri KJA budi daya ikan nila di kawasan Danau Toba bisa mencapai Rp5 triliun per tahun. Selain itu, adanya KJA yang dikelola oleh masyarakat maupun pihak swasta juga berdampak pada perekonomian warga sekitar seperti warung-warung makan.
"KJA ini 40 persen sampai 50 persennya adalah KJA masyarakat yang melibatkan puluhan ribu masyarakat. Artinya ini memberikan pendapatan, menciptakan lapangan kerja, bahkan sampai industri pendukungnya di warung makan," kata Parulian.
Sebelumnya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menerbitkan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/213/KPTS/2017 tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Danau Toba, serta Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 188.44/209/KPTS/2017 mengenai Status Trofik Danau Toba. SK itu dikeluarkan guna mendukung program pariwisata super prioritas di kawasan Danau Toba.
Surat keputusan tersebut menyebutkan daya dukung Danau Toba untuk KJA menjadi 10.000 ton ikan per tahun, dengan tujuan agar kualitas air yang tercemar dapat terkendali. Padahal hasil penelitian tahun 2017 hingga 2018 dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan daya dukung Danau Toba bisa menghasilkan sekitar 45 ribu hingga 65 ribu ikan nila per tahun.
Selain itu Parulian juga menyebutkan bahwa ekspor ikan nila ini juga menyumbang devisa yang cukup besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, volume ekspor ikan nila pada 2020 bisa mencapai 12 ribu ton lebih dengan nilai ekspor mencapai Rp1,5 triliun per tahun, dan Sumatera Utara menjadi wilayah yang melakukan ekspor paling besar secara nasional.
Parulian bersama tim dari IPB University melakukan penelitian mengenai sumber cemaran pada Danau Toba yang menyebutkan bahwa KJA bukan satu-satunya sumber cemaran pada Danau Toba. Oleh karena itu membatasi atau bahkan menutup KJA budi daya ikan nila di Danau Toba dinilai sebagai langkah yang tidak tepat untuk mengurangi cemaran di Danau Toba.
Peneliti: Budi daya ikan nila di Danau Toba harus dipertahankan
Sejumlah warga memanen ikan nila di keramba milik masyarakat di kawasan Danau Toba Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Kamis (29/11/2018). (ANTARA FOTO/SEPTIANDA PERDANA)