Batusangkar (ANTARA) - Siapa mengira kegemaran Camelia mengolah dan memasak makanan untuk kudapan bagi anak dan keluarga berbuah manis dan membuatnya berkembang menjadi pelaku UKM yang bergerak di bidang pembuatan mie.
Tidak perlu khawatir mie yang dibuat oleh Camelia merupakan makanan sehat karena diolah dari sayuran dan buah-buahan.
Setidaknya terdapat sembilan jenis buah dan sayuran yang diolah ke dalam produk yang diberi nama Misabu yang merupakan akronim dari mie sayur dan buah mulai dari tomat, naga, ubi ungu, wortel, bayam, buah bit, caisim, dan brokoli.
Warga Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat itu menceritakan awalnya membuat mie dari sayur dan buah untuk anak dengan porsi yang sedikit, bentuknya seperti steak dengan bahan campurannya bayam.
Kemudian dari varian rasa bayam dengan bentuk dominan hijau itu hingga saat ini Misabu kemudian berkembang menjadi sembilan rasa dengan dua pilihan goreng dan kuah.
Camelia mulai menggeluti produksi Misabu secara serius sejak 2012 berawal dari saran dokter untuk tidak memberikan makanan tertentu seperti mie instan, es krim, dan makanan yang memiliki bahan pengawet kepada buah hatinya yang mengalami gangguan pernafasan.
Di satu sisi, ia tidak ingin memberikan makan berpengawet karena akan berdampak pada sang anak, namun di sisi lain ia tidak tega melihat anaknya ingin makan mie di saat orang lain merasakan bebas makan mie.
Sementara anaknya yang lain susah dilarang untuk tidak memakan mie dan susah untuk diberikan makan sayur.
Dari situ ia berpikir bagaimana caranya bisa memberikan makanan sehat tanpa berbahan pengawet kepada anaknya.
Mulai lah ia membuat Misabu yang komposisinya tepung beras, tepung terigu, tepung ubi, sayuran, dan garam. Karena bertempat tinggal di komplek perumahan tidak lupa mie itu ia bagikan ke tetangga.
Setelah itu mulai dari anak-anak dan teman-teman yang berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan dokter di tempat itu mulai menanyakan dan meminta Misabu dilebihkan produksinya.
Karena ada permintaan ia mulai meningkatkan produksi dari biasanya sekitar satu sampai dua kilogram menjadi lima kilogram dengan niat hati bisa berbagi sesama tetangga di waktu itu.
Ujung-ujungnya mie yang dilebihkan produksinya itu banyak bersisa, karena jatah yang semula diberikan untuk teman tetangga itu tidak jadi diberikan karena yang bersangkutan pulang kampung.
Tidak mau terbuang sia-sia alias mubazir, mie itu kemudian dijemur di atap rumahnya agar bisa bertahan lebih lama.
Dari situ Camelia merasa terpancing semangatnya dalam usaha membuat mie sehat dan mulai membuat agak banyak porsi hingga ada stok di rumah.
"Waktu itu saya melihat proses pembuatan mie kuning yang beredar di pasaran, dan ternyata sama. Saya membuat agak banyak hingga ada stok di rumah, tanpa bumbu waktu itu, mie saja," katanya.
Seiring berjalannya waktu, ibu tiga anak itu memasarkan produk mie sehat ke sekolah-sekolah, rumah sakit, termasuk ke puskesmas di Lima Kaum di samping usahanya membuat dendeng kering.
Awalnya mie itu diproduksi berbentuk bulat seperti mie gelas tapi ukurannya lebih lebar, pemasarannya juga tidak gampang karena banyak yang tidak percaya karena tidak mungkin mie tidak ada bahan pengawetnya.
Perlahan tapi pasti mie sabu mulai mendapatkan pasar, pada 2014 Camelia mendapatkan galeri di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M. Djamil Padang yang diberikan oleh bagian promosi kesehatan Fauziah.
"Alhamdulillah pada waktu itu penjualan mie uni mulai meningkat, kendalanya waktu itu kesanggupan mengisi barang, kadang untuk stok ia hanya pesan lima bungkus saja dan harus diantar pula ke RSUP M. Djamil, sementara banyak pula pasar yang diisi. Akhirnya tinggal lah galeri itu," katanya.
Pada kurun waktu 2014 hingga 2020 penjualan Misabu belum terlalu optimal karena belum dilakukan secara online dan di sisi lain ia juga sibuk memasarkan usaha rendang kering.
Usaha rendangnya kering miliknya dengan rasa rendang ikan, daging, belut, dan lainnya sudah lebih dikenal dan banyak permintaan pasar.
Pada 2020 Camelia mendapat pembinaan dari Bank Indonesia (BI) dan merupakan satu-satunya pelaku UMKM dari Kabupaten Tanah Datar.
Selain itu Camelia juga kerap ditanyai pelanggan apakah masih memproduksi Misabu hingga menyarankan dibuatkan bumbunya.
Karena merasa ditantang, Camelia lebih termotivasi kembali untuk mengembangkan mie miliknya, dari situ ia kemudian membandingkan dan mencoba berbagai jenis mie instan dengan cita rasa berbeda.
Mulailah ia meracik bumbu sendiri, setiap bumbu yang telah dibuatnya dan dipasarkan dimintai testimoni kepada langganan sebagai evaluasi produk.
Ia pun meluncurkan mencoba meluncurkan misabu yang ada bumbunya dengan harga satu bungkus Rp8.000.
"Setiap ada yang beli uni minta testimoninya, negatifnya disampaikan misal mie nya putus-putus, pedas, dan lainnya dan itu untuk dijadikan sebagai evaluasi produk," katanya.
Seiring berkembangnya waktu permintaan Misabu mulai bagus dan permintaan dari langganan cukup tinggi, ada yang memesan dua bungkus hingga 10 bungkus dan itu dilakukan berulang-ulang bahkan ada yang memesan satu kardus, sementara ia belum memiliki kemasan sendiri karena terkendala modal.
Karena minimnya pemasaran di wilayah Tanah Datar ia disarankan pelatih ketika dibina Bank Indonesia untuk mendekati orang berpengaruh di Tanah Datar.
Ibarat gayung bersambut usaha Misabu miliknya dilirik oleh Ketua TP PKK Tanah Datar Lise Eka Putra saat mengikuti lomba nagari.
Saat ini usaha miliknya bisa memproduksi 500-800 bungkus Misabu per hari dengan enam pekerja di luar pekerja yang membungkus.
Misabu pun berhasil mengisi pasar di berbagai provinsi diantaranya Aceh, Riau, dan Jambi.
Ia berharap dengan dukungan pemerintah daerah Tanah Datar usah miliknya terus berkembang dan bisa membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapat untuk daerah.
Camelia membayangkan ketika satu bungkus saja penduduk Tanah Datar yang memakan mie per bulan, akan menghabiskan kurang lebih sekitar 374 ribu bungkus lebih mie.
"Kalau dikalikan dengan uang akan menghasilkan Rp1,9 miliar. Coba bayangkan berapa pajak yang dibayarkan dan berapa SDM yang terpakai di Tanah Datar," katanya.
Sementara Bupati Tanah Datar Eka Putra mengatakan pihaknya akan terus meningkatkan ekonomi masyarakat dan perluasan lapangan kerja yang berbasis pertanian dan UMKM serta menciptakan usahawan baru dan lapangan pekerjaan setiap tahun.
Bupati juga berharap UMKM sebagai pilar perekonomian harus bisa memanfaatkan digitalisasi seperti media sosial seperti facebook, instagram, serta market place seperti tokopedia dan shopee.
Tidak perlu khawatir mie yang dibuat oleh Camelia merupakan makanan sehat karena diolah dari sayuran dan buah-buahan.
Setidaknya terdapat sembilan jenis buah dan sayuran yang diolah ke dalam produk yang diberi nama Misabu yang merupakan akronim dari mie sayur dan buah mulai dari tomat, naga, ubi ungu, wortel, bayam, buah bit, caisim, dan brokoli.
Warga Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat itu menceritakan awalnya membuat mie dari sayur dan buah untuk anak dengan porsi yang sedikit, bentuknya seperti steak dengan bahan campurannya bayam.
Kemudian dari varian rasa bayam dengan bentuk dominan hijau itu hingga saat ini Misabu kemudian berkembang menjadi sembilan rasa dengan dua pilihan goreng dan kuah.
Camelia mulai menggeluti produksi Misabu secara serius sejak 2012 berawal dari saran dokter untuk tidak memberikan makanan tertentu seperti mie instan, es krim, dan makanan yang memiliki bahan pengawet kepada buah hatinya yang mengalami gangguan pernafasan.
Di satu sisi, ia tidak ingin memberikan makan berpengawet karena akan berdampak pada sang anak, namun di sisi lain ia tidak tega melihat anaknya ingin makan mie di saat orang lain merasakan bebas makan mie.
Sementara anaknya yang lain susah dilarang untuk tidak memakan mie dan susah untuk diberikan makan sayur.
Dari situ ia berpikir bagaimana caranya bisa memberikan makanan sehat tanpa berbahan pengawet kepada anaknya.
Mulai lah ia membuat Misabu yang komposisinya tepung beras, tepung terigu, tepung ubi, sayuran, dan garam. Karena bertempat tinggal di komplek perumahan tidak lupa mie itu ia bagikan ke tetangga.
Setelah itu mulai dari anak-anak dan teman-teman yang berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan dokter di tempat itu mulai menanyakan dan meminta Misabu dilebihkan produksinya.
Karena ada permintaan ia mulai meningkatkan produksi dari biasanya sekitar satu sampai dua kilogram menjadi lima kilogram dengan niat hati bisa berbagi sesama tetangga di waktu itu.
Ujung-ujungnya mie yang dilebihkan produksinya itu banyak bersisa, karena jatah yang semula diberikan untuk teman tetangga itu tidak jadi diberikan karena yang bersangkutan pulang kampung.
Tidak mau terbuang sia-sia alias mubazir, mie itu kemudian dijemur di atap rumahnya agar bisa bertahan lebih lama.
Dari situ Camelia merasa terpancing semangatnya dalam usaha membuat mie sehat dan mulai membuat agak banyak porsi hingga ada stok di rumah.
"Waktu itu saya melihat proses pembuatan mie kuning yang beredar di pasaran, dan ternyata sama. Saya membuat agak banyak hingga ada stok di rumah, tanpa bumbu waktu itu, mie saja," katanya.
Seiring berjalannya waktu, ibu tiga anak itu memasarkan produk mie sehat ke sekolah-sekolah, rumah sakit, termasuk ke puskesmas di Lima Kaum di samping usahanya membuat dendeng kering.
Awalnya mie itu diproduksi berbentuk bulat seperti mie gelas tapi ukurannya lebih lebar, pemasarannya juga tidak gampang karena banyak yang tidak percaya karena tidak mungkin mie tidak ada bahan pengawetnya.
Perlahan tapi pasti mie sabu mulai mendapatkan pasar, pada 2014 Camelia mendapatkan galeri di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M. Djamil Padang yang diberikan oleh bagian promosi kesehatan Fauziah.
"Alhamdulillah pada waktu itu penjualan mie uni mulai meningkat, kendalanya waktu itu kesanggupan mengisi barang, kadang untuk stok ia hanya pesan lima bungkus saja dan harus diantar pula ke RSUP M. Djamil, sementara banyak pula pasar yang diisi. Akhirnya tinggal lah galeri itu," katanya.
Pada kurun waktu 2014 hingga 2020 penjualan Misabu belum terlalu optimal karena belum dilakukan secara online dan di sisi lain ia juga sibuk memasarkan usaha rendang kering.
Usaha rendangnya kering miliknya dengan rasa rendang ikan, daging, belut, dan lainnya sudah lebih dikenal dan banyak permintaan pasar.
Pada 2020 Camelia mendapat pembinaan dari Bank Indonesia (BI) dan merupakan satu-satunya pelaku UMKM dari Kabupaten Tanah Datar.
Selain itu Camelia juga kerap ditanyai pelanggan apakah masih memproduksi Misabu hingga menyarankan dibuatkan bumbunya.
Karena merasa ditantang, Camelia lebih termotivasi kembali untuk mengembangkan mie miliknya, dari situ ia kemudian membandingkan dan mencoba berbagai jenis mie instan dengan cita rasa berbeda.
Mulailah ia meracik bumbu sendiri, setiap bumbu yang telah dibuatnya dan dipasarkan dimintai testimoni kepada langganan sebagai evaluasi produk.
Ia pun meluncurkan mencoba meluncurkan misabu yang ada bumbunya dengan harga satu bungkus Rp8.000.
"Setiap ada yang beli uni minta testimoninya, negatifnya disampaikan misal mie nya putus-putus, pedas, dan lainnya dan itu untuk dijadikan sebagai evaluasi produk," katanya.
Seiring berkembangnya waktu permintaan Misabu mulai bagus dan permintaan dari langganan cukup tinggi, ada yang memesan dua bungkus hingga 10 bungkus dan itu dilakukan berulang-ulang bahkan ada yang memesan satu kardus, sementara ia belum memiliki kemasan sendiri karena terkendala modal.
Karena minimnya pemasaran di wilayah Tanah Datar ia disarankan pelatih ketika dibina Bank Indonesia untuk mendekati orang berpengaruh di Tanah Datar.
Ibarat gayung bersambut usaha Misabu miliknya dilirik oleh Ketua TP PKK Tanah Datar Lise Eka Putra saat mengikuti lomba nagari.
Saat ini usaha miliknya bisa memproduksi 500-800 bungkus Misabu per hari dengan enam pekerja di luar pekerja yang membungkus.
Misabu pun berhasil mengisi pasar di berbagai provinsi diantaranya Aceh, Riau, dan Jambi.
Ia berharap dengan dukungan pemerintah daerah Tanah Datar usah miliknya terus berkembang dan bisa membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapat untuk daerah.
Camelia membayangkan ketika satu bungkus saja penduduk Tanah Datar yang memakan mie per bulan, akan menghabiskan kurang lebih sekitar 374 ribu bungkus lebih mie.
"Kalau dikalikan dengan uang akan menghasilkan Rp1,9 miliar. Coba bayangkan berapa pajak yang dibayarkan dan berapa SDM yang terpakai di Tanah Datar," katanya.
Sementara Bupati Tanah Datar Eka Putra mengatakan pihaknya akan terus meningkatkan ekonomi masyarakat dan perluasan lapangan kerja yang berbasis pertanian dan UMKM serta menciptakan usahawan baru dan lapangan pekerjaan setiap tahun.
Bupati juga berharap UMKM sebagai pilar perekonomian harus bisa memanfaatkan digitalisasi seperti media sosial seperti facebook, instagram, serta market place seperti tokopedia dan shopee.