Bandarlampung (ANTARA) - Rajungan merupakan komoditi perikanan yang cukup berpengaruh dalam pertumbuhan ekspor produk perikanan dan kelautan di Indonesia.

Jumlah nilai ekspor rajungan yang telah dicatat oleh Badan Pusat Statistik pada periode Januari hingga April 2021 mencapai 150,86 juta dolar Amerika Serikat.

Rajungan juga menjadi komoditi andalan Indonesia dan sejumlah daerah penghasil komoditi perikanan tersebut, salah satunya Lampung.

Provinsi ini telah menyumbang produksi rajungan secara nasional hingga 15 persen setiap tahun. Rajungan menjadi salah satu komoditi penyumbang nilai ekspor terbesar kedua di Lampung dengan sumbangan sebesar Rp173 miliar dan volume ekspor hingga 576 kilogram.

Dengan luasan perairan laut mencapai 24.820 kilometer persegi dan garis pantai sepanjang 1.105 kilometer, menjadikan Lampung kaya akan potensi perikanan, salah satunya rajungan.

Sejumlah komoditi perikanan Lampung pun mampu menopang perekonomian dengan menyumbang nilai ekspor cukup besar dan memacu tumbuhnya unit pengolahan hasil perikanan yang menyerap tenaga kerja lokal.

Namun, tingginya peranan komoditi perikanan dalam menopang perekonomian terkadang menyebabkan ragam masalah, salah satunya ketidakseimbangan ekosistem yang menyebabkan turunnya hasil tangkapan.

Permasalahan pelik tersebut, saat ini telah mulai dirasakan oleh para nelayan penangkap rajungan di Lampung Timur sebagai salah satu daerah sentra rajungan.

Sepi tangkapan, makin jauhnya rute penangkapan, hingga kesulitan memenuhi permintaan pasar menjadi makanan sehari-hari para nelayan penangkap rajungan di pesisir Lampung, sehingga memunculkan garis pemisah antara terjaganya lingkungan dan pengoptimalan perekonomian.

Eksploitasi lingkungan tangkapan rajungan pun tak terelakkan guna memenuhi permintaan pasar yang makin menggunung.

Penggunaan jaring yang tidak sesuai prosedur dan penangkapan yang tidak terukur dengan menyapu bersih seluruh rajungan tanpa membiarkannya beregenerasi, menjadi cara terakhir yang digunakan nelayan guna memenuhi permintaan pasar.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir di salah satu desa yang hampir seluruh warga bekerja sebagai nelayan, tepatnya di Desa Margasari, Kabupaten Lampung Timur, para nelayan mulai sadar dan mengerti terhadap konsep penangkapan terukur.

Bukan tanpa sebab kesadaran itu muncul. Di balik tumbuhnya kesadaran akan penangkapan rajungan terukur, ada seorang nelayan yang memantik pola pikir para nelayan rajungan di Lampung Timur untuk lebih mawas diri dalam menjaga lingkungan.

Miswan, salah seorang nelayan penangkap rajungan, menjadi salah satu agen konservasi dan seorang yang langsung aplikatif menerapkan konsep penangkapan rajungan berkelanjutan di Desa Margasari.

Lelaki yang telah menghabiskan hampir setengah hidupnya menjadi nelayan itu pun, telah berhasil memberikan pemahaman kepada nelayan di desanya untuk memberikan waktu jeda bagi rajungan beregenerasi.

"Rajungan ini ada dua musim, yaitu musim timuran (musim sepi rajungan) dan baratan (musim panen rajungan). Kalau musim timuran kita sengaja tidak melaut biar rajungan bisa bernapas dan beregenerasi dulu. Nelayan di sini memang belum semua menerapkan tapi rata-rata sudah paham tentang ini," ujar pria yang memiliki perawakan kurus itu. Ilustrasi - Kegiatan nelayan rajungan di Desa Margasari, Kabupaten Lampung Timur setelah menurunkan rajungan hasil tangkapan dari kapal, Minggu (3/10/2021) (ANTARA/Ruth Intan Sozometa Kanafi)

Menurut dia, nelayan di sekitar kediamannya pun memilih beralih menangkap ikan, udang, bahkan beralih pekerjaan sementara waktu bila tengah berlangsung musim tenang bagi regenerasi rajungan di alam.

"Ada yang jadi tukang kayu, buruh bangunan, ada yang menangkap udang atau ikan. Kalau saya biasanya waktu timuran digunakan untuk memperbaiki jaring," katanya.

Dalam menyebarluaskan informasi mengenai penangkapan terukur, pria yang saat ini didaulat sebagai Ketua Forum Nelayan Rajungan Lampung itu, melakukannya dengan membentuk kelompok nelayan rajungan desa.

Pembentukan kelompok nelayan rajungan desa itu berfungsi sebagai sarana bertukar informasi bahkan sarana pembelajaran bagi para nelayan rajungan mengenai banyak hal, tidak hanya penangkapan terukur dan konservasi lingkungan.

Upaya mengedukasi para nelayan untuk menangkap dengan terukur demi keberlanjutan ekosistem rajungan bukanlah perkara mudah. Banyak ditemukan beragam permasalahan, salah satunya penolakan oleh para nelayan karena dianggap membatasi ruang gerak nelayan untuk mencari nafkah serta masih adanya nelayan yang tetap merusak ekosistem rajungan akibat penangkapan berlebih.

"Ada penolakan juga saat awal sosialisasi, tapi untungnya sekarang sudah mulai mengerti, karena mereka sudah tahu manfaatnya. Melalui kelompok nelayan rajungan pun telah banyak masuk instansi yang memberi edukasi dan menyerahkan bantuan bagi kami agar bisa menangkap rajungan dengan sistem berkelanjutan," ucap ayah tiga anak itu.

Hal senada juga dikatakan oleh nelayan penangkap rajungan lainnya, Samio.

Menurut pria berusia 57 tahun itu, dengan edukasi penangkapan terukur dirinya dapat belajar untuk berinvestasi bagi keberlanjutan ekosistem rajungan pada masa depan.

"Banyak nelayan ini putus sekolah jadi kadang kurang informasi, sehingga belum terpikirkan untuk menjaga populasi rajungan. Kita ini hidupnya tergantung dengan alam, kalau tidak dijaga mata pencaharian kita pun bisa hilang itu yang harus dipikirkan oleh nelayan seharusnya," ujarnya.

Ia melanjutkan edukasi mengenai penangkapan terukur dan berkelanjutan itu akan terus disampaikan kepada para nelayan secara berantai ataupun melalui keberadaan kelompok nelayan rajungan.

"Nelayan seperti kami ini lebih mudah mendapat informasi secara berantai, sehingga sembari melaut kita akan coba memberi tahu ukuran rajungan yang siap tangkap, penggunaan jaring yang ramah lingkungan bahkan berani untuk mengembalikan rajungan yang bertelur ke habitatnya," katanya.

Adanya peranan nelayan untuk menyampaikan pesan edukasi penangkapan terukur dan berkelanjutan guna merangkai keberlanjutan ekosistem rajungan Lampung, juga selaras dengan tujuan pemerintah daerah setempat.

Untuk mewujudkan visi pada 2022 sebagai penghasil terbaik rajungan dari segi kualitas, pengelolaan dan produksi, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung mulai membentuk wilayah konservasi rajungan. Pembentukan wilayah itu guna menjaga stabilitas pasokan rajungan sebagai komoditas unggulan di daerah itu.

Aksi nyata dalam menjaga populasi rajungan di alam melalui pembentukan wilayah konservasi rajungan itu akan bertempat di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Kawasan tersebut, akan menjadi daerah pelepasan rajungan serta tempat berkembang biak rajungan.

"Saat ini menjaga kelestarian rajungan harus dilakukan karena berkaitan dengan kesejahteraan nelayan, jadi yang harus dilakukan ialah penetapan satu zona wilayah yang dilindungi atau konservasi sehingga rajungan bisa berkembang biak," ujar Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung Sutaryono.

Dia melanjutkan dengan melindungi habitat rajungan, nilai ekonomi dari rajungan akan meningkat seiring dengan terpenuhinya standar ekspor dan terjaga kontinuitas stok rajungan.

Saat ekspor produk rajungan tersebut pun akan dilihat sesuai standar atau tidak, seperti contohnya ditangkap dengan sistem berkelanjutan atau tidak, rajungan tidak boleh sedang bertelur, ukuran harus sesuai, produk pun harus segar.

Merespons hal tersebut, telah dikeluarkan pula keputusan Gubernur Lampung Nomor G/164/V.19/HK/2018 yang menata secara gamblang aturan dan cara menangkap rajungan dengan sistem berkelanjutan serta terukur.

Adanya peranan nelayan membentuk kesadaran akan penangkapan terukur serta keberlanjutan, dan andil pemerintah dalam pembuatan kebijakan, penegakan aturan, serta pembentukan zona konservasi, menjadi salah satu aksi nyata serta suatu harapan terjaganya ekosistem rajungan dan kesejahteraan nelayan penangkap rajungan.

Pewarta : Ruth Intan Sozometa Kanafi
Editor : Edy Supriyadi
Copyright © ANTARA 2024