Jakarta (ANTARA) - Film James Bond ke-25 “No Time To Die” akan mengungkap sisi sentimental dari karakter James Bond yang diperankan Daniel Craig, di samping tetap mengusung aksi petualangan yang selama ini telah menjadi ciri khas dari agen rahasia Inggris itu.

“No Time To Die” telah tayang perdana di London, Inggris, pada Selasa (28/9) waktu setempat. Sementara penayangan di Amerika Serikat akan dijadwalkan pada Jumat pekan depan (8/10).

Kini, penonton dan penggemar di Indonesia juga sudah bisa menikmati film Bond Daniel Craig yang kelima ini mulai Kamis (30/9) di sejumlah bioskop. 

“Ini adalah film Bond, tentu saja, dan film Bond adalah film aksi-petualangan–kami punya banyak– tetapi untuk membuat film petualangan aksi berhasil, Anda harus memiliki beberapa elemen kebenaran dan Anda memerlukan perjalanan emosional yang memuaskan untuk penonton memusatkan perhatian dalam karakter,” kata Daniel Craig dikutip dari siaran pers pada Kamis.

Tema yang mengeksplorasi seputar kerahasiaan, pengkhianatan, dan kepercayaan telah menyatukan empat film terakhir, yakni "Casino Royale" (2006), "Quantum Of Solace" (2008), "Skyfall" (2012), dan "Spectre" (2015).

Jika film James Bond terdahulu dimainkan sebagai petualangan terpisah meski tetap dihubungkan oleh karakter ikonik Bond, EON Productions ingin Bond versi Daniel Craig dapat melekat sebagai satu kesatuan. Sehingga pengembangan karakter pada film terakhir Craig ini menjadi tantangan tersendiri bagi tim produksi.

“Di ‘No Time To Die’ ada kisah cinta, tetapi sangat, sangat rumit, dan mudah-mudahan menarik untuk ditonton,” kata Craig.

Setelah patah hati yang dialami Bond dengan menghilangnya Vesper Lynd (diperankan Eva Green) di “Casino Royale”, hubungannya yang naik-turun dengan M dan MI6 (Dinas Intelijen Rahasia), serta rasa sakit yang ditimbulkan fakta yang diutarakan Blofeld (diperankan Christoph Waltz), kini Bond dihadapkan dengan risiko lain pada saat mencoba untuk mencintai Madeleine (diperankan Léa Seydoux).

“Kepercayaan adalah tema terbesar dalam film ini; membuat komitmen emosional dengan seseorang sangat sulit karena sejarahnya dengan keterikatan, dan kemudian pengkhianatan menjadi bagian besar dari hancurnya keterikatan itu,” kata produser Barbara Broccoli.

Craig juga setuju perihal krisis kepercayaan yang dialami Bond. Menurutnya, Bond memiliki satu cinta besar dalam hidupnya dengan Vesper namun justru berakhir dengan tragis dan cenderung membuatnya tidak mempercayai siapa pun.

“Dia sangat lelah sekarang karena kebanyakan orang yang memiliki hubungan dengannya mati. Jadi dia cenderung menyendiri, tapi saya pikir ada peluang nyata baginya untuk menemukan sesuatu di film ini,” ujar Craig.

Sutradara Cary Joji Fukunaga mengatakan “No Time To Die” hadir lima tahun setelah “Spectre” sementara dunia di sekitar Bond telah banyak berubah sejak saat itu. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi tim produksi untuk mengembangkan cerita.

“Ada kerumitan, kekacauan, juga kerentanan yang ditutup-tutupi sejak film pertamanya saat Vesper Lynd meninggal. Pengambilan keputusan Bond cukup menarik karena kecerdikan sekaligus kekurangannya. Saya pikir Bond adalah cerita yang sangat menarik,” ujarnya.

Fukunaga mengatakan dirinya bersama tim produksi telah banyak mendiskusikan berbagai semesta kehidupan Bond untuk menambahkan sesuatu yang baru ke dalam cerita namun pada saat yang bersamaan tidak meninggalkan motif utama cerita yang telah terbangun sejak lama.

Broccoli juga mengatakan ada perdebatan tentang bagaimana tim produksi mengembangkan unsur kisah cinta sekaligus mengeksplorasi tema yang telah menjadi sangat penting di seluruh film Daniel Craig.

“Dengan ‘No Time To Die’ ada cerita yang kuat untuk diselesaikan, namun banyak bagian yang berkaitan. Saya pikir kami telah berhasil menceritakan kisah itu dan mengumpulkan semuanya,” pungkasnya.
 

Pewarta : Rizka Khaerunnisa
Editor : Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024