Makassar (ANTARA) - Koordinator peneliti dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Pamela Simamora mengatakan, penggunaan energi baru terbarukan (EBT) terus meningkat dan tenaga surya menjadi raja baru di sektor energi dunia.
Hal itu dikemukakan Pamela pada pertemuan virtual berkala membahas Transisi Energi yang diselenggarakan IESR bekerja sama dengan Society of Indonesian environment Journalists (SIEJ) pada Minggu.
Dia mengatakan, dari sejumlah jenis EBT yang dapat dikembangkan ke depan menggantikan energi fosil, jenis energi suryalah yang paling besar potensinya dibandingkan jenis EBT lainya baik secara global maupun nasional.
Sementara dari penggunaan EBT, lanjut dia, terdapat perbandingan antara penggunaan global dan nasional sebagai berikut, bauran energi terbarukan di energi primer dunia semakin meningkat, sementara Indonesia masih tumbuh melambat.
Sedang dari komitmen, Pamela mengatakan, dunia sudah siap mengakhiri era batu bara, sementara Indonesia masih terus bergantung pada PLTU Batu bara.
Dari segi investasi energi terbarukan terbesar di sektor ekonomi dunia, Indonesia masih stagnan. "Apabila dilihat dari segi ongkos investasi dan biaya listrik yang diratakan (LCOE), energi surya dan angin terus menurun, lebih murah dari energi bahan kotor," kata Pamela.
Pengaruh lainnya, harga energi surya di Indonesia turun drastis, menyebabkan surya plus baterei semakin kompetitif harganya.
Sementara itu, Kasubdit Pengawasan Pengembangan Infrastruktur EBTKE, Kementerian ESDM Mustaba Ari Suryoko mewakili Direktur Aneka EBT DJEBTKE, Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya menyebutkan,
Dia mengatakan, EBT tercatat sebagai penyumbang tertinggi penurunan emisi karbondioksida yakni 34,29 juta ton CO2 pada 2020 dibandingan aksi mitigasi lainnya untuk menurunkan penyebab efek rumah kaca.
Dari lima aksi mitigasi untuk menurunkan efek rumah kaca dari karbondioksida, EBT mampu melampaui mitigasi efisiensi energi yang hanya mereduksi emisi 12,97 juta ton CO2, disusul bahan bakar rendah karbon 8,39 juta ton CO2,penggunaan teknologi pembangkit bersih tercatat 5,91 juta ton CO2 dan kegiatan lain 2,79 juta ton CO2.
Tangkapan layar Koordinator Peneliti dari IESR Pamela Simamora sebagai salah satu pembicara pada pertemuan virtual membahas "Transisi Energi" yang digelar IESR bekerja sama dengan SIEJ. ANTARA Foto/ Suriani Mappong
Hal itu dikemukakan Pamela pada pertemuan virtual berkala membahas Transisi Energi yang diselenggarakan IESR bekerja sama dengan Society of Indonesian environment Journalists (SIEJ) pada Minggu.
Dia mengatakan, dari sejumlah jenis EBT yang dapat dikembangkan ke depan menggantikan energi fosil, jenis energi suryalah yang paling besar potensinya dibandingkan jenis EBT lainya baik secara global maupun nasional.
Sementara dari penggunaan EBT, lanjut dia, terdapat perbandingan antara penggunaan global dan nasional sebagai berikut, bauran energi terbarukan di energi primer dunia semakin meningkat, sementara Indonesia masih tumbuh melambat.
Sedang dari komitmen, Pamela mengatakan, dunia sudah siap mengakhiri era batu bara, sementara Indonesia masih terus bergantung pada PLTU Batu bara.
Dari segi investasi energi terbarukan terbesar di sektor ekonomi dunia, Indonesia masih stagnan. "Apabila dilihat dari segi ongkos investasi dan biaya listrik yang diratakan (LCOE), energi surya dan angin terus menurun, lebih murah dari energi bahan kotor," kata Pamela.
Pengaruh lainnya, harga energi surya di Indonesia turun drastis, menyebabkan surya plus baterei semakin kompetitif harganya.
Sementara itu, Kasubdit Pengawasan Pengembangan Infrastruktur EBTKE, Kementerian ESDM Mustaba Ari Suryoko mewakili Direktur Aneka EBT DJEBTKE, Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya menyebutkan,
Dia mengatakan, EBT tercatat sebagai penyumbang tertinggi penurunan emisi karbondioksida yakni 34,29 juta ton CO2 pada 2020 dibandingan aksi mitigasi lainnya untuk menurunkan penyebab efek rumah kaca.
Dari lima aksi mitigasi untuk menurunkan efek rumah kaca dari karbondioksida, EBT mampu melampaui mitigasi efisiensi energi yang hanya mereduksi emisi 12,97 juta ton CO2, disusul bahan bakar rendah karbon 8,39 juta ton CO2,penggunaan teknologi pembangkit bersih tercatat 5,91 juta ton CO2 dan kegiatan lain 2,79 juta ton CO2.