Bandarlampung (ANTARA) - Ikatan Dokter Indonesua (IDI) Bandarlampung mengungkapkan bahwa banyaknya pasien isolasi mandiri (isoman) COVID-19 yang tidak melapor ke aparatur desa atau pemerintah/Dinas Kesehatan karena mereka takut dengan stigma buruk di masyarakat bila terpapar COVID-19.

"Paling susah itu kan menghilangkan stigma, karenanya banyak tidak mau lapor takut dikucilkan dan sebagainya bila terpapar COVID-19," kata Ketua IDI Cabang Bandarlampung, dr Aditya M Biomed, di Bandarlampung, Kamis.

Ia mengatakan bahwa misinformasi yang ada di masyarakat terkait COVID-19 ini harus segera diklarifikasi, sehingga masyarakat sadar bahwa COVID-19 ini bukanlah sebuah aib bagi mereka. Diharapkan mereka sadar serta melaporkan kondisi kesehatannya, sehingga proses tracingnya lebih mudah.

"Tentunya banyak pasien isoman ini juga karena mereka lebih memilih melakukan swab tes secara mandiri dan bila positif malah menyembunyikannya," kata dia lagi.

Menurutnya, banyaknya warga yang positif COVID-19 dan menjalani isoman tidak terdata, sudah pasti hal ini akan menyulitkan dalam proses penelusuran (tracing) oleh Pemerintah.

"Kalau mereka tidak terdata atau melaporkan tentunya tracing tidak jalan, padahal itu kan kewajiban Pemerintah setelah ada yang terkonfirmasi harus ada penelusuran guna mengurangi risiko," kata dia lagi.

Bahkan, lanjut dia, pasien COVID-19 yang menjalani isoman namun tidak melaporkan kondisinya, dapat menjadi berbahaya karena mereka bisa menjadi sumber penularan COVID-19.

"Saya harap masyarakat juga sadar terkait masalah ini. Mungkin mereka menganggap kalau kondisinya baik-baik saja dan hanya gejala ringan, tapi kan buat lingkungan itu bahaya karena bisa jadi sumber penularan," kata dia pula.
Baca juga: Wali Kota Metro berikan bantuan kepada pasien isoman
Baca juga: Satgas COVID-19 minta pasien gejala sedang dan berat jangan isoman, bagaimana jika RS penuh ?

Pewarta : Dian Hadiyatna
Editor : Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024