Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia terus berupaya memanen energi baru terbarukan untuk mengurangi produksi emisi gas rumah kaca, salah satunya dengan memanfaatkan energi panas laut atau Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC).

"Berdasarkan hasil studi, teknologi energi panas laut berpotensi dikembangkan di perairan utara Bali," kata Anggota Dewan Energi Nasional Herman Darnel Ibrahim dalam keterangan yang dikutip di Jakarta, Senin.

Energi panas laut merupakan bagian dari energi baru terbarukan yang bersumber dari perbedaan temperatur air laut yang mudah ditemukan pada perairan laut tropis.



Selain menghasilkan listrik, pemanfaatan energi panas laut juga menghasilkan beberapa produk, yaitu lithium, hidrogen, air mineral, pengembangan aquacultur, hingga portable water.

Potensi konversi energi panas laut di perairan Indonesia diproyeksi mampu menghasilkan daya sekitar 240 ribu megawatt.

Pada 2019 , Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Badan Litbang ESDM bersama Saga University asal Jepang merencanakan pembangunan proyek percobaan (pilot project) pembangkit listrik tenaga panas laut dengan kapasitas lima megawatt di perairan utara Bali.



Wilayah itu dipilih karena memiliki perbedaan temperatur laut lebih dari 20 derajat pada kedalaman laut 500 sampai 1.000 meter dengan permukaan 10 meter.

Berdasarkan hasil penelitian, kondisi lingkungan tersebut dapat menggerakkan pembangkit listrik untuk menghasilkan energi dari konversi panas laut yang menghasilkan uap bertekanan tinggi untuk memutar turbin.

Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya mengatakan saat ini pengembangan energi laut di Indonesia masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, salah satunya studi kelayakan tentang teknologi arus laut di Selat Alas, Selat Sape, dan Selat Pantar.

"Pemerintah juga telah mengatur harga jual tenaga listrik dari pembangkit listrik tenaga laut dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017," kata Chrisnawan.

Dia menambah bahwa Indonesia berkomitmen untuk mencapai porsi energi baru terbarukan sebesar 23 persen dalam bauran energi nasional pada 2025 sebagai bagian dari pemenuhan target Kebijakan Energi Nasional dan Paris Agreement.

Perbaikan regulasi Undang-Undang Energi Baru Terbarukan akan menjadi kunci dalam mendukung percepatan transisi energi di Indonesia.
Baca juga: Riset Wartsila Energy sebut Indonesia perlu 92 gigawatt capai 100 persen energi terbarukan
Baca juga: Kementerian ESDM siapkan energi alternatif pengganti elpiji
Baca juga: Memanen cahaya matahari demi target rasio elektrifikasi

Pewarta : Sugiharto Purnama
Editor : Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2024