Addis Ababa (ANTARA) - Johnson & Johnson (J&J) setuju untuk memasok hingga 400 juta dosis vaksin COVID-19 ke Uni Afrika (AU) mulai kuartal ketiga 2021, kata perusahaan farmasi itu, Senin.
Pernyataan itu muncul pada saat benua Afrika bergulat dalam upayanya menjalankan program vaksinasi serta membendung wabah tersebut.Janssen Pharmaceutica NV, unit J&J, telah menandatangani kesepakatan dengan African Vaccine Acquisition Trust (AVAT) untuk mengirimkan 220 juta vaksin dosis tunggal. AVAT mungkin akan memesan 180 juta dosis tambahan hingga 2022.
Kesepakatan itu muncul setelah perusahaan berunding selama berbulan-bulan dengan AU.
Uni Afrika pada Januari mengumumkan telah membuat kesepakatan sementara untuk membeli 270 juta dosis vaksin dari tiga perusahaan obat: J&J, AstraZeneca, dan Pfizer-BioNTech.
Perkembangan soal pembicaraan dengan dua perusahaan lainnya tidak diketahui.
Pasokan itu akan membantu Afrika mencapai target vaksinasi pada sedikitnya 750 juta orang, atau 60 dari keseluruhan penduduk di benua tersebut.
AVAT pada Senin mengungkapkan bahwa banyak dari 55 negara anggota AU lebih memilih menggunakan vaksin J&J.
Afrika sedang berupaya menangkal penyebaran virus corona, yang telah membuat hampir 121.000 orang kehilangan nyawa dan 4,18 juta lainnya terinfeksi di kawasan tersebut.
Benua itu juga bergulat dengan varian lebih menular yang diidentifikasi di Afrika Selatan --di tengah kekhawatiran tentang penundaan pengiriman vaksin AstraZeneca sebagai bagian dari COVAX, yaitu skema yang ditujukan untuk memasok vaksin ke negara-negara miskin.
Pada Februari, Afrika Selatan menghentikan penggunaan vaksin AstraZeneca setelah data menunjukkan bahwa suntikan AstraZeneca tidak terlalu memberi perlindungan yang meyakinkan terhadap infeksi ringan-sedang yang disebabkan oleh varian dominan di negara tersebut.
Benua Afrika saat ini berada jauh di belakang negara-negara kaya, termasuk Israel, Amerika Serikat, dan Inggris, dalam peluncuran vaksinasi.
Hampir setengah jumlah penduduk Inggris telah menerima dosis pertama mereka. Keadaan itu berbeda jauh dengan Afrika Selatan, yang baru menyuntikkan satu dosis vaksin pada hanya 0,4 persen populasinya.
Sumber: Reuters