Jakarta (ANTARA) - Praktisi kesehatan tidur dr. Andreas Prasadja, RPSGT mengatakan bahwa para penyintas COVID-19 yang mengalami kesulitan tidur bukan akibat langsung dari virus COVID-19, melainkan pengaruh kebiasaan selama masa isolasi.
"Pada penyintas COVID-19, gangguan tidur terjadi bukan karena virusnya, melainkan karena isolasinya," kata dr. Andreas dalam acara peluncuran daring Antangin Good Night di Jakarta, Rabu.
Hal yang sama juga berlaku pada orang-orang yang bekerja di rumah (work from home). Tubuh mereka mengalami gangguan irama sirkadian.
"Orang-orang yang isolasi harus dalam lingkungan sama sepanjang hari. Yang WFH biasanya iramanya bangun pagi, sarapan, siap-siap berangkat kerja, pulang sore, lihat matahari tenggelam. Selama pandemi ada irama yang hilang," ujarnya.
Menurut dia, banyak yang WFH mengalami gangguan irama ini, termasuk pasien corona.
"Bayangkan, tetap dalam lingkungan sama selama 24 jam, pencahayaan sama sehingga mengalami gangguan tidur," katanya.
Andreas mengatakan selama masa pandemi COVID-19 ini ada beberapa jenis insomnia yang terjadi, yakni circadian rhythm disorder (gangguan irama sirkadian, terutama akibat pencahayaan).
Kemudian inadequate sleep hygiene (akibat aktivitas rutin WFH), psychophysiological insomnia, restless legs syndrome, dan sleep apnea (gangguan napas seperti mendengkur saat tidur).
Pihaknya pun membagikan kiat-kiat agar tidur bisa berkualitas diantaranya dengan menciptakan kenyamanan, suasana lingkungan yang sejuk, menjaga badan hangat, membuat pencahayaan redup, menjaga suasana lingkungan kondusif untuk tidur, melakukan ritual relaksasi dan menghangatkan tubuh.
"Baca buku atau dengar musik, baru setelahnya naik ke tempat tidur, penjadwalan tidur teratur, kenali irama sirkadian masing-masing, konsumsi kafein dibatasi setidaknya 12 jam sebelum tidur dan tidur di matras yang nyaman," katanya.
"Pada penyintas COVID-19, gangguan tidur terjadi bukan karena virusnya, melainkan karena isolasinya," kata dr. Andreas dalam acara peluncuran daring Antangin Good Night di Jakarta, Rabu.
Hal yang sama juga berlaku pada orang-orang yang bekerja di rumah (work from home). Tubuh mereka mengalami gangguan irama sirkadian.
"Orang-orang yang isolasi harus dalam lingkungan sama sepanjang hari. Yang WFH biasanya iramanya bangun pagi, sarapan, siap-siap berangkat kerja, pulang sore, lihat matahari tenggelam. Selama pandemi ada irama yang hilang," ujarnya.
Menurut dia, banyak yang WFH mengalami gangguan irama ini, termasuk pasien corona.
"Bayangkan, tetap dalam lingkungan sama selama 24 jam, pencahayaan sama sehingga mengalami gangguan tidur," katanya.
Andreas mengatakan selama masa pandemi COVID-19 ini ada beberapa jenis insomnia yang terjadi, yakni circadian rhythm disorder (gangguan irama sirkadian, terutama akibat pencahayaan).
Kemudian inadequate sleep hygiene (akibat aktivitas rutin WFH), psychophysiological insomnia, restless legs syndrome, dan sleep apnea (gangguan napas seperti mendengkur saat tidur).
Pihaknya pun membagikan kiat-kiat agar tidur bisa berkualitas diantaranya dengan menciptakan kenyamanan, suasana lingkungan yang sejuk, menjaga badan hangat, membuat pencahayaan redup, menjaga suasana lingkungan kondusif untuk tidur, melakukan ritual relaksasi dan menghangatkan tubuh.
"Baca buku atau dengar musik, baru setelahnya naik ke tempat tidur, penjadwalan tidur teratur, kenali irama sirkadian masing-masing, konsumsi kafein dibatasi setidaknya 12 jam sebelum tidur dan tidur di matras yang nyaman," katanya.