Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mendorong pelaku pariwisata yang bergerak di bidang hotel dan restoran di Aceh agar menerapkan sertifikasi Indonesia Care.
Direktur Kelembagaan Kemenparekraf Reza Fahlevi, Jumat, mengungkapkan, sertifikasi bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan wisatawan agar berkunjung lagi ke Aceh setelah ada pengakuan penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability).
“Kita memerlukan sertifikat yang menandakan pengakuan bagi suatu usaha yang telah memenuhi standar kesehatan, kebersihan, keselamatan dan kelestarian lingkungan (CHSE),” kata Reza.
Pihaknya juga tengah mempersiapkan platform daring untuk pendaftaran sertifikasi yang akan dibuka mulai Oktober 2020.
Proses sertifikasi ini, lanjut Reza, akan diawali dengan pengisian formulir self assessment oleh pengelola hotel dan restoran sebagai bentuk penilaian awal atas penerapan protokol kesehatan pada usaha yang dikelolanya.
“Jadi setelah ketentuan tersebut sudah dipenuhi, pelaku usaha dapat men-declare-kan diri telah memenuhi semua protokol kesehatan. Nanti kemudian akan kami turunkan tim dari lembaga sertifikasi untuk mengaudit, dalam hal ini Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata, dan itu semua gratis karena biaya ditanggung Kemenparekraf,” katanya.
Baca juga: Pemkot Banda Aceh perindah wajah "Kota Serambi Mekkah" malam hari, sambut wisawatan
Ia menilai wisatawan akan lebih memilih datang ke destinasi wisata yang terjamin kebersihan dan telah menerapkan protokol kesehatan.
“Banda Aceh sebagai salah satu kota yang mengandalkan pariwisata dapat mengembalikan kepercayaan wisatawan melalui sertifikasi penerapan protokol kesehatan ini,” ujar Reza.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh Jamaluddin menilai penerapan protokol kesehatan adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan masyarakat, terutama para pengelola hotel dan restoran dalam mencegah penyebaran COVID-19.
“Kami harap pelaku usaha di bidang pariwisata seperti perhotelan, kuliner, dan pemilik toko suvenir dapat menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan,” kata Jamaluddin.
Sementara Wakil Walikota Banda Aceh, Zainal Arifin menceritakan pengalamannya saat terkonfirmasi positif COVID-19 beberapa waktu lalu.
Berkaca dari pengalamannya itu, Zainal mengajak masyarakat untuk selalu sadar dan mematuhi protokol kesehatan seperti mencuci tangan, menjaga jarak aman, mengenakan masker, dan menjaga jarak aman.
“Protokol kesehatan ini adalah cara kita melindungi diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita agar tidak tertular COVID-19. Jadi selalu gunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak aman,” ucap Zainal.
Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Pudin Saepudin menuturkan, para pengelola hotel dan restoran perlu menjaga kebersihan tempat yang dikelolanya dan menyemprotkan disinfektan secara berkala, selain mewajibkan staf hotel dan restoran untuk mengenakan alat pelindung diri dan menyediakan tempat cuci tangan.
Selain itu Pudin menyarankan pengusaha hotel dan restoran untuk mengutamakan transaksi nontunai. “Jadi upayakan menerapkan transaksi elektronik menggunakan QR Code untuk mengurangi kontak fisik antara pelanggan dan karyawan hotel,” ujar Pudin.
Subkoordinator Kelembagaan Regional IIIA, Deputi bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenparekraf Herbin Saragi menyebutkan protokol kesehatan yang ada saat ini disusun dalam bentuk buku panduan yang bisa diunduh di situs Kemenparekraf/Baparekraf. Buku ini dapat dijadikan acuan atau pedoman protokol kesehatan yang diterapkan pengelola hotel untuk dapat menerima sertifikasi Indonesia Care.
“Melalui sertifikasi Indonesia Care ini, kita bisa meningkatkan kembali kepercayaan wisatawan untuk dapat berkunjung ke Aceh. Sehingga, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Aceh dapat kembali bangkit dan beroperasi dengan normal,” tutur Herbin.
Baca juga: Presiden minta tol pertama di Aceh diintegrasikan dengan kawasan wisata
Baca juga: Aceh akan gelar pentas virtual bangkitkan pariwisata
Direktur Kelembagaan Kemenparekraf Reza Fahlevi, Jumat, mengungkapkan, sertifikasi bertujuan untuk mengembalikan kepercayaan wisatawan agar berkunjung lagi ke Aceh setelah ada pengakuan penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability).
“Kita memerlukan sertifikat yang menandakan pengakuan bagi suatu usaha yang telah memenuhi standar kesehatan, kebersihan, keselamatan dan kelestarian lingkungan (CHSE),” kata Reza.
Pihaknya juga tengah mempersiapkan platform daring untuk pendaftaran sertifikasi yang akan dibuka mulai Oktober 2020.
Proses sertifikasi ini, lanjut Reza, akan diawali dengan pengisian formulir self assessment oleh pengelola hotel dan restoran sebagai bentuk penilaian awal atas penerapan protokol kesehatan pada usaha yang dikelolanya.
“Jadi setelah ketentuan tersebut sudah dipenuhi, pelaku usaha dapat men-declare-kan diri telah memenuhi semua protokol kesehatan. Nanti kemudian akan kami turunkan tim dari lembaga sertifikasi untuk mengaudit, dalam hal ini Lembaga Sertifikasi Usaha Pariwisata, dan itu semua gratis karena biaya ditanggung Kemenparekraf,” katanya.
Baca juga: Pemkot Banda Aceh perindah wajah "Kota Serambi Mekkah" malam hari, sambut wisawatan
Ia menilai wisatawan akan lebih memilih datang ke destinasi wisata yang terjamin kebersihan dan telah menerapkan protokol kesehatan.
“Banda Aceh sebagai salah satu kota yang mengandalkan pariwisata dapat mengembalikan kepercayaan wisatawan melalui sertifikasi penerapan protokol kesehatan ini,” ujar Reza.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh Jamaluddin menilai penerapan protokol kesehatan adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan masyarakat, terutama para pengelola hotel dan restoran dalam mencegah penyebaran COVID-19.
“Kami harap pelaku usaha di bidang pariwisata seperti perhotelan, kuliner, dan pemilik toko suvenir dapat menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan,” kata Jamaluddin.
Sementara Wakil Walikota Banda Aceh, Zainal Arifin menceritakan pengalamannya saat terkonfirmasi positif COVID-19 beberapa waktu lalu.
Berkaca dari pengalamannya itu, Zainal mengajak masyarakat untuk selalu sadar dan mematuhi protokol kesehatan seperti mencuci tangan, menjaga jarak aman, mengenakan masker, dan menjaga jarak aman.
“Protokol kesehatan ini adalah cara kita melindungi diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita agar tidak tertular COVID-19. Jadi selalu gunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak aman,” ucap Zainal.
Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Pudin Saepudin menuturkan, para pengelola hotel dan restoran perlu menjaga kebersihan tempat yang dikelolanya dan menyemprotkan disinfektan secara berkala, selain mewajibkan staf hotel dan restoran untuk mengenakan alat pelindung diri dan menyediakan tempat cuci tangan.
Selain itu Pudin menyarankan pengusaha hotel dan restoran untuk mengutamakan transaksi nontunai. “Jadi upayakan menerapkan transaksi elektronik menggunakan QR Code untuk mengurangi kontak fisik antara pelanggan dan karyawan hotel,” ujar Pudin.
Subkoordinator Kelembagaan Regional IIIA, Deputi bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenparekraf Herbin Saragi menyebutkan protokol kesehatan yang ada saat ini disusun dalam bentuk buku panduan yang bisa diunduh di situs Kemenparekraf/Baparekraf. Buku ini dapat dijadikan acuan atau pedoman protokol kesehatan yang diterapkan pengelola hotel untuk dapat menerima sertifikasi Indonesia Care.
“Melalui sertifikasi Indonesia Care ini, kita bisa meningkatkan kembali kepercayaan wisatawan untuk dapat berkunjung ke Aceh. Sehingga, sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Aceh dapat kembali bangkit dan beroperasi dengan normal,” tutur Herbin.
Baca juga: Presiden minta tol pertama di Aceh diintegrasikan dengan kawasan wisata
Baca juga: Aceh akan gelar pentas virtual bangkitkan pariwisata