Meulaboh (ANTARA) - Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Barat, Teungku Abdurrani Adian mengimbau kepada masyarakat di Aceh yang akan melangsungkan pernikahan putera puterinya ditengah pandemi COVID-19, agar tidak membebani calon pengantin dengan mahar yang tinggi.
Pasalnya, dampak yang ditimbulkan dari tingginya mahar yang dibebankan kepada calon mempelai laki-laki, justru telah menyebabkan pasangan muda-mudi di beberapa daerah di Aceh mengundurkan rencana hari pernikahan.
“Sehubungan dengan tingginya harga emas sekarang, tentu memberi efek kepada akad pernikahan di masyarakat Aceh. Karena di Aceh ada tradisi lebih mahal maharnya maka lebih bangga,” kata Teungku Abdurrani di Meulaboh, Selasa.
Seperti diketahui, harga jual perhiasan emas saat ini yang dijual oleh pedagang di Aceh sudah mencapai hampir Rp3 juta per mayam (3 gram) atau di kisaran harga Rp2,85 juta per mayam, sehingga hal ini berdampak terhadap ekonomi masyarakat dan berdampak terhadap pasangan yang akan melangsungkan pernikahan.
Di beberapa daerah di Aceh, harga mahar yang dibebankan kepada calon mempelai laki-laki biasanya paling rendah sekitar 10 mayam emas atau sekitar 30 gram atau jika dirupiahkan sebesar Rp30 juta.
Bahkan di daerah lain di Aceh, mahar yang dibebankan kepada calon mempelai laki-laki mencapai 30 mayam atau sekitar 90 gram emas murni dengan biaya sekitar Rp90 juta, dan mahar tersebut belum termasuk dalam kebutuhan lain seperti pesta hari pernikahan, seserahan serta kebutuhan lainnya.
Teungku Abdurrani menjelaskan, padahal Rasulullah Baginda Nabi Muhammad SAW sudah menjelaskan bahwa sebaik-baiknya mahar sebuah pernikahan tentunya tidak terlalu tinggi dan tidak pula tidak terlalu rendah.
Jika melihat kondisi saat ini, kata salah satu ulama di Aceh ini, tentunya akan menghambat akad nikah karena ada sejumlah laki-laki calon pengantin di Aceh yang memilih menunda pernikahan pernikahan, karena belum cukup memenuhi mahar yang dibebankan oleh keluarga calon pengantin perempuan kepada calon suami atau keluarga calon suami.
Padahal sesuai dengan imbauan Rasulullah Nabi Muhammad SAW, menikah itu adalah sunnah nabi seperti yang diriwayatkan dalam hadist shahih “Menikah itu sunnah ku, barang siapa yang tidak senang dengan sunnahku, maka bukan bagian dari golonganku (ummat),” kata Teungku Abdurrani mengutip hadis shahih.
Akan tetapi dengan efek harga emas yang begitu melambung saat ini, maka hal tersebut memberi efek negatif kepada masyarakat yang akan melangsungkan pernihakan.
Ulama ini juga berpendapat, dengan terhambatnya pernikahan akibat calon mempelai laki-laki belum mampu memenuhi kewajibannya untuk mencukupi mahar yang ditentukan pasangan calon isteri, maka dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di masyarakat.
Hal itu bisa saja seperti indikasi tindak pidana kejahatan, atau tindakan lain yang tidak diinginkan oleh siapa pun, ungkapnya.
“Kami imbau kepada adik-adik kami yang perempuan, tolong mahar itu jangan terlalu tinggi, dan jangan pula terlalu rendah. Jangan menghambat sunnah Rasulullah SAW. Kalau pun, mahar tidak terlalu tinggi maka sebuah pernikahan tetap akan sah, karena mahar termasuk rukun nikah,” kata Teungku Abdurrani menegaskan.
Pasalnya, dampak yang ditimbulkan dari tingginya mahar yang dibebankan kepada calon mempelai laki-laki, justru telah menyebabkan pasangan muda-mudi di beberapa daerah di Aceh mengundurkan rencana hari pernikahan.
“Sehubungan dengan tingginya harga emas sekarang, tentu memberi efek kepada akad pernikahan di masyarakat Aceh. Karena di Aceh ada tradisi lebih mahal maharnya maka lebih bangga,” kata Teungku Abdurrani di Meulaboh, Selasa.
Seperti diketahui, harga jual perhiasan emas saat ini yang dijual oleh pedagang di Aceh sudah mencapai hampir Rp3 juta per mayam (3 gram) atau di kisaran harga Rp2,85 juta per mayam, sehingga hal ini berdampak terhadap ekonomi masyarakat dan berdampak terhadap pasangan yang akan melangsungkan pernikahan.
Di beberapa daerah di Aceh, harga mahar yang dibebankan kepada calon mempelai laki-laki biasanya paling rendah sekitar 10 mayam emas atau sekitar 30 gram atau jika dirupiahkan sebesar Rp30 juta.
Bahkan di daerah lain di Aceh, mahar yang dibebankan kepada calon mempelai laki-laki mencapai 30 mayam atau sekitar 90 gram emas murni dengan biaya sekitar Rp90 juta, dan mahar tersebut belum termasuk dalam kebutuhan lain seperti pesta hari pernikahan, seserahan serta kebutuhan lainnya.
Teungku Abdurrani menjelaskan, padahal Rasulullah Baginda Nabi Muhammad SAW sudah menjelaskan bahwa sebaik-baiknya mahar sebuah pernikahan tentunya tidak terlalu tinggi dan tidak pula tidak terlalu rendah.
Jika melihat kondisi saat ini, kata salah satu ulama di Aceh ini, tentunya akan menghambat akad nikah karena ada sejumlah laki-laki calon pengantin di Aceh yang memilih menunda pernikahan pernikahan, karena belum cukup memenuhi mahar yang dibebankan oleh keluarga calon pengantin perempuan kepada calon suami atau keluarga calon suami.
Padahal sesuai dengan imbauan Rasulullah Nabi Muhammad SAW, menikah itu adalah sunnah nabi seperti yang diriwayatkan dalam hadist shahih “Menikah itu sunnah ku, barang siapa yang tidak senang dengan sunnahku, maka bukan bagian dari golonganku (ummat),” kata Teungku Abdurrani mengutip hadis shahih.
Akan tetapi dengan efek harga emas yang begitu melambung saat ini, maka hal tersebut memberi efek negatif kepada masyarakat yang akan melangsungkan pernihakan.
Ulama ini juga berpendapat, dengan terhambatnya pernikahan akibat calon mempelai laki-laki belum mampu memenuhi kewajibannya untuk mencukupi mahar yang ditentukan pasangan calon isteri, maka dikhawatirkan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di masyarakat.
Hal itu bisa saja seperti indikasi tindak pidana kejahatan, atau tindakan lain yang tidak diinginkan oleh siapa pun, ungkapnya.
“Kami imbau kepada adik-adik kami yang perempuan, tolong mahar itu jangan terlalu tinggi, dan jangan pula terlalu rendah. Jangan menghambat sunnah Rasulullah SAW. Kalau pun, mahar tidak terlalu tinggi maka sebuah pernikahan tetap akan sah, karena mahar termasuk rukun nikah,” kata Teungku Abdurrani menegaskan.