Jakarta (ANTARA) - Uskup KAJ Ignatius Kardinal Suharyo menekankan pesan terkait hidup sebagai sahabat bagi semua orang untuk melawan arus kebencian yang disebabkan mulai lunturnya kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
Suharyo mengatakan bahwa saat ini terdapat tiga hal sebagai tanda mulai melunturnya kebersamaan dalam bermasyarakat dan sering terjadi di tengah pergaulan, yaitu ujaran kebencian, intoleransi dan politik identitas.
“Itu tanda-tanda zaman yang menandakan semakin melunturnya kebersamaan sebagai warga negara. Kosa kata itu pada 10 tahun lalu belum ada, artinya belum seperti saat ini,” katanya di Gereja Katedral, Jakarta, Rabu.
Suharyo menuturkan kosa kata baru yang masuk dalam pergaulan itu merupakan tanda negatif untuk zaman saat kebersamaan dan persaudaraan dalam berwarga negara semakin luntur.
“Sayangnya di negara kita ini juga ada tanda-tanda zaman yang membuat kita prihatin tapi tidak kecil hati karena ini harus di atasi dan dicarikan jalan keluarnya,” ujarnya.
Karena itu, Suharyo berharap melalui perayaan Natal 2019 bisa menjadi salah satu momentum untuk melawan ujaran kebencian, intoleransi dan politik identitas tersebut.
Ia mengatakan perayaan Natal tahun ini yang bertema “Hiduplah Sebagai Sahabat Bagi Semua Orang" merupakan langkah awal untuk menumbuhkan rasa optimisme dan kebersamaan.
“Supaya Natal bagi Kristiani menjadi aktual kontekstual dipilihlah ajakan ini. Hiduplah sebagai sahabat bagi semua orang untuk lawan arus ujaran kebencian, arus intoleransi dan arus politik identitas,” tegasnya.
Pada perayaan Natal, Gereja Katedral Jakarta mengadakan empat misa, yaitu pertama pada pukul 07.00 WIB, kedua pukul 09.00 WIB, ketiga pukul 11.00 WIB dan terakhir pukul 17.00 WIB.
Humas Keuskupan Agung Gereja Katedral Jakarta Susyana Suwadie memprediksi bahwa sekitar delapan ribu orang yang mengikuti empat kegiatan misa tersebut.
“Diprediksikan hari ini dengan empat kali misa sebanyak 8 ribu umat yang hadir,” katanya.
Suharyo mengatakan bahwa saat ini terdapat tiga hal sebagai tanda mulai melunturnya kebersamaan dalam bermasyarakat dan sering terjadi di tengah pergaulan, yaitu ujaran kebencian, intoleransi dan politik identitas.
“Itu tanda-tanda zaman yang menandakan semakin melunturnya kebersamaan sebagai warga negara. Kosa kata itu pada 10 tahun lalu belum ada, artinya belum seperti saat ini,” katanya di Gereja Katedral, Jakarta, Rabu.
Suharyo menuturkan kosa kata baru yang masuk dalam pergaulan itu merupakan tanda negatif untuk zaman saat kebersamaan dan persaudaraan dalam berwarga negara semakin luntur.
“Sayangnya di negara kita ini juga ada tanda-tanda zaman yang membuat kita prihatin tapi tidak kecil hati karena ini harus di atasi dan dicarikan jalan keluarnya,” ujarnya.
Karena itu, Suharyo berharap melalui perayaan Natal 2019 bisa menjadi salah satu momentum untuk melawan ujaran kebencian, intoleransi dan politik identitas tersebut.
Ia mengatakan perayaan Natal tahun ini yang bertema “Hiduplah Sebagai Sahabat Bagi Semua Orang" merupakan langkah awal untuk menumbuhkan rasa optimisme dan kebersamaan.
“Supaya Natal bagi Kristiani menjadi aktual kontekstual dipilihlah ajakan ini. Hiduplah sebagai sahabat bagi semua orang untuk lawan arus ujaran kebencian, arus intoleransi dan arus politik identitas,” tegasnya.
Pada perayaan Natal, Gereja Katedral Jakarta mengadakan empat misa, yaitu pertama pada pukul 07.00 WIB, kedua pukul 09.00 WIB, ketiga pukul 11.00 WIB dan terakhir pukul 17.00 WIB.
Humas Keuskupan Agung Gereja Katedral Jakarta Susyana Suwadie memprediksi bahwa sekitar delapan ribu orang yang mengikuti empat kegiatan misa tersebut.
“Diprediksikan hari ini dengan empat kali misa sebanyak 8 ribu umat yang hadir,” katanya.