Jakarta (ANTARA) - Setelah terjadi kasus kecelakaan Boeing 737 Max 8 dan adanya retakan di dua pesawat Boeing 737 NG, bagaimana sikap Lion Air terkait kontraknya dengan perusahaan manufaktur asal Amerika Serikat, Boeing Company, apakah dinegosiasi ulang  ?
 
“Kita terlalu jauh bicara itu. Setiap kontrak kami evaluasi, tapi dari sudut pandang mana dulu, kalau dengan ‘case’ (kecelakaan dan retakan), kita belum ada langkah ke situ (renegosiasi kontrak),” kata Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait usai penyambutan pesawat Airbus 330-300CEO di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Senin.

Kendati demikian, Edward mengatakan renegosiasi bisa aja dilakukan tergantung dari keputusan bisnis kedua belah pihak yang didukung dengan dasar hukum yang kuat.

Baca juga: Boeing minta maaf pada keluarga korban Lion Air

“Contoh kami bisa revaluasi kontrak, kami rencanakan order 1.000 pesawat sampai 2050, tapi kami lihat perkembangan pasar 1.000 dipanjangkan jadi 2050, boleh enggak, boleh. Atau dari pihak sana ada tipe baru, renegosiasi bisa,” katanya.

Edward menegaskan lain halnya apabila ada pernyataan resmi dari pihak manufaktur bahwa ada kerusakan dari jenis pesawat tersebut, maka pihak maskapai sebagai mitra bisnis bisa menuntut kontrak kerja sama tersebut.

“Kecuali dari sana sudah bicara ‘manufacture failure’ bahwa pesawat itu enggak bisa diterbangkan, kita bisa ‘kan bilang pesanan kita ini gimana. Ini kan konteksnya kita buat perjanjian dalam keadaan sehat walafiat, ya enggak mungkin renegosiasi datang dari sepihak,” katanya.
 Terkait dua pesawat Boeing 737 NG yang mengalami keretakan, Edward mengatakan saat ini masih dalam perbaikan.

Baca juga: Lima Boeing 737 NG di Indonesia ada keretakan

“Tidak tiba-tiba dinyatakan pesawat itu tidak laik, pesawat apabila mengalami perbaikan ya di-grounded. Intinya safety, diperintahkan, dikerjakan, kalau sudah selesai ya jalan,” katanya.

Sebelumnya, dua pesawat jenis Boeing 737 NG milik maskapai penerbangan Lion Air juga ditemukan retak menyusul dua milik Sriwijaya Air dan satu milik Garuda Indonesia setelah dilakukan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan.

Direkturat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub menyatakan telah memanggil pihak Boeing untuk menindaklanjuti retakan itu.

Baca juga: KNKT ungkap miskalibrasi sensor "angle of attack" (AoA) Boeing Max 8
 


Pewarta : Juwita Trisna Rahayu
Editor : Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024