Bandarlampung (ANTARA) - Pengamat politik dari Unversitas Lampung (Unila) Arizka Warganegara Ph.D mengatakan, platform politik lima tahun ke depan Presiden Joko Widodo (Jokowi) mesti tegas dan jelas serta legacy apa yang ingin ditinggalkan.
"Pada posisi sekarang seharusnya Jokowi punya posisi tawar yang cukup besar terhadap parpol untuk menunjuk right man bagi posisi kabinet. Komposisi 70 persen profesional dan 30 persen parpol nampaknya sangat ideal," kata dia di Bandarlampung, Kamis.
Profesional adalah sosok yang tidak terafiliasi dengan partai politik tertentu, lanjut dia, ini kunci untuk bisa fokus dan sukses lima tahun ke depan.
Baca juga: Jokowi inginkan acara relawan tidak berlebihan
Pengajar Fisip Unila itu memprediksi dengan kecenderungan semua parpol minus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) minta bergabung dengan pemerintahan termasuk barisan pendukung Prabowo, yakni Gerindra, PAN dan Demokrat yang intens berkomunikasi untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi, ada dua kemungkinan jika koalisi gemuk tersebut terjadi.
Pertama, eksternal politik pemerintahan Jokowi akan relatif stabil. Kedua, jika ketidakmampuan Jokowi memediasi kepentingan internal koalisi juga berpotensi akan "pecah dalam" koalisi dan ini akan berdampak pada instabilitas politik.
Arizka menjelaskan, demokrasi di Tanah Air sudah berjalan ditandai dengan pemilu reguler setiap lima tahun dan pembatasan masa jabatan presiden dua periode saja.
Baca juga: Pengamat berharap Jokowi perbanyak menteri kalangan profesional
"Terpilihnya Jokowi-Ma'ruf ini menandai era baru politik kita. Ada ulama dalam posisi wapres. Ini landscape politik baru. Selama ini posisi wapres selalu ditempati oleh politisi atau teknokrat," kata dia.
Namun, lanjutnya, tantangan memang semakin berat lima tahun ke depan, soal politik vis a vis ancaman disintegrasi bangsa ditandai dengan berbagai riot dan gerakan insurgensi di wilayah Papua misalkan, resesi ekonomi global yang juga akan mengancam pelemahan ekonomi Indonesia serta ancaman global seperti dampak perang dagang AS-Tiongkok.
"Semua problematika ini perlu assessment dan blue print pembangunan yang jelas dan terukur," harap dia.
"Pada posisi sekarang seharusnya Jokowi punya posisi tawar yang cukup besar terhadap parpol untuk menunjuk right man bagi posisi kabinet. Komposisi 70 persen profesional dan 30 persen parpol nampaknya sangat ideal," kata dia di Bandarlampung, Kamis.
Profesional adalah sosok yang tidak terafiliasi dengan partai politik tertentu, lanjut dia, ini kunci untuk bisa fokus dan sukses lima tahun ke depan.
Baca juga: Jokowi inginkan acara relawan tidak berlebihan
Pengajar Fisip Unila itu memprediksi dengan kecenderungan semua parpol minus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) minta bergabung dengan pemerintahan termasuk barisan pendukung Prabowo, yakni Gerindra, PAN dan Demokrat yang intens berkomunikasi untuk bergabung dengan pemerintahan Jokowi, ada dua kemungkinan jika koalisi gemuk tersebut terjadi.
Pertama, eksternal politik pemerintahan Jokowi akan relatif stabil. Kedua, jika ketidakmampuan Jokowi memediasi kepentingan internal koalisi juga berpotensi akan "pecah dalam" koalisi dan ini akan berdampak pada instabilitas politik.
Arizka menjelaskan, demokrasi di Tanah Air sudah berjalan ditandai dengan pemilu reguler setiap lima tahun dan pembatasan masa jabatan presiden dua periode saja.
Baca juga: Pengamat berharap Jokowi perbanyak menteri kalangan profesional
"Terpilihnya Jokowi-Ma'ruf ini menandai era baru politik kita. Ada ulama dalam posisi wapres. Ini landscape politik baru. Selama ini posisi wapres selalu ditempati oleh politisi atau teknokrat," kata dia.
Namun, lanjutnya, tantangan memang semakin berat lima tahun ke depan, soal politik vis a vis ancaman disintegrasi bangsa ditandai dengan berbagai riot dan gerakan insurgensi di wilayah Papua misalkan, resesi ekonomi global yang juga akan mengancam pelemahan ekonomi Indonesia serta ancaman global seperti dampak perang dagang AS-Tiongkok.
"Semua problematika ini perlu assessment dan blue print pembangunan yang jelas dan terukur," harap dia.