Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia menyebutkan aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan dalam negeri mencapai Rp192,6 triliun sejak awal 2019 hingga 3 Oktober 2019.

Aliran modal itu turut menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dalam beberapa waktu terakhir di kisaran Rp14.170-Rp14.180 per dolar AS.

Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta, Jumat, mengatakan terjaganya aliran modal asing yang masuk menunjukkan imbal hasil aset keuangan domestik masih menarik meskipun Otoritas Moneter telah menurunkan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" secara beruntun dalam tiga bulan terakhir sebanyak 0,75 persen menjadi 5,25 persen.

BI dalam Rapat Dewan Gubernur periode September 2019 juga memberi isyarat untuk kemungkinan pelonggaran kembali kebijakan moneter ataupun makroprudensial.

Baca juga: Rupiah menguat pada Jumat

Selain itu, ujar Perry, fundamental ekonomi Tanah Air sebagai salah satu negara berkembang masih prospektif di tengah gejolak yang melanda perekonomian global, yang disusul era pelonggaran kebijakan moneter negara-negara di dunia.

"Modal asing masuk ke Surat Berharga Negara terus berlanjut yang menunjukkan imbal hasil (yield) kita tetap menarik, prospek ekonomi Indonesia juga masih membaik," ujarnya.

Adapun dari arus modal asing masuk tersebut, sebanyak Rp137,9 triliun masuk ke instrumen Surat Berharga Negara (SBN), kemudian sebesar Rp52,4 triliun ke saham, dan sisanya ke obligasi korporasi serta Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Pada Jumat di pembukaan pasar, nilai tukar (kurs) rupiah di spot sebesar 36 poin atau 0,25 persen menjadi Rp14.137 per dolar AS dibanding posisi sebelumnya Rp14.173 per dolar AS.

Ekonomi AS Masih Lemah

Secara terpisah, Kepala Riset Monex Investindo Future Ariston Tjendra mengemukakan penguatan nilai tukar rupiah dipicu meningkatnya ekspetasi pasar akan pemangkasan kembali suku bunga acuan Bank Sentral AS The Federal Reserve di sisa tahun menyusul masih lemahnya perekonomian AS.

Baca juga: Rupiah menguat jadi Rp14.137 per dolar AS

Ariston mengemukakan indeks manufaktur AS yang dirilis oleh Institute for Supply Management (ISM) mengalami kontraksi ke level 47.8 di bulan September. Setiap angka di bawah level 50 sinyalkan kontraksi.

Sedangkan, indeks non manufaktur dari ISM di level 52.6 untuk periode September. Sebelumnya para ekonom memperkirakan di level 55.3.

Sementara itu, Automatic Data Processing (ADP) menunjukan jumlah tenaga kerja di sektor swasta di Amerika Serikat di bulan September hanya meningkat 135.000, sedikit lebih rendah dari estimasi pasar untuk kenaikan 140.000.

Selanjutnya, ia mengatakan fokus pasar akan tertuju pada rangkaian data tenaga kerja AS lainnya, diantaranya laporan "Non-Farm Payroll", bila hasil yang dilaporkan turun dari data bulan sebelumnya, maka spekulasi pemangkasan suku bunga acuan AS semakin kuat di pasar.

"Pada akhir Oktober ini, sedianya the Fed akan melaksanakan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), kebijakan suku bunga akan menjadi sorotan," katanya.

Baca juga: Dolar relatif stabil kisaran 106,8 yen awal perdagangan di Tokyo


Pewarta : Indra Arief Pribadi
Editor : Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024