Mekkah (ANTARA) - Suhu di Mekkah begitu ramah tampak tidak seperti hari-hari biasanya yang selalu berada di atas 40 derajat celcius pada siang hari dan saat hari berpulangnya KH Maimoen Zubair cuaca di Mekkah cenderung teduh berawan bahkan sempat gerimis.
Berdasarkan pantauan Antara di Kota Mekkah, sejak Selasa selepas subuh suhu di Mekkah cenderung seperti mengalami anomali.
Hujan gerimis sempat terjadi setelah subuh atau hampir bertepatan dengan berpulangnya KH Maimoen Zubair yang mengembuskan napas terakhirnya pada sekitar pukul 04.17 waktu setempat di RS Al Noor, Mekkah.
Setelah itu, sepanjang hari hingga pemakaman rampung di Ma’la udara juga tidak terlampau terik.
Suhu berada di kisaran 29 derajat celcius dan saat puncak siang hari suhu tertinggi hanya 37 derajat celcius. Padahal hari-hari biasanya suhu di Mekkah yang pada Agustus 2019 telah memasuki musim panas hampir tidak pernah di bawah 40 derajat celcius.
Bahkan pernah mencapai di atas 50 derajat celcius pada beberapa pekan lalu.
Saat KH Maimoen Zubair yang akrab disapa Mbah Moen dimakamkan, ribuan orang yang sebagian besar adalah jamaah dari Indonesia yang sedang dalam rangkaian ibadah haji turut serta memadati Pemakaman Ma’la, Mekkah.
Mereka rela berdesakan dan berangkat secara swadaya ketika bus-bus shalawat yang biasanya melayani angkutan jamaah berhenti beroperasi untuk persiapan masyair.
Sebagian dari mereka juga mengikuti perjalanan dari mulai Mbah Moen diberangkatkan dari RS Al Noor menuju tempat dimandikannya di Masjid Muhajirin Khalidiyah kemudian disemayamkan hingga pukul 10.30 waktu Mekkah di Kantor Urusan Haji Indonesia di Syisyah, Mekkah.
Mereka mengikuti Mbah Moen hingga ke Masjidil Haram untuk dishalatkan baru kemudian setelah zuhur diberangkatkan ke Ma’la.
Jenazah Mbah Moen tiba di Ma’la setelah waktu salat dzuhur sekitar pukul 13.00 waktu setempat. Ketika sampai di dekat liang lahat, jamaah yang belum sempat melakukan shalat jenazah dipersilakan untuk menshalati Mbah Moen.
Jenazah kemudian dibawa ke liat lahat untuk dimakamkan. Suasana di sekitar pemakaman sangat ramai dan berdesakan.
Sejumlah tokoh turut serta mengantarkan kepergian Mbah Moen salah satunya KH Syarif Rahmat yang menyebut Mbah Moen sebagai gunung yang tinggi sehingga wajar jika ia senantiasa meneduhi siapapun.
“Mbah Moen adalah gunung yang tinggi, di dalam dirinya ada Al Quran dan hadist dia tempat mengadu setiap orang, siapapun dia terima. Hari ini gunung itu sudah diambil oleh Allah,” katanya.
Ia berharap para penerusnya bisa berperan setidaknya menjadi AC minimal kipas angin yang menyejukkan ketika tidak bisa menjadi gunung yang tinggi, kata Kiai Syarif.
Berdasarkan pantauan Antara di Kota Mekkah, sejak Selasa selepas subuh suhu di Mekkah cenderung seperti mengalami anomali.
Hujan gerimis sempat terjadi setelah subuh atau hampir bertepatan dengan berpulangnya KH Maimoen Zubair yang mengembuskan napas terakhirnya pada sekitar pukul 04.17 waktu setempat di RS Al Noor, Mekkah.
Setelah itu, sepanjang hari hingga pemakaman rampung di Ma’la udara juga tidak terlampau terik.
Suhu berada di kisaran 29 derajat celcius dan saat puncak siang hari suhu tertinggi hanya 37 derajat celcius. Padahal hari-hari biasanya suhu di Mekkah yang pada Agustus 2019 telah memasuki musim panas hampir tidak pernah di bawah 40 derajat celcius.
Bahkan pernah mencapai di atas 50 derajat celcius pada beberapa pekan lalu.
Saat KH Maimoen Zubair yang akrab disapa Mbah Moen dimakamkan, ribuan orang yang sebagian besar adalah jamaah dari Indonesia yang sedang dalam rangkaian ibadah haji turut serta memadati Pemakaman Ma’la, Mekkah.
Mereka rela berdesakan dan berangkat secara swadaya ketika bus-bus shalawat yang biasanya melayani angkutan jamaah berhenti beroperasi untuk persiapan masyair.
Sebagian dari mereka juga mengikuti perjalanan dari mulai Mbah Moen diberangkatkan dari RS Al Noor menuju tempat dimandikannya di Masjid Muhajirin Khalidiyah kemudian disemayamkan hingga pukul 10.30 waktu Mekkah di Kantor Urusan Haji Indonesia di Syisyah, Mekkah.
Mereka mengikuti Mbah Moen hingga ke Masjidil Haram untuk dishalatkan baru kemudian setelah zuhur diberangkatkan ke Ma’la.
Jenazah Mbah Moen tiba di Ma’la setelah waktu salat dzuhur sekitar pukul 13.00 waktu setempat. Ketika sampai di dekat liang lahat, jamaah yang belum sempat melakukan shalat jenazah dipersilakan untuk menshalati Mbah Moen.
Jenazah kemudian dibawa ke liat lahat untuk dimakamkan. Suasana di sekitar pemakaman sangat ramai dan berdesakan.
Sejumlah tokoh turut serta mengantarkan kepergian Mbah Moen salah satunya KH Syarif Rahmat yang menyebut Mbah Moen sebagai gunung yang tinggi sehingga wajar jika ia senantiasa meneduhi siapapun.
“Mbah Moen adalah gunung yang tinggi, di dalam dirinya ada Al Quran dan hadist dia tempat mengadu setiap orang, siapapun dia terima. Hari ini gunung itu sudah diambil oleh Allah,” katanya.
Ia berharap para penerusnya bisa berperan setidaknya menjadi AC minimal kipas angin yang menyejukkan ketika tidak bisa menjadi gunung yang tinggi, kata Kiai Syarif.