Bandarlampung (ANTARA) - Kepala Badan Karantina Pertanian Ali Jamil mengatakan neraca perdagangan kopi Indonesia ke negara Aljazair (Algeria) pada periode 2018-2019 mengalami peningkatan sebesar 94 persen.
"Januari hingga Juli 2019, total kopi yang diekspor ke negara Aljazair sudah mencapai 823 ton dengan nilai devisa sebesar Rp17,2 miliar. Sementara tahun 2018 pada bulan yang sama hanya mencapai 781 ton dengan nilai devisa sebesar Rp16,3 miliar," katanya, di Bandarlampung, Senin.
Dia menyebutkan total ekspor kopi pada periode Januari hingga Juli 2019 telah mencapai sebanyak 90,2 ton dengan nilai devisa sebesar Rp1,8 triliun. Jika dibandingkan periode sama pada tahun 2018, ekspor kopi hanya sebesar 57 ton.
"Tahun 2019 ini kita ada peningkatan sebesar 64 persen," kata dia lagi.
Tidak hanya volume tonasenya saja yang meningkat, namun jumlah negara tujuan ekspor kopi juga ikut bertambah. Pada bulan Juli tahun 2018, negara tujuan ekspor kopi asal Bandarlampung hanya mencapai 27 negara. Sedangkan pada tahun 2019, saat ini telah bertambah lima negara tujuan ekspor menjadi 32 negara.
"Lima negara yang tidak ada di tahun 2018 adalah Polandia, Prancis, Romania, Uni Emirat Arab, dan Ekuador. Jadi posisi enam terbesar pengimpor kopi Lampung adalah Malaysia, Italia, Georgia, Maroko, Jepang, dan Mesir," kata dia lagi.
Ali menambahkan, Lampung merupakan pemasok kopi robusta terbesar di Tanah Air, dengan produksi rata-rata sebesar 100.000 hingga 120.000 ton per tahun dengan luas areal kopi mencapai 163.837 hektare.
Berdasarkan data sistem otomasi IQFAST Karantina Pertanian Lampung, sepanjang tahun 2017 hingga 2019, biji kopi merupakan urutan ke dua masuk dalam daftar sepuluh besar komoditas ekspor di Provinsi Lampung.
"Dilihat dari total ekspor 50 komoditas tumbuhan periode Januari hingga Juli 2019 yang dimiliki Karantina Pertanian Lampung, komoditas kopi telah menyumbang Rp1,8 triliun dari Rp4,3 triliun. Kopi robusta telah menyumbang sebesar 41 persen devisa negara dengan rata-rata frekuensi ekspor sebanyak 102 kali dalam per bulan," katanya pula.
"Januari hingga Juli 2019, total kopi yang diekspor ke negara Aljazair sudah mencapai 823 ton dengan nilai devisa sebesar Rp17,2 miliar. Sementara tahun 2018 pada bulan yang sama hanya mencapai 781 ton dengan nilai devisa sebesar Rp16,3 miliar," katanya, di Bandarlampung, Senin.
Dia menyebutkan total ekspor kopi pada periode Januari hingga Juli 2019 telah mencapai sebanyak 90,2 ton dengan nilai devisa sebesar Rp1,8 triliun. Jika dibandingkan periode sama pada tahun 2018, ekspor kopi hanya sebesar 57 ton.
"Tahun 2019 ini kita ada peningkatan sebesar 64 persen," kata dia lagi.
Tidak hanya volume tonasenya saja yang meningkat, namun jumlah negara tujuan ekspor kopi juga ikut bertambah. Pada bulan Juli tahun 2018, negara tujuan ekspor kopi asal Bandarlampung hanya mencapai 27 negara. Sedangkan pada tahun 2019, saat ini telah bertambah lima negara tujuan ekspor menjadi 32 negara.
"Lima negara yang tidak ada di tahun 2018 adalah Polandia, Prancis, Romania, Uni Emirat Arab, dan Ekuador. Jadi posisi enam terbesar pengimpor kopi Lampung adalah Malaysia, Italia, Georgia, Maroko, Jepang, dan Mesir," kata dia lagi.
Ali menambahkan, Lampung merupakan pemasok kopi robusta terbesar di Tanah Air, dengan produksi rata-rata sebesar 100.000 hingga 120.000 ton per tahun dengan luas areal kopi mencapai 163.837 hektare.
Berdasarkan data sistem otomasi IQFAST Karantina Pertanian Lampung, sepanjang tahun 2017 hingga 2019, biji kopi merupakan urutan ke dua masuk dalam daftar sepuluh besar komoditas ekspor di Provinsi Lampung.
"Dilihat dari total ekspor 50 komoditas tumbuhan periode Januari hingga Juli 2019 yang dimiliki Karantina Pertanian Lampung, komoditas kopi telah menyumbang Rp1,8 triliun dari Rp4,3 triliun. Kopi robusta telah menyumbang sebesar 41 persen devisa negara dengan rata-rata frekuensi ekspor sebanyak 102 kali dalam per bulan," katanya pula.